1,029 views

Dinasti Kekuasaan Yang Dibangun Selama 18 Tahun Itu Akhirnya Runtuh, KPK Tetapkan Bupati Probolinggo dan Suaminya Menjadi Tersangka

LIPUTANHUKUM.COM: Dinasti Pilitik Kekuasan Daerah yang dibangun selama kurang lebih 18 Tahun oleh Pasangan Suami-Istri di salah satu Kabupaten di Jawa Timur yakni Kabupati Probolinggo akhirnya akan runtuh diluar dugaan. Tertangkaptangannya (OTT) Bupati Probololinggo Puput Tantriana Sari bersama Sang Suami Hasan Aminuddin yang saat ini menjabat sebagai Anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Nasdem oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diperkirakan banyak pihak akan menjadi pertanda akan runtuh sekaligus berakhirnya Dinasti Kekuasaan Keluarga ini.

Bupati Probololinggo bersama Sang Suami terjaring OTT KPK serta beberapa orang lainnya termasuk Camat dan Kepala Desa (Kades) Pada Senin kemarin (30/08/2021). OTT terhadap Pasutri ini terjadi Pada Senin Dinihari Pukul 02.00 WIB. Penangkapan dilakukan Tim Penyidik KPK di Rumah Pribadi Bupati yang terletak di Jl Raya Ahmad Yani, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kabupaten Probolinggo Jawa TImur. Hal ini sesuai informasi yang didapatkan dari Pihak KPK melalui Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. ” Benar KPK telah melakukan giat penangkapan di sebuah kabupaten di Jawa Timur “ pungkas Ghufron (Senin, 30/08/2021).

Menurut keterangan yang berhasil dihimpun LH (liputanhukum.com) dari salah sorang warga sekitar yang enggan disebut namanya, ada 8 Orang yang ditangkap dan langsung dinaikkan ke Bus serta dibawa ke Mapolda Jawa Timur untuk menjalani pemeriksaan awal. Sementara Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Suaminya Hasan Aminuddin dinaikkan ke Mobil Inovva Warna Hitam yang juga dibawa ke Mapolda Jawa Timur di Surabaya. Perkembangan informasi terakhir setelah KPK melakukan Konferensi Pers  ada sekitar 22 Orang yang dijadikan Tersangka dalam kasus  dugaan jual beli jabatan ini.

Dinasti Kekuasan dan Politik dibangun Pasutri ini sejak Era Reformasi tepatnya Tahun 1999. Hal ini ditandai dengan ketika Sang Suami Hasan Aminuddin berhasil menjadi Anggota DPRD Kbuapten Probolinggo Periode 1999-2003. Selanjutnya, Hasan Aminuddin terpilih menjadi Bupati Probolinggo 2 Periode berturut-turut yakni Periode 2003 – 2008 dan 2008-2013.

Setelah sukses menjadi Bupati Probolinggo 2 Periode, Hasan Aminuddin melenggang ke Senayan menjadi Anggota DPR RI dari Partai Nasdem (Periode 2014- 2019 dan 2019-2024) Dapil II Jawa Timur. Sementara yang melanjutkan kekuasaan di Daerah Probolinggo sebagai Bupati digantikan Sang Istri Puput Tantriana Sari yang juga sukses menjadi Bupati 2 Periode (2013-2018 dan 2018—2023).

Pada Periode Ke 2 (2018-2023), Puput Tantriana Sari berpasangan dengan Timbul Prihanjoko yang diusung 5 Partai, yaitu Partai Nasdem, PDI Perjuangan, Golkar, PPP dan Gerindra yang akhirnya sukses terpilih.

Akhirnya, Pada hari ini (Selasa, 31/08/2021) KPK resmi menetapkan Bupati Probololinggo Puput Tantriana Sari dan Sang Suami Hasan Aminuddin bersama 20 Orang lainnya sebagai Tersngka dugaan suap berkaitan dengan Jual-Beli Jabatan Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Probolinggo. ” KPK menetapkan 22 Orang Tersangka dalam perkara ini “ tungkas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat Konferensi Pers di Gedung KPK (Selasa, 31/8/2021).

Dari 22 Orang yang ditetapkan menjadi Tersangka tersebut, 18 Orang sebagai tersangka Pemberi Suap berkaitan dengan Jabatan Kepala Desa di Kabupaten Probolinggo, sementara 4 orang lainnya sebagai penerima suap termasuk Bupati dan Suaminya.

