3,875 views

Sejarah dan Kronologis Kasus Jiwasraya, Proses Hukum, Tanggapan Para Tokoh, Serta Siapa Yang Harus Bertanggung Jawab

“ Saya yakin, Presiden Jokowi juga ingin penyimpangan-penyimpangan serius ini bisa diungkap semuanya, dan yang bersalah diberikan sanksi yang adil. Pasti Presiden Jokowi tidak ingin ada permasalahan serius terbiarkan dan terus berlangsung, sehingga Negeri ini menyimpan banyak “bom waktu”. Bom waktu yang setiap saat bisa meledak dan mengakibatkan terjadinya krisis besar. Pasti pula presiden kita ingin mengakhiri masa jabatannya dengan baik dan tidak membiarkan terjadinya skandal-skandal berskala besar yang sangat melukai hati rakyat kita “ tulis SBY lewat FB-nya (27/01/2020-Red)

JAKARTA-LH: Cikal bakal mulai terkuaknya Kasus Jiwasraya berawal saat Meneteri BUMN Rini Soemarno menerima laporan dari Direktur Utama Jiwasraya Asmawi Syam yang baru dilantik Pertengahan Tahun 2018 yang lalu. Dari dasar laporan tersebut-lah diketahui bahwa Jiwasraya mengalami Gagal Bayar Polis Asuransi Produk JS Saving Plan. Dari laporan itu juga diketahui bahwa adanya cadangan kerugian dalam jumlah besar yang belum dihapusbukukan dan dibiarkan OJK dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhousecoopers (PWC). Publik-pun tidak tahu sebelumnya karena datanya disimpan erat perusahaan. Rumitnya lagi, kerugian itu terjadi melalui pembelian saham di publik yang baru diketahui saat saham akan dijual kembali untuk membayar kewajiban.

Menteri Rini pun lalu menugaskan BPKP melakukan Audit Ulang Pada Desember 2018 dan ditemukan Fraud pada Sisi Investasi. Sejak saat itu, mulai beredar nama-nama pelaku dan laporan keuangannya dikoreksi yang berakibat nilai kerugian di Tahun 2019 membengkak menjadi Rp 13,6 Triliun bahkan terakhir menembus angka Rp 13,7 Triliun.

Sejak saat itu, mulailah kasus ini terpublikasi dan diketahui masyarakat luas termasuk Para Aktivis Ekonom, Aktivis Hukum, LSM, dan Para Pegiat lainnya. Pandangannya pun beraneka ragam soal kasus yang membelit salah satu Perusahaan BUMN ini. Salah seorang Aktivis Ekonom dari INDEF ( Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira saat itu memberikan pendapatnya “ Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) rentan terhadap kelangsungan bisnis asuransi ke depannya. Hal ini lantaran Para Pemegang Polis belum juga mendapatkan pencairan dari Jiwasraya. Oleh karena itu, kami mendorong Pemerintah Selaku Pemilik Jiwasraya untuk mempercepat penyelesaian kasus ini, baik Secara Struktural Maupun Hukum “ pungkas Ekonom itu sambil mengusulkan agar Jiwasraya menerbitkan Surat Utang demi mendapatkan dana segar untuk membayar tunggakan klaim, meski hal itu akan dilakukan secara bertahap.

Aktivis dan atau ahli lainnya kemudian mempertanyakan, apakah dengan Konsep ini akan menyelesaikan Persoalan ini secara tuntas ? Tentu tak sesederhana itu.

Terkait hal ini, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) RI menyebut kasus gagal bayar polis asuransi Jiwasraya merupakan masalah yang sangat kompleks. Bahkan jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan. ” Semua yang terlibat ini kompleks masalahnya. Tidak seperti yang teman-teman duga, ini jauh lebih kompleks dari teman-teman yang bisa bayangkan,” papar Ketua BPK Agung Firman Sampurna (Senin, 06/01/2020-Red).

Masih menurut Ketua BPK-RI, “ melihat kompleks-nya kasus ini maka BPK bersama Kejaksaan Agung RI serta Pemangku Kepentingan lainnya akan melakukan Official Announcement (Pernyataan/Pemberitahuan Resmi-Red) “ ujar Agung Firman Sampurna.

