572 views

KPK dan Mendagri Beri Peringatan Keras Kepada Oknum Kepala Daerah Yang Memanfaatkan Momen Bantuan Covid-19 Untuk Kepentingan Politik Pribadi

BATAM-LH: Dugaan adanya Oknum Kepala Daerah yang memanfaatkan Momen Pemberian Bantuan Pemerintah yang bersumber dari Uang Negara terhadap Masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama untuk kepentingan politik menjelang Pilkada Serentak 2020 hangat diperbincangkan akhir-akhir ini. Dengan kata lain, diduga ada upaya “mencari kesempatan dalam kesempitan”. Dugaan ini bukan tanpa alasan, sebab banyak ditemukan Oknum Kepala Daerah yang diduga melakukan Politisasi Pencitraan dengan cara memasukkan program kepentingan politiknya pada momen-momen Pembagian Bantuan Covid-19 kepada Warga Penerima Bantuan yang sumber Anggarannnya berasal dari Uang Negara baik itu bersumber dari APBN maupun APBD. Dugaan Politisasi ini, ada yang halus, terselubung, dan ada pula yang kentara dan terang-terangan.

Ternyata, Penomena ini sudah sampai ke Gedung Merah Putih Rasuna Sahid Jakarta, baik atas hasil pantauan Lembaga Anti-Rasuah ini secara langsung maupun dari hasil Laporan Elemen Masyarakat. Atas dugaan ini, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memberikan Peringatan Keras. “ KPK menerima Laporan bahwa ada sejumlah Oknum Kepala Daerah yang mengambil kesempatan untuk meningkatkan Citra Diri di hadapan Masyarakat, dengan membonceng Penggunaan Dana Penanganan Covid-19 dari Pemerintah Pusat ” pungkas Firli (Sabtu, 11/07/2020-Red).

Masih menurut Firli, “ banyak Indikasi Penyelewengan Bantuan Corona yang KPK dengar dan terima. Ada Kepala Daerah yang memanfaatkan Dana Corona untuk Alat Kampanye. Salah satunya adalah memasang Wajah Mereka (Foto Oknum Yang Bersangkutan-Red) di Paket Bantuan Sosial. Bahkan, ada yang membuat Spanduk dan Cara- lainny. Tidak sedikit informasi perihal Cara Oknum Kepala Daerah Petahana yang hanya bermodalkan Selembar Stiker Foto atau Spanduk Raksasa mendompleng Bantuan Sosial yang berasal dari uang negara, bukan dari Kantong Pribadi Mereka” ujar Firli.

Untuk itu, Firli Bahuri memperingatkan bahwa KPK tidak akan segan-segan untuk menindak Para Oknum Kepala Daerah yang bersangkutan jika terbukti memanfaatkan Dana Covid-19 untuk kepentingan pribadinya. Lagi-lagi, Pimpinan Lembaga Anti-rasuah itu mengingatkan bahwa Oknum Kepala Daerah yang terbukti menyalahkgunakan Dana Bantuan Covid-19 itu diancam dengan Hukuman Mati. “ Hukuman Mati menanti, dan hanya persoalan waktu bagi kami (KPK) untuk mengungkap semua itu ” kata Ketua KPK itu.

Lebih lanjut, Firli Bahuri meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU dan KPUD) serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk segera bergerak menegur Oknum Kepala Daerah yang bersangkutan sebelum terlambat karena hal itu tidak dapat ditolerir dan dibiarkan. “ Itu untuk mengingatkan dan memberi sanksi Para Petahana yang menggunakan Program Penanganan Pandemi Covid-19 seperti Bansos untuk Pencitraan Diri yang marak terjadi jelang Pilkada Serentak yang tinggal menghitung hari ” tutup Firli.

Dayung bersambut, seirama dengan Ketua KPK, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga menegaskan kepada Seluruh Kepala Daerah yang akan maju di Pilkada Serentak 2020 untuk tidak menggunakan Dana Bantuan Sosial Covid-19 sebagai ajang Politik Kepentingan Pribadi. Dana Bansos hanya boleh dilabeli dengan identitas Pemerintah yang akan di salurkan kepada masyarakat. “ Saya larang Keras, Bansos yang akan di salurkan kepada masyarakat menggunakan label Pribadi dari Kepala Daerah namun yang digunakan adalah Identitas Lembaga Pemerintahan Sebagai Bagian identitas tata kelola keuangan “ ujar Mendagri.

