1,471 views

Akankah Sejarah Terulang Kembali, Rezim Dipaksa Berhenti Ditengah Jalan ?

“ RAKYAT BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN “ demikian Yel Yel yang sangat popular dan massif saat menggulingkan Rezim Soeharto

JAKARTA-LH: Postingan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM-UI) “Jokowi: The King of Lip Service” dengan meme Presiden Jokowi yang menjadi Trending Topic di Twitter setelah diposting lewat Akun Instagramnya (Sabtu, 26/06/2021), tampaknya menjadi pemantik api pergolakan perlawanan terhadap rezim yang sedang berkuasa saat ini. Dukungan dan empati terhadap BEM-UI spontan datang dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan BEM Seluruh Indonesia, Organisasi Pekerja/Buruh, Aktivis, Akademisi, Politisi, bahkan masyarakat luas .

BEM Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta spontan memberikan dukungan terhadap koleganya itu. Ketua BEM-UGM Muhammad Farhan langsung angkat bicara. Dia menyatakan BEM UGM berdiri di samping BEM UI. ” Kami bersolidaritas dengan bersikap bersama kawan-kawan lintas universitas pada forum Aliansi BEM SI @bemsi.official, yang sudah diterbitkan pada pagi tadi “ pungkas Farhan dikonfirmasi dan sudah viral diberbagai media (Senin, 28/06/2021).

Farhan menambahkan sekaligus mengingatkan kembali bahwa apa yang dialami oleh BEM-UI juga pernah dialami oleh Pihak BEM-UGM sebelumnya.

Ketika Pihak Otoritas UI dalam hal ini Rektorat melalui Direktur Kemahasiswaan Tito Latif Indra memanggil BEM-UI terkait potingan “Jokowi: The King of Lip Service” (Minggu, 27/06/2021), tindakan ini semakin memicu meluasnya dukungan terhadap BEM-UI di satu sisi, dan memberikan kecaman terhadap Pihak Rektorat UI disisi lain.

Pemanggilan yang dilakukan Pihak Rektorat ini ternyata tidak menyurutkan nyali dan idealisme BEM-UI, bahkan menjadi pemantik tambahan yang menyebabkan semakin membesarnya dukungan terhadap BEM-UI.

Terkait atas pemanggilan terhadap dirinya dan rekan-rekan, Ketua BEM-UI Leon Alvinda Putra mengaku diminta menurunkan atau menghapus unggahan di Akun BEM UI. “ Kemarin baru minta klarifikasi dari rektorat ke BEM. Sama tanya apakah bisa di-takedown, dan akan bahas kelanjutannya sesuai peraturan Universitas ” ujar Leon kepada Para Awak Media (Senin, 28/06/2021).

Atas permintaan Pihak Rektorat itu, Leon mengatakan bahwa Pihaknya menolak permintaan untuk menghapus unggahan terkait kritik kepada Jokowi tersebut. “ Kita menolak ” tegasnya menambahkan.

Sementara itu, atas kritikan yang diberikan BEM-UI ini terhadap dirinya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa Universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi. ” Itu kan sudah sejak lama, ya. Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo, kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter, kemudian ada yang ngomong saya ini bebek lumpuh, dan baru-baru ini ada yang ngomong saya ini bapak bipang, dan terakhir ada yang menyampaikan mengenai The King of Lip Service. Ya, saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi, jadi kritik itu boleh-boleh saja. Tapi juga ingat bahwa kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunan “ tandas Presiden Jokowi (Selasa, 29/06/2021).

Ternyata, respon yang diberikan Presiden Jokowi terhadap kritikan BEM-UI ini tidak menyurutkan dukungan terhadap BEM-UI, bahkan dukungan semakin meluas, membesar, dan massif. Sampai Selasa Sore (29/06/2021) sudah 44 BEM dari berbagai Perguruan Tinggi Indonesia menyatakan dukungannya kepada BEM-UI. Termasuk diantaranya, BEM Se-Bogor Raya, BEM Se-Malang Raya, BEM Unair, bahkan terakhir BEM Se-Indonesia.

Selain dari BEM Se-Indonesia, dukungan juga datang dari berbagai elemen masyarakat serta Organisasi Masyarakat Sipil Seluruh Indonesia.

Bahkan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (PB HMI-MPO) Affandi Ismail menyerukan Indonesia untuk melakukan Revolusi di tahun 2021 ini. HMI-MPO mengajak kepada masyarakat agar Obyektif dan Independen dalam melihat situasi Bangsa dan Negara. Menurutnya, bahwa keterpurukan sebenarnya bukan baru terjadi di saat pandemi, tetapi memang sejak Presiden Jokowi mulai memimpin di tahun 2014 silam. “ Jadi sebenarnya bukan baru terjadi karena pandemi, tapi sebenarnya sudah terjadi dan tercatat. Kalau mau objektif dan jujur, sejak Jokowi memimpin 2014. Jadi menurut saya, tujuh tahun Pak Jokowi memimpin sudah cukup. Pak Jokowi gentlemen saja, kalau tidak sanggup lebih baik mundur. Ngapain bertahan kalau hanya menambah derita rakyat ” tungkas Affandi Ismail yang tersiar luas baik melalui Media Massa maupun Media Sosial termasuk YouTube.