Sejarah Secara Kronologis Terjadinya Masalah Keuangan Di Tubuh Jiwasraya

Persoalan Keuangan di Tubuh Perusahan Asuransi Tertua di Indonesia ini (Jiwasraya-Red) ternyata sudah terjadi sejak Tahun 2006. Hal ini terbukti dimana pada saat itu, Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan Ekuitas Jiwasraya Tercatat Negatif Rp3, 29 Triliun. Kemudian Pada Tahun 2008, BPK-RI memberikan Opini Disclaimer (Tidak Menyatakan Pendapat-Red) untuk Laporan Keuangan Jiwasraya 2006-2007 dengan alasan Penyajian Informasi Cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit Keuangan Perusahaan Milik Negara itu semakin meningkat, yakni Rp 5,7 Triliun Pada Tahun 2008 dan bahkan semakin Depisit lagi Pada Tahun 2009 menjadi Rp 6,3 Triliun.

Selanjutnya Pada Tahun 2010-2012, Jiwasraya melanjutkan Skema Reasuransi dan Mencatatkan Surplus Sebesar Rp1,3 Triliun Pada Akhir 2011. Terkait Situasi yang sedikit menggembirakan ini, Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatawarta menyatakan Metode Reasuransi merupakan Penyelesaian Sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari Reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis. Oleh karena alasan itulah maka Pada Bulan Mei Tahun 2012 kemudian Isa Rachmatawarta menolak permohonan perpanjangan Reasuransi. Sehingga Laporan keuangan Jiwasraya Tahun 2011 dinyatakan tidak mencerminkan angka yang wajar.

Jurus baru keluar lagi, Pada Tanggal 18 Desember Tahun 2012, Bapepam-LK memberikan Izin Produk JS Proteksi Plan. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (Bancassurance). Ternyata jurus ini bukannya mengobati, tetapi malah menambah sakit Jiwasraya dikerenakan menawarkan Bunga yang Terlalu Tinggi, yakni 9% – 13%. Yang lebih naïf lagi, ditengah-tengah kondisi keuangan perusahaan yang defisit, di Tahun 2014 Jiwasraya masih berani menggelontorkan Sponsor untuk Klub Sepakbola Asal Inggris, Manchester City.

Hari berganti Bulan, Bulan berganti Tahun, akhirnya Pada Tahun 2017 menurut Laporan Keuangan Jiwasraya bahwa kondisi keuangan Perusahaan Plat Merah itu positif dan membaik. Pendapatan Premi dari Produk JS Saving Plan mencapai Rp 21 Triliun. Selain itu, Perusaan juga meraup laba sebesar Rp 2,4 Triliun. Artinya ada kenaikan 37,64% dari tahun sebelumnya (Tahun 2016). Salah satu catatan penting, diduga bahwa membaiknya kondisi keuangan Perusahaan ini dalam kurun waktu (Tahun 2013-2017) dikarenakan penjualan produk JS Saving Plan dengan Sistem Periode Pencairan Setiap Tahun.

Situasi menggembirakan ini tiba-tiba buyar di Tahun 2018, ketika itu  Direktur Pengawasan Asuransi OJK Ahmad Nasrullah menerbitkan surat pengesahan Cadangan Premi 2016 sebesar Rp 10,9 Triliun. Tidak berselang lama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Akibatnya, kembali terjadi kegoncangan, Nasabah mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama. Akhirnya, Pada Bulan Mei Tahun yang sama (2018-Red) Para Pemegang Saham menunjuk Asmawi Syam sebagai Direktur Utama Jiwasraya.

Di bawah kepemimpinanya, Asmawi Syam melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN. Kejanggalan yang dilaporkan Asmawi Syam dibenarkan dengan Hasil Audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 Mengoreksi laporan keuangan Interim dari Laba sebesar Rp 2,4 Triliun menjadi Hanya Rp 428 Miliar. Sangat Pantastis memang !

Akibat situasi yang semakin memburuk ini maka Agustus 2018, Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan Direksi Jiwasraya untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Rini juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan Audit Investigasi terhadap Jiwasraya. Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perseroan Plat Merah itu mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar   Rp 802 Miliar.

Ditengah kebingungan itu, Pada Bulan Nopember 2018, Lagi-lagi Pemegang Saham mengganti Dirut Jiwasraya Asmawi Syam dengan Hexana Tri Sasongko. Dibawah kepemimpinan Hexana menyampaikan bahwa Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp 32,89 Triliun untuk memenuhi Rasio Solvabilitas (RBC) 120%. Yang mengagetkan lagi, Aset Perusahaan tercatat hanya tinggal sebesar Rp 23,26 Triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp 50,5 Triliun. Artinya, Ekuitas Jiwasraya Negatif Sebesar Rp 27,24 Triliun. Sementara itu, Liabilitas dari Produk JS Saving Plan yang Bermasalah Tercatat Sebesar Rp15,75 Triliun.