“ Sasaran Bansos itu kan menyangkut fasilitas kesehatan, penangananan dampak Sosial-Ekonomi Covid-19, Sosial Safety Net. Ketiga hal tersebut merupakan suatu satu-kesatuan yang harus dilakukan secara parallel ” ungkap Mantan Kapolri itu.

Sebagai Bukti, bahwa Pemerintah Pusat sangat tegas soal ini, maka melalui Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran Pada 18 Mei 2020 terkait Pelaksanaan Pilkada. Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa Kepala Daerah yang akan kembali mengikuti Pilkada 2020 tidak diizinkan menggunakan Dana Bansos sebagai modal atau alat politik. “ Mengenai Bansos, tidak digunakan oleh Incumbent untuk Politik. Kami sudah keluarkan Surat Edaran tentang Masalah Validasi Data dan lain-lainnya, termasuk Bansos tidak boleh digunakan untuk Pilkada “ pungkas Tito sambil menunjukkan Surat Edaran yang dimaksudnya Pada Raker dengan Komisi II DPR-RI Secara Virtual (27/07/2020-Red).

Tito menegaskan, Petahana yang diketahui melanggar Surat Edaran Tersebut akan mendapatkan Sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah. “ Kalau dilanggar, Kami akan gunakan UU Nomor 23 Tahun 2014 itu. Mendagri dapat lakukan Teguran atau Sanksi ketika ada aturan yang dilanggar ” pungkas Tito.

Dari hasil pantauan liputanhukum.com (LH) dalam 3 bulan terakhir, banyak sekali indikasi penyalahgunaan wewenang dari Oknum Kepala Daerah terkait Penggunaan Dana Bantuan Covid-19 yang bersumber dari APBN dan APBD demi kepentingan Politik Pencitraan yang bersangkutan baik secara halus, terselubung, maupun yang terang-terangan. Untuk yang halus dan terselubung tentunya masih sulit untuk dipublikasi mengingat Kode Etik Jurnalistik dan Fakta-fakta Hukum yang belum terang benderang (Sumir). Namun, untuk yang diduga sudah terang-terangan dan Faktual akan dijadikan contoh sekaligus bukti kejadian.

Salah satu contoh sekaligus bukti kejadian adalah apa yang terjadi di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Dimana banyak sekali Stiker Bergambar Walikota Batam HMR yang ditempel di Kemasan Sembako Bantuan Sosial Covid-19 seperti di Kotak Indomie. Juga, Spanduk yang bergambar Ketua GOW yang Notabene adalah Istri Wali Kota Batam yang dibuat oleh Kelompok Masyarakat (diduga Oknum Pendukungnya) dalam Agenda Politik menjelang Pilkada Serentak yang kalau tidak ada aral melintang akan dilaksanakan Pemungutan Suara pada 9 Desember 2020 yang akan datang.

Sebagaimana sudah menjadi rahasia umum, bahwa Walikota Batam HMR berencana akan maju kembali memperebutkan Wali Kota Batam Pada Pilkada Serentak 2020 dan kembali menurut informasi yang berkembang akan berpasangan kembali dengan Wakil Walikota saat ini. Nah, walaupun belum didapatkan bukti berupa ajakan untuk memilih HMR pada Stiker dan Spanduk itu, karena memang belum ada kandidat resmi yang ditatapkan KPUD Batam, namun secara eksplisit patut diduga minimal sebagai politik pencitraan. Lagi pula, apa relevansinya harus membuat Gambar Walikota dan Wakil Walikota pada Bantuan itu ? Bukankah itu Anggaran Negara yang berasal dari APBN dan atau APBD ? Lain halnya, kalau Dana Bantuan itu bersumber dari Dana Pribadi yang bersangkutan.

Berdasarkan Regulasi yang ada, Prilaku itu juga tidak lah dapat dibenarkan. Selain pelarangannya diatur Pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah sebagaimana ditegaskan Mendagri Tito Karnavian, juga diatur di dalam UU No 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Salah satu Pasal yang dapat dijadikan rujukan atas kasus sejenis ini adalah Pasal 71 khususnya Ayat (1,3,4, dan 5). Berikut kutipan lengkap Pasal 71 UU No 10 Tahun 2016:

(1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.
(5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku “ demikian kutipan Pasal 71 UU No 10 Tahun 2016. (A.Rossano/Red)

VIDEO TERKAIT:

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.