JAKARTA-LH: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau 2019-2022 M Syahrir, yang menurut Inspektur Jenderal BPN Sunraizal sudah pensiun per 1 oktober 2022, untuk kooperatif. M Syahrir diduga menerima suap sebesar SING $ 120.000 (setara dengan Rp1,2 miliar) dari kesepakatan Rp 3,5 Miliar terkait perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA).
” KPK memerintahkan kepada saudara MS (M. Syahrir) untuk memenuhi panggilan Tim Penyidik Dan Tim Penyidik akan melakukan penjadwalan pemanggilan dan mengimbau agar yang bersangkutan kooperatif hadir ” pungkas Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Grdung KPK (Kamis, 27/10/2022).
M. Syahrir mangkir dari pemanggilan KPK pada Kamis (27/10/2022). Akibatnya, KPK belum bisa menahan yang bersangkutan.
Sementara itu, menurut informasi yang diperoleh dari Pihak BPN Pusat bahwa M. Syahrir telah pension sejak 1 Oktober 2022 yang lalu. ” Untuk pejabat yang jadikan tersangka (Kakanwil BPN Provinsi Riau) terhitung 1 Oktober 2022 sudah memasuki usia pensiun 60 tahun ” jelas Inspektur Jenderal (Irjen) BPN Sunraizal (Rabu, 12/10/2022).
Adapun Uang suap yang diduga diterima M. Syahrir menurut hasil penyelidikan dan penyidikan KPK, diduga bersumber dari kas PT AA dan diserahkan General Manager PT AA Sudarso di rumah dinas M Syahrir pada September 2021.
Kasus ini terkuak berawal dari pengembangan perkara yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra yang telah divonis dengan pidana 5 tahun dan 7 bulan penjara serta pidana denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru. Andi Putra dinilai terbukti menerima suap terkait dengan pengurusan perpanjangan izin HGU PT AA. Suap diberikan oleh Sudarso yang telah divonis dengan pidana dua tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Pemegang saham PT AA Frank Wijaya juga sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus suap ini dan telah ditahan oleh KPK di Rutan Polres Jakarta Selatan. Frank Wijaya dan Sudarso selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sementara M Syahrir sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor. (Dessy/Red)