Saat kepempinan baru di Kementerian BUMN (Kabinet Indonesia Maju 2019-2924-Red), Eric Tohir mengaku melaporkan adanya indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan. Kementerian BUMN dibawah kepemimpinan Eric Tohir juga mensinyalir Investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya.

Proses Hukum, Penetapan dan Penahanan 5 Tersangka

Awalnya kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Pada Saat di Kejati DKI Jakarta-pun sebenarnya Sudah naik statusnya ke tahap Penyidikan. ” Dari hasil penyelidikan telah didapatkan bukti permulaan yang cukup dan ditingkatkan ke Tahap Penyidikan ” pungkas  Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nirwan Nawawi dalam keterangan Pers-nya saat itu (28/11/2019-Red). Namun untuk memudahkan Penyidikan, Kejaksaan Agung pun telah menarik seluruh penanganan kasus ini. ” Yang di Kejati DKI kami tarik semua karena wilayah tindak pidananya seluruh Indonesia,” ujar Kajagung Sanitiar (ST) Burhanuddin (10/12/2019-Red).

Akhirnya setelah ditarik Ke Kejagung, menurut Penyidikan Kejagung Ada Pelanggaran Prinsip Kehati-Hatian Dalam Berinvestasi dalam kasus ini. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana Investasi Pada Aset-Aset Berisiko. 

Terakhir, Kejagung meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal 10 nama yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya. Kesepuluh yang dicekal itu masing-masing berinisial HH, BT, AS, GLA, ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.

Pada Tanggal 15 Januari 2020 akhirnya Kejaksaan Agung RI Menetapkan 5 Orang Tersangka sekaligus menjebloskan kelima orang tersebut ke Penjara yang penempatan sel-nya berbeda-beda. Ke-5 orang tersebut adalah:
1. Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro;
2. Eks Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim;
3. Eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo;
4. Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat; dan
5. Eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Siapa Saja Yang Harus Bertanggung Jawab Atas Kasus Jiwasraya ?

Untuk menjawab pertanyaan ini, ada beberapa pendapat dari berbagai Pihak. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa pihak yang paling bertanggung jawab atas gagal bayar polis seperti kasus Jiwasraya atau perusahaan asuransi lainnya adalah pemegang saham. Hal ini disampaikan oleh Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo. Menurutnya, Regulator merupakan Penjaga Lapis Ketiga atas kondisi industri. Pihak yang seharusnya memiliki peran lebih besar adalah pemegang saham sebagai pemilik atau lapis pertama dan komisaris sebagai lapis kedua. ” Ini bukan dalam konteks defensif atau membela diri, tapi yang pertama harus mengatasi masalah itu kan pemilik, kemudian untuk mengawasi jalannya perusahaan ini biasanya menunjuk komisaris untuk melakukan pengawasan,” pungkas Anto Prabowo kepada Para Awak Media (28/01/2020-Red).

Sementara mantan Sekretaris Menteri BUMN Periode 2005-2010 M. Said Didu berpendapat lain, bahwa yang paling harus bertanggung jawab adalah OJK. Said Didu mengatakan bahwa Ada Lima Alasan yang membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu diminta pertanggungjawaban atas kasus yang membelit Jiwasraya. ” OJK itu sebetulnya yang Menentukan Produk, Menentukan Orang, Menentukan Investasi, Menentukan Laporan Keuangan, dan Mensahkan Laporan Keuangan,” pungkas Mantan Sekretaris Menteri BUMN itu kepada Para Wartawan seusai diskusi bertajuk Skandal Dugaan Korupsi pada Perusahaan Asuransi Negara di Kampus UI Salemba (Rabu, 29/01/2020-Red).

Justru, M. Said Didu mempertanyakan Proses Hukum yang dianggapnya tidak menyentuh OJK. Padahal menurutnya, OJK adalah Pihak Pertama yang harus dimintai pertanggungjawaban atas kasus Jiwasraya ini. “ Sebagai Pengawas Keuangan, OJK wajib diproses secara hukum. Apakah dia ikut main ? Lalai ? Atau ada yang meminta dia diam ? Apapun yang terjadi dari tiga kemungkinan itu, ya OJK salah,” tegas Said Didu.

Sementara kalau kita merujuk kepada UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 Angka (5) mengamanahkan “ Organ Perseroan yang Berwenang dan Bertanggung Jawab Penuh Atas Pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar adalah DIREKSI “.