Untuk itu, lanjut Ketum PB HMI-MPO itu, semua elemen harus bersatu melawan Oligarki Politik dan Konglomerasi Asing yang menguasai Negara. Penerbitan poster ‘Jokowi: The King Of Lip Service’ dari BEM-UI itu harus menjadi momentum, apalagi eskalasi di kalangan mahasiswa seluruh Indonesia juga sudah meningkat. “ HMI harus bersama BEM, Buruh, Petani, Elemen Kampus dan yang merasa memiliki Indonesia bersatu ” imbuh Affandi Ismail.

Sementara itu, Elemen Buruh/Pekerja yang tergabung dalam Gerakan Bersama Usut Korupsi (GEBUK) juga memberikan dukungannya kepada pernyataan BEM UI terkait ‘Jokowi: The King Of Lip Service’. Dalam pernyataan sikapnya, GEBUG menyampaikan “ Kami Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tergabung dalam GEBUK (Gerakan Bersama Usut Korupsi) juga mendukung pernyataan BEM UI terkait Jokowi The King Of Lip Service, hal ini sangat beralasan karena Kaum buruh menganggap Presiden Jokowi telah Ingkar Janji dalam bersikap sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan terutama dalam proses Pembuatan UU Omnibuslaw Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 yang kami anggap sangat merugikan kaum buruh dan rakyat Indonesia “ demikian cuplikan pernyataan sikap dari Serikat Pekerja/Buruh yang tergabung dalam GEBUK (Selasa, 29/06/2021).

Masih menurut GEBUK, “ Selain itu, Konsistensi Presiden Jokowi dalam memberantas Korupsi yang oleh GEBUK telah berkali-kali melakukan Aksi ke PPATK, BPK, Kejaksaan Agung dan KPK juga belum menuai hasil yang diharapkan sesuai dengan Janji Pak Jokowi saat kampanye. Malahan, Pemberantasan Korupsi makin melemah ini dibuktikan melalui hasil survey Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 berada di skor 37 “ lanjut pernyataan sikap GEBUK.

“ Maka dari itu kami dari GEBUK sangat berkeyakinan bahwa persoalan label Jokowi sebagai King of Lips Service itu dapat dibenarkan dan dipastikan akan mendapatkan dukungan dari semua Federasi dan Konfederasi serikat Pekerja atau Serikat Buruh di Indonesia karena tidak ada satupun serikat buruh atau serikat pekerja yang setuju dengan UU Omnibuslaw yang sedang digugat di MK saat ini, kalopun ada itu perlu dipertanyakan kredibilitasnya sebagai organisasi serikat buruh dan Perilaku Korup serta pelemahan Institusi KPK baik dari sisi perundang-undangan maupun dari sisi Sumber daya Manusianya “ Jelas Sunarti (Ketum SBSI’92).

” Dengan demikian kami dari GEBUK menghimbau seluruh lapisan masyarakat gerakan, baik yang tergabung dalam Serikat Pekerja/Serikat Buruh, BEM SI, Organisasi Kemahasiswaan/Pelajar dan Pemuda serta Gerakan Ormas untuk bersama-sama berkoalisi bersatu melawan bentuk kekisruhan yang terjadi di negeri ini serta mendukung sikap BEM UI. AYO BERSATULAH RAKYAT INDONESIA…!!!!! “ tutup pernyataan sikap GEBUK itu.

Dari situasi terkini yang berkembang terus detik demi detik pasca postingan BEM-UI itu, pertanyaan yang muncul kemudian adalah Akankah Sejarah Terulang Kembali, Rezim Dipaksa Berhenti Ditengah Jalan ?

Kalau kita melihat sejarah jatuhnya beberapa rezim terdahulu, baik itu Rezim Orde Lama maupun Rezim Orde Baru, persoalan mendasarnya ada pada sikap otoriterisme rezim penguasa, krisis ekonomi, maraknya Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) atau yang dalam perkembangannya dapat tergabung dengan Oligarki Politik dan Konglomerasi Asing, terjadinya ketidakadilan dalam penegakan hukum, dan berbagai aspek yang bermuara pada kesengsaraan rakyat.

Salah satu jargon atau Yel Yel Mahasiswa yang sangat massif menjelang jatuhnya Rezim Soeharto (Orde Baru) adalah ‘Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan’. Yel Yel itu semakin begitu popular sejak tahun 1995 hingga jatuhnya Rezim Soeharto Tahun 1998. Yel Yel itu terinspirasi dari sebuah lagu perjuangan di Amerika Latin: “¡El pueblo unido, jamás será vencido!” Yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi: “The people united will never be defeated”.

Jadi terbukti sudah bahwa Kekuasaan Tertinggi ada ditangan Rakyat. Suara Rakyat adalah Suara Tuhan yang dalam bahasa latinnya terkenal dengan ‘Vox Populi Vox Dei’. Artinya, suara rakyat harus dihargai sebagai penyampai kehendak Ilahi. Sebenarnya, Konteks dari perkataan ini ialah Ucapan Hakim yang meneguhkan suara Para Juri dalam perkara di Pengadilan, namun dalam kondisi tertentu juga berlaku pada pengadilan rakyat. (Rz/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.