MUSI RAWAS-LH: Sepertinya ancaman Hukuman Mati bagi Pelaku Korupsi terkait Penyalahgunaan Dana Covid-19 termasuk dalam hal ini dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dicanangkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri yang sempat Viral diberbagai Media beberapa waktu yang lalu mendapat ujian sekaligus tantangan. Terbukti di Desa Banpres Kecamatan Tua Negeri Kabupaten Musi Rawas, telah terjadi pemotongan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dilakukan oleh Perangkat Desa yang dalam hal ini dilakukan oleh Kadus dan Anggota BPD setempat namun yang bersangkutan hanya dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bukan Pasal 2-nya yang mengatur tentang Ancaman Pidana Mati.
“ Pasal 12; Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); Huruf (e): Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri “ demikian kutipan Pasal 12 Huruf (e) UU UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah menjadi UU no 20 Tahun 2001.
Secara Kronologis, kasus yag sudah ditangani Polres Musirawas ini berawal Pada Hari Kamis 21 Mei 2020 di Balai Desa Banpres KecamatanTuah Negeri Kabupaten Musirawas terjadi Penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pada saat penyaluran BLT yang bersumber dari dana desa tersebut diputuskan ada 91 Kepala Keluarga di Desa Banpres yang mendapatkan BLT itu dengan masing-masing KK mendapatkan Uang Tunai sebesar Enam Ratus Ribu Rupiah. Didalam penyaluran tersebut untuk Dusun 1 yang berhak mendapatkan bantuan ada Dua Puluh Tiga KK.
Modus yang digunakan Tersangka dalam hal ini Kadus 1 Ahmad Mudori (33 Tahun) dan Anggota BPD Efendi (40 Tahun) adalah dengan mendatangi kembali Ke-23 KK tersebut ke rumah masing-masing dan mengambil/memotong Rp 200.000,- Per KK. Namun yang terkumpul saat itu hanya dari 18 Orang dengan Total Rp 3.600.000,-.
Atas pemotongan uang BLT DD tersebut, Warga merasa keberatan dan mengadukan peristiwa tersebut kepada Kepala Desa Banpres Sugino. Atas dasar Laporan keberatan dari Para Warga Tersebut, kemudian Pada Hari Kamis Tanggal 28 Mei 2020 Kasus ini dilaporkan ke Polres Musi Rawas.
Setelah menerima Laporan dari masyarakat, Unit Saberpungli dan Tipidkor Sat Reskrim Polres Musi Rawas melakukan Penyelidikan dan Pengumpulan Dokumen serta keterangan yang kemudian melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Selanjutnya, dilakukan Gelar Perkara. Akirnya Pihak Penyidik menemukan Dua Alat Bukti Yang Cukup, sehingga penyidik melakukan pemanggilan terhadap Kadus 1 Ahmad Mudori dan Anggota BPD Efendi untuk selanjutnya dimintai keterangan dan terakhir ditetapkan sebagai tersangka serta Keduanya ditahan di Mapolres Musirawas Sumatera Selatan.
Terkait kasus ini, Kapolres Musi Rawas AKBP Efrannedy, SIK Mengatakan ” ini hasil dari pelacakan dari Tim Cyber Kami dan Pelaporan Masyarakat yang setelah dilakukan Gelar Perkara untuk semua bukti hingga tersangka ini kami tahan ” ujar Kapolres.
Akibat perbuatan tersebut kedua tersangka disangkakan dengan Pasal 12 huruf (e) UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut digunakan dikarenakan Kedua Pelaku merupakan Perangkat Desa yang mendapat gaji yang bersumber dari Anggaran Negara dan atau Anggaran Daerah berdasarkan Permendagri No 110 Tahun 2016 dan Keputusan Bupati Musi Rawas No. 783/KPTS/DPMD/2019 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Anggota BPD. Dan uang yang dipotong merupakan uang yang bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran 2020 yang Direfocusing untuk Covid-19.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah kasus ini dapat dijerat dengan Pasal 2 UU Tentang Tipikor yang mengatur Tentang Ancaman Hukuman Mati ? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat Pasal 2 UU Tipikor dan bagaimana penerapannya serta apa syarat sehingga Pasal ini dapat diterapkan bagi Pelakunya.
” Pasal 2; Ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar;
Ayat (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan “ demikian bunyi Pasal 2 (1 & 2) UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .
Pada Penjelasan Pasal 2 (2) dijelaskan apa yang dimaksud dengan keadaan tertentu. “ Yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi apabila Tindak Pidana Tersebut dilakukan Pada Waktu Negara Dalam Keadaan Bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Pada Waktu Terjadi Bencana Alam Nasional, sebagai Pengulangan Tindak Pidana Korupsi, atau Pada Waktu Negara Dalam Keadaan Krisis Ekonomi dan Moneter “ begitu bunyi penjelasan dari Pasal 2 ayat 2 UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut.
Pertanyaan berikutnya adalah Apa Dasar Hukum yang dapat dipakai untuk meyatakan Wabah Pandemi Virus Corona (Covid-19) ini sebagai Keadaan Tertentu (Negara Dalam Keadaan Bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Pada Waktu Terjadi Bencana Alam Nasional, sebagai Pengulangan Tindak Pidana Korupsi, atau Pada Waktu Negara Dalam Keadaan Krisis Ekonomi dan Moneter) sebagaimana yang dimaksudkan UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut ? Hal ini terjawab dengan telah terbitnya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. Artinya, dengan terbitnya Kepres No 12 Tahun 2020 tidak ada alasan lagi bagi Penegak Hukum untuk tidak dapat menerapkan Hukuman Mati bagi Para Koruptor yang menyalahgunakan Dana Bantuan Covid- 19. (Epran/Tim/Red)