**Oleh
ADVOKAT/PENGACARA J. MARBUN, SH, MH
Kuasa Hukum dari SYUKRIL FUADY
Kami dari Kantor ADVOKAT/PENGACARA J. MARBUN, SH, MH Kuasa Hukum dari SYUKRIL FUADY berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 028/-AP-JM/SKK/I/2019 Tangal 3 September 2019 Terkait permasalahan yang terjadi atas Kredit Bermasalah Klien Kami di CIMB NIAGA Cabang PKU Nomor 057/COMM/0055/PKU/2012. Sebagai contoh kasus bahwa Tahun 2004 merupakan Tahun Kelabu bagi Industri Perbankan dan Lembaga Pengawas Bank. Tahun tersebut ditutup dengan terungkapnya Skandal Bank Global Tbk. Pengurus dan sekaligus Pemilik Bank Tersebut melakukan Praktik Tidak Patut dilakukan oleh Seorang Bankir dan merupakan Tindakan Kriminal jika dilihat dari kacamata hukum.
Serangkaian Praktik Memalukan dan Berbau Kriminal telah terjadi di Bank tersebut. Mulai dari tidak bersedia memberikan dokumen dan tidak mau memberikan keterangan kepada Pengawas, berupaya memusnahkan dokumen sampai menerbitkan Surat Ber-Harga Fiktif. Sepak terjang Bank Global berakhir dengan pembekuan dan Pada 13 Januari 2005 dicabut izin usahanya.
Semakin maraknya kejahatan perbankan yang terjadi saat ini, mengakibatkan perlunya penguatan atas segala upaya untuk mencegah serta memberantas kejahatan perbankan tersebut. Pengawasan pun menjadi salah satu alternatifnya. Tindakan pengawasan terhadap Bank ini pun dipandang sangat penting guna memelihara kepercayaan masyarakat (Nasabah) terhadap Bank itu sendiri serta agar dapat mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, seperti yang menjadi tujuan dari Bank Indonesia.
Bentuk pengawasan yaitu Pengawasan Eksternal, Pengawasan Internal dan Pengawasan Masyarakat. Apabila berjalan secara efektif dipastikan kejahatan perbankan dapat diminimalisasikan dan tidak lagi mewarnai industri perbankan.
Dalam rangka kesamaan persepsi atas pengertian Tindak Pidana Perbankan, Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.12/35/INTERN Tanggal 23 Juli 2010 Tentang Pedoman Mekanisme Koordinasi Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan, memberikan pengertian Tindak Pidana Perbankan sebagai Tindak Pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (UndangUndang Perbankan Syariah).
Unsur-unsur Tindak Pidana meliputi Subyek (Pelaku) dan Wujud Perbuatannya baik yang Bersifat Positif yaitu melakukan suatu perbuatan, maupun yang Bersifat Negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan. Undang-Undang Perbankan membedakan Sanksi Pidana kedalam Dua Bentuk, yaitu kejahatan dan Pelanggaran.
Tindak pidana perbankan dengan kategori Kejahatan terdiri dari Tujuh, yaitu Pasal 46,47, 47A, 48 ayat (1), 49, 50, dan Pasal 50A. Sementara itu, Tindak pidana perbankan dengan kategori Pelanggaran dengan sanksi pidana yang lebih ringan daripada tindak pidana yang digolongkan sebagai kejahatan, terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 48 ayat (2).
Penggolongan Tindak Pidana Perbankan ke dalam Kejahatan didasarkan pada pengenaan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan.
Koordinasi antara Bank Indonesia dan Penegak Hukum telah dilaksanakan sejak tahun 1997 dengan penetapan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Gubernur Bank Indonesia No.KEP- 126/JA/11/1997, KEP/10/XI/1997, No.30/6/KEP/GBI tanggal 6 November 1997 Tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana di Bidang Perbankan, yang kemudian pada Tanggal 20 Desember 2004 diganti dengan Surat Keputusan Bersama No. KEP 902/A/J.A/12/2004; No.POL:Skep/924/XII/ 2004; dan No. 6/91/KEP.GBI/2004 Tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan (SKB Tindak pidana perbankan), dan akhirnya Pada Tanggal 19 Desember 2011 diganti dengan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia No. 13/104/KEP.GBI/2011, No. B/31/XII/2011, No. Kep261/A/JA/12/2011 Tentang Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan.
Dimensi bentuk Tindak Pidana di bidang perbankan dapat berupa Tindak Pidana Seseorang terhadap Bank, Tindak Pidana Bank terhadap Bank lain, ataupun Tindak Pidana Bank terhadap Perorangan, sehingga bank dapat menjadi Korban ataupun Pelaku.
Sedangkan dimensi Ruang Tindak Pidana di bidang perbankan tidak terbatas pada suatu tempat tertentu, namun dapat melewati batas-batas teritorial suatu Negara. Demikian pula dengan dimensi waktu, tindak pidana di bidang perbankan dapat terjadi seketika, namun dapat pula berlangsung beberapa lama. Sementara itu, Ruang Lingkup terjadinya Tindak Pidana di bidang perbankan dapat terjadi pada keseluruhan lingkup kehidupan dunia perbankan atau yang sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan dan mencakup dengan lembaga keuangan lainnya.
