JAKARTA-LH: Dihidupkannya kembali Partai Masyumi Seminggu yang lalu menjadi salah satu perbincangan hangat di kalangan masyarakat luas di tanah air. Banyak tanda tanya di kalangan Para Politisi, Praktisi, dan Pengamat apa sebenarnya tujuan dihidupkannya kembali Partai Islam Terbesar yang pernah jaya pada masa Pemilu 1955 ini.
Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) atau Council of Indonesian Muslim Associations kembali dihidupkan oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII) yang diketuai oleh A Cholil Ridwan. Dihidupkannya kembali Partai yang pernah jaya Pada Masa Awal Kemerdekaan ini ditandai dengan Deklarasi yang dilakukan oleh BPU-PPII Pada Hari Sabtu (07/11/2020-Red) di Aula Masjid Furqon, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat dan disiarkan secara Daring. ” Kami yang bertanda tangan di bawah ini, mendeklarasikan kembali aktifnya Partai Politik Islam Indonesia yang dinamakan ‘Masyumi’ ” pungkas Ketua BPU-PPII A Cholil Ridwan yang didaulat membacakan Teks Deklarasi bertepatan dengan Milad Partai Masyumi yang ke 75.
Lewat ikrarnya yang dibacakan Cholil Ridwan, BPU-PPI menyampaikan bahwa Masyumi akan membawa Ajaran dan Hukum Islam agar bisa seiring dengan Indonesia. Pembacaan ikrar ini spontan disambut dengan takbir “Allahu Akbar” oleh Para Peserta Deklarasi.
Tampak hadir dalam Acara Deklarasi ini antara lain Prof Amien Rais, Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Ahmad Yani, Ridwan Saidi, Kiai Abdul Rosyid Syafei, Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban, dan beberapa Tokoh lainnya.
Menurut Cholil Ridwan saat itu, Partai Masyumi akan mengumumkan Struktur Majelis Syuro. Para Calonnya antara lain Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua, Mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban (MS Kaban), Wasekjen MUI Tengku Zulkarnain, Budayawan Ridwan Saidi, hingga Kiai Abdul Rosyid Syafei.
Melalui Siaran Persnya, salah satu tujuan dihidupkannya kembali Partai Masyumi adalah atas dasar kerinduan akan sepak terjang Masyumi di masa lampau. Menurut penggerak Masyumi saat ini, sedikit politisi partai politik yang memiliki ideologis dan kebijakan yang berintegritas. ” Mayoritas Para Politisi Masyumi adalah orang yang kuat pembelaannya terhadap Syariat Islam dan mampu menunjukkan solusi terbaik bagi bangsa Indonesia melalui Ajaran Islam Yang Rahmatan Lil ‘Alamin ” bunyi salah satu Siaran Pers Masyumi tersebut.
Sederet nama Tokoh Islam seperti Ustadz Abdul Somad (UAS) bahkan Habib Rizieq Sihab (HRS) digadang-gadang akan turut bergabung untuk membesarkan Partai Ideoligis yang bezaskan Islam ini. Bagaimana fakta dan kenyataannya ke depan, apakah Partai Masyumi Reborn ini akan kembali jaya seperti Tahun 1955 silam ?
SEJARAH DAN KEJAYAAN PARTAI MASYUMI
Partai Masyumi adalah sebuah Partai Politik Islam terbesar di Indonesia selama Era Demokrasi Liberal di Indonesia. Partai ini dilarang Pada Tahun 1960 oleh Presiden Sukarno karena diduga mendukung Pemberontakan PRRI.
Masyumi dibentuk Pada Tanggal 7 November 1945. Dalam waktu kurang dari setahun, Partai ini menjadi Partai Politik Terbesar di Indonesia. Selama Periode Demokrasi Liberal, Para Anggota Masyumi duduk di Dewan Perwakilan Rakyat dan beberapa Anggotanya terpilih sebagai Perdana Menteri Indonesia seperti Muhammad Natsir dan Burhanuddin Harahap.
Masyumi menduduki Posisi Kedua setelah PNI dalam Pemilu 1955. Mereka memenangkan 7.903.886 Suara. Suara ini, mewakili 20,9% Suara Rakyat Indonesia saat itu dan meraih 57 Kursi di Parlemen. Masyumi termasuk populer di daerah modernis Islam seperti Sumatera Barat, Jakarta, dan Aceh.
Memang, 51,3% Suara Masyumi berasal dari Jawa, tetapi Masyumi merupakan Partai yang dominan untuk daerah-daerah di luar Jawa, dan merupakan Partai Terdepan bagi Sepertiga Orang yang tinggal di Luar Jawa. Di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi, Masyumi memperoleh Jumlah Suara yang signifikan. Di Sumatra 42,8% memilih Masyumi, Kalimantan mencapai 32%, sedangkan untuk Sulawesi mencapai 33,9%.
Menurut sejarahnya, Pada Tahun 1958 beberapa Anggota Masyumi bergabung dengan pemberontakan PRRI. Akibatnya, Pada Tahun 1960 Masyumi bersama dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dilarang oleh Presiden Soekarno. Setelah pelarangan tersebut, Para Anggota dan Pengikut Masyumi mendirikan Keluarga Bulan Bintang untuk mengkampanyekan Hukum Syariah dan Ajarannya.
Pernah ada upaya untuk membangkitkan kembali Partai ini selama Masa Transisi ke Orde Baru, tetapi tidak diizinkan. Setelah kejatuhan Soeharto Pada Tahun 1998, upaya lain untuk membangkitkan partai ini kembali dilakukan, namun yang terjadi adalah bahwa Para Pengikut Masyumi justru mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB), yang berpartisipasi dalam pemilihan legislatif Tahun 1999, 2004, 2009, dan 2019 tetapi hasilnya jauh dari harapan. (Redaksi)