Adapun rincian dari 22 Orang tersebut adalah:

Pemberi Suap:

1. Sumarto (ASN);
2. Ali Wafa (ASN);
3. Mawardi (ASN);
4. Mashudi (ASN);
5. Maliha (ASN);
6. Mohammad Bambang (ASN);
7. Masruhen (ASN);
8. Abdul Wafi (ASN);
9. Kho’im (ASN);
10. Ahkmad Saifullah (ASN);
11. Jaelani (ASN);
12. Uhar (ASN);
13. Nurul Hadi (ASN);
14. Nuruh Huda (ASN);
15. Hasan (ASN);
16. Sahir (ASN);
17. Sugito (ASN);
18. Samsuddin (ASN)

Penerima Suap:

1. Puput Tantriana Sari (Bupati Probolinggo);
2. Hasan Aminuddin (Anggota DPR RI);
3. Doddy Kurniawan (Camat Krejengan);
4. Muhammad Ridwan (Camat Paiton).

Terhadap Para Tersangka Pemberi Suap akan disangkakan Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 Huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 Ayat 1 Angka 1 KUHP.

Sementara itu, untuk Para Penerima Suap disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Angka 1 KUHP.

Peristiwa OTT ini mengagetkan banyak pihak dan langsung Viral baik di Media Massa maupun di Media Sosisal. Viralnya peristiwa ini, semakin menambah wacana bagi Warga Masyarakat dan Rakyat Indonesia tentang sisi-sisi negatif dari Neptisme, Kolusi, yang puncaknya berakhir dengan Korupsi akibat sebuah Dinasti Kekuasaan. Sempalan dalil Lord Acton power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely itu tampaknya tepat untuk menggambarkan penguasa yang ingin menyalahgunakan kekuasaannya. Korupsi pada dalil Acton tersebut bukan hanya terkait uang, melainkan juga politik atau kebijakan. Lebih parah lagi jika korupsi kekuasaan itu dibalut oleh slogan “Ini Negara Demokrasi Bung, Siapa Pun Bisa Melontarkan Gagasan”. .

Kekuasaan Yang Terlalu Lama dan Dinasti Cenderung Korup

Ini adalah kredo Lord Acton Ilmuwan Inggris abad 18 yang teks aslinya dalam bahasa Inggris berbunyi ”Power tend to corrupt absolute Power Corrupt absolutely”.

Semua Sarjana Hukum dan Politik harusnya paham kredo itu. Zaman dulu yang berkuasa adalah gerombolan orang yang memiliki senjata dan jago berkelahi. Yang bisa sesuka hatinya merampas harta benda, mengambil hak kemerdekaan anak gadis bahkan istri orang lain tanpa ada konsekuensi hukumnya (homo homini lupus = Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya). Itulah watak asli orang-orang yang berkuasa pada zaman itu yang cenderung kriminal jika terlampau berkuasa dan tidak ada yang membatasinya.

Lalu, bagaimana sifat Orang Modern jika sangat berkuasa? Menurut Profesor ilmu Hukum dari Universitas Yale Amerika Serikat Robert. D Laswell dalam bukunya “Power and Personality” menyebutkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk memengaruhi pengikutnya sesuai dengan keinginannya.

Sedangkan menurut Robert. A Dahl, Profesor ilmu Politik di Universitas Yale juga, mengungkapkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk memengaruhi orang lain atau dari satu pihak kepada pihak lain dengan paksaan. Itulah sebabnya, untuk meredam sifat rakus dan tamak dalam diri manusia agar tidak sewenang-wenang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, kelompok, dan golongannya setiap pemerintahan di negara demokrasi, harus selalu diawasi secara ketat.

Filsuf Inggris John Locke mencetuskan teori Pembagian Kekuasaan yang dikenal dengan Trias Politica. Kemudian disempurnakan oleh Montesquieu salah seorang Sarjana Perancis yang menuturkan dalam bingkai Negara Demokrasi, Kekuasaan dibagi menjadi 3 Pilar, yakni Executif, Legislatif dan Yudikatif yang tujuan utamanya agar ada keseimbangan kekuasaan yang dikenal sebagai check and balance.

Dalam Hukum Tata Negara Indonesia, menganut Teori Pembagian Kekuasaan yakni Legislatif (DPR RI dan DPRD), Eksekutip (Pemerintah Pusat dan Daerah), dan Yudikatif (Peradilan). Pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah Teori ini berjalan dengan benar  untuk saat ini ? (Rz/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.