Terkait dengan permasalahan yang dialami oleh Klian Kami sebagai berikut, sebagai upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran itulah masyarakat harus berperan aktif melakukan fungsi control terhadap kinerja bank yang ada. Sebagai Kuasa Hukum Sdr SYUKRIL FUADY sesuai perjanjian kredit diatas, kami melakukan verifikasi atas dokumen dokumen mengenai proses kredit di CMB NIAGA Cab PKU, kami menemukan banyak kejanggalan dalam peoses perjalanan kredit tersebut sehingga perlu dilakukannya pengecekan data secara teliti bagaimana perjanjian kredit tersebut terjadi.
Sebagai lembaga keuangan yang mengelola dana nasabah, Bank diwajibkan secara tegas untuk melakukan pelayanan secara transparan, terukur dan bertang jawab. Kredit adalah salah satu solusi dari pemerintah melalui perbankan utk dapat menjadi mitra bagi dunia usaha terutama pengusaha daerah atau dalam pengertian pengusaha yang tidak memilki modal financial, berbagai fasilitas pun ditawarkan oleh Semua Bank yang ada di Negeri ini, mulai dari Bunga Yang Rendah hingga Kredit Tanpa Agunan (KTA).
Namun demikian, Bank tetap harus mengutamakan Keamanan Bagi Bank Itu Sendiri juga Bagi Nasabah yang mengajukan kredit, sehinga sebagai mitra antara Kreditur dan Debitur dapat berjalan harmonis tanpa ada pihak yang dirugikan. Standard Operation Prosedur (SOP) dalam pengajuan kredit pun sudah dimiliki setiap bank , jadi tidak bisa Pihak Bank memberikan kredit tanpa mengutamakan aspek legalitas dan keperluan dari kredit yang di ajukan.
Berbeda dengan kasus Klien Kami, pada saat awal pengajuan kredit harusnya klien kami/Debitur menyerahkan Jaminan Pembayaran (Standing Instruction) dari PT ARTINDO UTAMA kepada Pihak Bank CIMB NIAGA Cabang Pekanbaru karena itu salah satu syarat yang dibuat dalam Perjanjian kredit, namun faktanya ketika Jaminan Pembayaran/SI tidak ada Pihak CIMB NIAGA Cabang PEKANBARU tetap mencairkan kredit walau Klien Kami sudah menjelaskan bahwa PT ARTINDO UTAMA tidak mampu memberikan Jaminan Pembayara/SI.
Sejak awal Pencairan Kredit tersebut, sebagai Debitur Klien Kami tidak pernah secara langsung atau tidak langsung menggunakan dana itu melainkan Pihak Bank CMB NIAGA Cabang PKU yang melakukannya. Kami mengira, karena kredit ini yang dijadikan Jaminan adalah Kendaraan yang dibeli mungkin sudah sewajarnya Pihak Bank bersikap begitu tetapi harus atas persetujuan dari Pihak Debitur. Sebab, jika penggunaan uang tersebut bermasalah tentu saja yg menanggung resiko adalah Debitur.
Fakta ini kami temukan, ketika Klien Kami melakukan Pembayaran Angsuran sesuai Perjanjian, teryata Dana Kredit Untuk Membeli 16 (Enam Belas ) Unit Kendaraan Operasional itu faktanya Pihak Bank CIMB NIAGA Cabang PEKANBARU hanya membeli 14 (Empat Belas) Unit Kendaraan, padahal angsuran yang dibayarkan Klien Kami atau Debitur sebanyak 16 (Enam Belas) Unit.
Akibatnya, timbullah masalah antara Kreditur dengan Pemberi Pekerjaan dalam hal ini PT ARTINDO UTAMA karena Unit Kendaraan Operasional kurang 2 (Dua) Unit sehingga Debitur dalam hal ini Klien Kami harus Menyewa 2 (Dua) Unit Kenderaan Pengganti pada Pihak Lain.
Ketika kami tanyakan pada Klien Kami. bahwa sejak awal Klien Kami juga mempertanyakan seharusnya Jumlah Unit Sesuai Kontrak Klien Kami dengan PT ARTINDO UTAMA sebanyak 16 (Enam Belas) Unit tetapi Fakta di Lapangan hanya 14 (Empat Belas) Unit, dan Klien Kami harus tetap membayar Angsuran untuk 16 (Enam Belas) Unit Pada Pihak Bank CMB NIAGA tidak ada jawaban yang membuat Klien Kami mengerti atas masalah yang terjadi sebenarnya. Ini adalah semata-mata kepolosan dan keluguan dari Klien Kami yang berpikir sudah dibantu oleh Pihak Bank CIMB NIAGA Cabang PKU. Jadi, tidak mungkin dirinya dibuat susah.
Lalu kemana kendaraan yang 2 (Dua) Unit itu dan bagaimana dengan Angsuran yang dibayarkan Untuk 16 (Enam Belas) padahal faktanya hanya (Empat Belas) Unit dan ada beberapa lagi dugaan pelanggaran dari CIMB NIAGA Cabang PEKANBARU sehingga kami akan melaporkan permasalahan ini kepada Pihak Polda Riau.
Tulisan ini merupakan **Disclaimer : Kanal Opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab Penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai Aturan Pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan Hak Jawabnya kepada Penulis Opini, dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.**