LABURA-LH: Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT Mutiara Nusa Agro Sejahtera (MAS) yang terletak di Desa Aek Kota Batu, Kecamatan Na: IX-X, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Provinsi Sumatera Utara merupakan Perusahaan Industri yang mengolah Buah Kelapa Sawit atau yang lebih dikenal denganTandan Buah Segar (TBS) menjadi CPO (Crude Palm Oil) atau Minyak Sawit Mentah dan atau Hasil Produksi lainnya yang berasal dari Kelapa sawit. Menurut data dan informasi yang didapatkan LH (liputanhukum.com), bahwa Pabrik ini mulai dioperasikan Pada Tahun 2016. Sejak berdiri, sorotan dari Berbagai Pihak telah terjadi. Mulai dari soal Perizinan, Tidak memiliki Kebun Sawit Sendiri, sampai dengan Soal Limbah. Berbagai Elemen Masyarakat juga sudah melakukan Protes, dari mulai Warga Sekitar, Aktivis Mahasiswa sampai dengan DPRD Labura.
Pada Tahun 2017 tepatnya Kamis (16/11/2017-Red), Para Mahasiswa yang menamakan dirinya Laskar Mahasiswa Peduli Daerah Sumatra Utara (LMPD-SU) berunjuk rasa ke Kantor PKS ini dengan tuntutan meminta Pihak PKS PT MAS mengacu kepada UU dan Peraturan Menteri Tentang Persyaratan Pendirian PKS yakni harus memiliki kebun sendiri minimal 20 Persen. Selain itu, Para Aktivis Mahasiswa ini juga menuntut persoalan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air karena adanya dugaan pembuangan limbah beracun yang dapat merusak ekosistem habitat sungai dan bau menyengat yang meresahkan masyarakat.
Protes lainnya dilakukan oleh Komisi B DPRD Labura melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) Tanggal 27 Februari 2020 atas dasar Laporan dan Pengaduan Masyarakat Desa Simpang Marbau Kecamatan Na: IX-X terkait limbah dari Pabrik ini.
Adapun yang akan menjadi sorotan LH (liputanhukum.com) kali ini adalah fokus menyangkut Nasib dan Status Karyawan Perusahaan ini dimana diduga kuat ada 115 Orang yang menjadi Karyawan PKS milik PT MAS ini yang sudah bekerja selama lebih dari 4 Tahun namun Statusnya masih Karyawan Harian Tetap (KHT). Yang lebih naïf lagi, diduga kuat bahwa Para Karyawan itu tidak memiliki Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan Pihak Perusahaan.
Bukankah sesuai Regulasi yang ada bahwa KHT hanya diperuntukkan untuk Proyek Musiman dan masa kerjanya maksimal 2 Tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 Tahun. Artinya, total masa kerjanya 3 Tahun dan setelah itu harus sudah menjadi Karyawan Tetap atau dengan istilah PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu).
Dan semua itu, tentunya harus ada kontrak kerja antara Karyawan dan Pihak Perusahaan demi kepastian jaminan kerja. Kendatipun masalah PKWT dalam UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) diperlonggar bila dibandingkan dengan UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, namun Perjanjian/Kontrak Kerja itu harus ada. Lagi pula, bahwa saat Peristiwa Hukum ini terjadi yang masih berlaku adalah UU No 13 Tahun 2003. Hal ini sesuai dengan Ius Constitutum yaitu Hukum Positif yang sedang berlaku. Dimana saat dugaan pelanggaran itu terjadi, UU NO 13 Tahun 2013 masih berlaku sepenuhnya.
Menurut pengakuan salah satu Karyawan PKS PT MAS Aek Kota Batu yang meminta identitasnya tidak dipublikasi bahwa baik tertulis maupun lisan tidak ada Perjanjian antara Mereka sebagai KHT dengan Pihak Perusahaan. “ Gak ada Perjanjian atau Kontrak Kerja Bang. Sewaktu habis Training 3 Bulan, kami diminta menandatangani Surat Pernyataan yang isinya kurang lebih bahwa kalau kami melakukan kesalahan maka bersedia untuk dipecat. Dan Kami tida ada dikasi Foto Copynya “ kata salah seorang Karyawan PKS ini kepada Wartawan LH (07/02/2021-Red).
Sewaktu hal ini dikonfirmasi dan atau diklarifikasi kepada Pihak PT MAS melalui Pjs Manager PKS Zulfikar Siahaan, yang bersangkutan menjawab “ kalau itu aku gak tau, gak kuikuti karena aku gak dari awal “ kilah Zulfikar Siahaan ketika dihubungi melalui Telepon Selularnya (Senin, 15/02/2021-Red).