Terkait dengan Siapa pemilik Saham di PT Jiwasraya (Persero), menurut Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo bahwa ada Empat Perusahaan Plat Merah yang memiliki saham di PT Jiwasraya yaitu PT Bank Tabungan Negara Tbk, PT Pegadaian, PT Kereta Api Indonesia dan PT Telkomsel. Empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut menjadi pemegang saham Jiwasraya Putra, yang merupakan anak usaha besutan PT Jiwasraya (Persero). “ Secara umum, Jiwasraya masih menguasai saham anak usahanya yaitu 64% dari total saham. Menyusul saham BTN sekitar 20%, Telkomsel 13% dan sisanya yang lain “ ujar Gatot menjelaskan beberapa bulan yang lalu (30/09/2019-Red).

Ekses dan Eskalasi dari Kasus Jiwasraya Sudah Sangat Meluas 

Tidak urung, Mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) juga turut berkomentar melalui sebuah tulisan di Akun Facebook-nya yang diunggah Pada Tanggal 27 Januari 2020 berjudul “ PENYELESAIAN KASUS JIWASRAYA AKAN SELAMATKAN NEGARA DARI KRISIS YANG LEBIH BESAR “ . Ketua Umum Paratai Demokrat itu meminta agar ada pengusutan tuntas atas adanya dugaan uang dari PT Asuransi Jiwasraya yang digunakan untuk kepentingan Pemilu 2019 hingga Jiwasraya mengalami masalah keuangan.

Dalam tulisan di Akun FB-nya, Presiden RI Ke-6 itu meyampaikan keyakinannya bahwa Presiden Jokowi punya keinginan serius untuk mengungkap dan mengusut tuntas kasus ini. “ Saya yakin, Presiden Jokowi juga ingin penyimpangan-penyimpangan serius ini bisa diungkap semuanya, dan yang bersalah diberikan sanksi yang adil. Pasti Presiden Jokowi tidak ingin ada permasalahan serius terbiarkan dan terus berlangsung, sehingga Negeri ini menyimpan banyak “bom waktu”. Bom waktu yang setiap saat bisa meledak dan mengakibatkan terjadinya krisis besar. Pasti pula presiden kita ingin mengakhiri masa jabatannya dengan baik dan tidak membiarkan terjadinya skandal-skandal berskala besar yang sangat melukai hati rakyat kita “ tulis SBY lewat FB-nya (27/01/2020-Red).

Lewat tulisannya di Akun Facebook Milik-nya, SBY juga menginggung situasi di Parlemen yang menginginkan ada Pansus untuk mengusut kasus ini. “ Di kalangan DPR RI mulai dibicarakan desakan untuk membentuk Pansus. Tujuannya agar kasus besar Jiwasraya bisa diselidiki dan diselesaikan secara tuntas. Bahkan, menurut sejumlah anggota DPR RI dari Partai Demokrat, yang menggebu-gebu untuk membentuk Pansus juga dari kalangan partai-partai koalisi. Tentu ini menarik. Meskipun belakangan kita ketahui bahwa koalisi pendukung pemerintah lebih memilih Panja. Bukan Pansus “ demikian cuplikan tulisan yang ada di FB milik SBY itu.

Masih merilis Tulisan SBY melalui FB-nya, bahwa menurutnya ada 7 Arena Penyelidikan dan Penyelesaian Krisis Jiwasraya. “ Ada pertanyaan kunci yang harus dapat dijawab yaitu apa saja yang harus diselidiki? Hal ini amat penting agar keseluruhan penyimpangan dan kesalahan dalam kedua kasus besar ini dapat diungkap. Perbaikan menyeluruh dalam hal manajemen dan akuntabilitas keuangan BUMN-BUMN di masa depan sulit dilakukan, jika kita sendiri tidak terbuka dan tidak jujur atas berbagai permasalahan fundamental yang ada.
Menurut pendapat saya, paling tidak ada 7 arena investigasi yang harus disentuh atau dimasuki.
Arena 1: Berapa triliun jebolnya keuangan Jiwasraya?
Arena 2: Mengapa jebol?
Arena 3: Siapa yang bikin jebol?
Arena 4: Apakah memang ada uang yang mengalir dan digunakan untuk dana politik (pemilu)?
Arena 5: Berapa uang rakyat yang mesti dijamin & dikembalikan?
Arena 6: Adakah kaitan dan persamaan modus kejahatan kasus Jiwasraya dan kasus-kasus lain?
Arena 7: Bagaimana solusi & penyelesaiannya ke depan? “.

(Tim/Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.