Ketika dikejar dengan pertanyaan, dari 115 Orang Karyawan tersebut apakah Pjs Manager Zulfikar Siahaan termasuk didalamnya dan apakah sebagai Karyawan ada menandatangani Kontrak Kerja dengan Perusahaan (PT MAS). Atas pertanyaan ini, Zulfikar menjawab bahwa dirinya termasuk dari yang 115 Orang Karyawan itu dan tidak ada menandatangani Kontrak/Perjanjian Kerja. “ Kalau Saya gak ada, karena Saya kan masuk kesini karena panggilan bukan Saya yang melamar Kerja “ jawab Zulfikar sekaligus ini memperkuat dugaan bahwa memang tidak ada Perjanjian Kontrak Kerja.
Selain melakukan konfirmasi dan atau klarifikasi terkait 115 Orang Karyawan yang masih KHT dan diduga tidak mempunyai Kontrak/Perjanjian Kerja, LH juga melakukan Wawancara terkait situasi dan kondisi Perusahaan yang bergerak di bidang Industri Pengolahan Kelapa Sawit itu. Menurut Zulfikar sebagai Pjs Manager di PKS itu, bahwa PKS ini memiliki kapasitas pengolahan TBS 30 Ton Per Jam. Namun sayangnya, target itu belum pernah tercapai karena sulitnya mendapatkan bahan mentahnya berupa TBS. Kenyataan ini membuktikan betapa pentingnya regulasi yang mengatur persyaratan untuk berdirinya sebuah PKS harus memiliki Perkebunan sendiri dan atau minimal mempunyai Kontrak Kerja Sama dengan Para Petani Kebun Kelapa Sawit. “ Sampai sekarang ini tidak terpenuhi karena bahan baku (TBS) yang ada di Labura ini persaingannya cukup ketat. Pabrik (PKS) pun sudah terlalu rapat kali. Belum lagi kita dipangkas oleh Ram-Ram (Tempat Penumpukan Buah Sawit) milik perusahaan-perusahaan luar yang ada di daerah kita. Persaingan cukup ketat disini. Jadi, bahan-bahan baku sudah tidak dapat kita penuhi untuk target 30 Ton itu “ pungkas Zulfikar Siahaan.
Ketika ditanya apakah benar kalau PKS ini mulai dioperasikan sejak Tahun 2016 ? “ kalau gak salah begitu, cuman Saya kan tidak sejak dari awal ikutnya. Saya bergabung disini 2017 sebagai Sortase. Baru setelah April 2020 sebgai Pjs Manager “ ujar Zulfikar.
Terkait Kartu Identitas (Id Card) dan Pakaian Kerja (PDL) dan Uniform Lainnya Para Karyawan, Zulfikar mengakui memang belum ada. “ Kalau Id Card memang gak ada. Tetapi kalau Kartu BPJS Ketenagakerjaan, Kartu KIS, dan Kartu Pensiun BPJS Ketenagakerjaan sudah ada. Pakaian Dinas juga memang belum ada, cuman untuk Alat Pengamanan Kerja seperti Helm dan lainnya itu kita kasi. Untuk posisi kita saat ini belum berani berbicara karena kembali lah ke belakang, masa-masa Covid ini kan. Jadi, Perusahaan pun antara bernafas dengan tidak sekarang posisinya. Jadi, kalau macam kami industri, kalau Bos Kami bilang jangankan kita untuk untung, bisa berjalan operasi aja untuk menggaji Karyawan sudah syukur Kita katanya. Bahkan disekitar kita pun ada PKS yang sudah tutup “ papar Zulfikar.
Mengenai akibat Covid-19 apakah sudah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Para Karyawan, terkait pertanyaan ini Pjs Manager Zulfikar menyampaikan “ Kalau Pemutusan Hubungan Kerja tidak ada, cuman kami alternatifin dengan pembagian 3 Shif Kerja untuk mengatasi overtime-nya “ tambahnya.
Perihal Jumlah Upah untuk Para Karyawan yang berstatus Karyawan Tetap Harian (KHT) dan Bagaimana Rumus Penghitungannya, Zulfikar Siahaan menyampaikan “ Patokannya UMK (Upah Minimum Kabupaten). Kita ambil aja UMK kita dibagi 26 Hari Kerja. Untuk yang terbaru saya belum tau, tetapi yang sudah berjalan diangka Rp 2,9 Juta “ katanya. (Afdillah/Red)
Kalau cocok biar kita antar. Pak
Kalau bisa pakai D.O pak
Nomor WA