LUBUKLINGGAU-LH: Lubuklinggau merupakan salah satu kota Madya dalam Wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang menjadi kebanggan Warga Sumatera Selatan. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab Kota Lubuklinggau merupakan Kota yang berada pada Segi Tiga Emas Sumsel. Lubuklinggau dari arah Lahat dan Sekayu menuju Provinsi Bengkulu dan menuju arah Provinsi Jambi, sehingga Lubuklinggau mengalami perkembangan yang begitu pesat dalam segala aspek terutama dalam perkembangan kota dan perekonomian. Hal ini terbukti dengan menjamurnya Pengembang Perumahan, Perusahaan, Penginapan, Wisma, Perhotelan sampai ke Perbankkan. Ini membuktikan Perekonomian rakyat Kota Lubuklinggau sangat stabil.
Masyarakat Sekitar Pembangunan Hotel Dzura Mengeluh
Hotel Dzura yang terletak di Kelurahan Batu Urip Tabah, Kecamatan Lubuklinggau Timur I, Kota Lubuk Linggau yang Peletakan Batu Pertamanya dilakukan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Selatan H. Herman Deruh awal tahung 2019 yang lalu.
Awalnya masyarakat kota Lubuklinggau sangat bangga karena akan dibangun Hotel berkelas yang memiliki 7 lantai. “ Sebelumnya, belum ada Hotel yang seperti itu “ ujar Asep warga RT 3 Kelurahan Batu Urip Kecamatan Lubulinggau Timur I saat di temui LH di kediamannya (Selas, Pukul 16.34 WIB, 21/01/2020-Red).
Kemudian Asef melanjutkan ceritanya terkait kisah Hotel Lantai 7 itu. “ Namun setelah pelaksanaan pembangunan berjalan kami baru kena dampaknya. Ketika mereka menanamkan Tiang Paku Bumi untuk Hotel Tersebut dengan getaran alat berat yang menghempaskan tiang besar tersebut, rumah kami mengalami kerusakan atau retak pada dinding di beberapa tempat sehingga kami sekeluarga merasa cemas dan ketakutan. Kami sudah melaporkan kepada Ketua RT, namun sampai saat ini rumah kami masih belum diperbaiki, Jangankan untuk diperbaiki Pemilik Hotel yang bernama Pak Hendri yang juga sebagai PNS di Pemkab Musi Rawas untuk sekedar berkunjung aja menunjukkan rasa bersalahnya tidak pernah sama sekali “ kisah Pak Asef kepada LH.
Kisah yang sama juga disampaikan Istri Pak Sunardi. “ Setelah kami melaporkan kejadian ini kepada Pak RT, kami didatangi oleh tukang yang bekerja di Hotel Tersebut dan langsung rumah kami yang retak itu dipolesinya dengan semen, entah apa jadinya nanti, apa ada jaminan kalau rumah kami yang retak ini tidak rusak atau runtuh “ tutur Nyonya Sunardi yang meminta untuk tidak menulis namanya (Selasa, Pukul 17.00 WIB, 21/01/2020-Red).
Masih menurut Ny. Sunardi, “ Kami warga disini sangat terganggu sekali dengan adanya pembangunan hotel ini karena mereka kerja sampai Jam 02 Malam. Suara mereka kerja yang sangat hingar bingar atau sangat bising. Kalau Sampai Jam 22.00 WIB kami masih dapat memakluminya. Tapi kalau sudah sampai Jam 02.00 dini hari, kapan lagi kami mau beristirahat. Sementara kami pagi pagi sudah bangun untuk berangkat kerja “ keluh Ny. Sunardi sedih.
Warga lainnya adalah RM yang kediamannya bersebelahan dengan lokasi pembangunan Hotel DZURA. Saat dihubungi Via Handphone-nya (selasa tgl 21-01-2020 jam 19;40 wib) membenarkan tentang adanya aktivitas pembangunan hotel tersebut sampai Jam 02:00 Pagi. “ Sementara warga sekitar banyak yang pekerja kasar, pergi pagi pulang malam dan mereka sangat membutuhkan waktu untuk istirahat, lantas kapan lagi mereka mau istirahat, dan itu tidak pernah terfikirkan baik oleh Pemilik Hotel apalagi oleh Pekerja yang membangun hotel tersebut “ pungkas RM (Selasa, Pukul 19.40 WIB, 21/01/2020-Red).
Masih menurut RM, “ awalnya pembangunan hotel ini tidak memenuhi SOP. Hal ini terbukti karena warning pengaman tidak pernah ada. Setelah material jatuh mengenai mobil saya, dan saya datangi barulah dipasang waring tersebut. Selain dari warning itu, semenjak pembanguna hotel ini saluran pembuangan air menjadi macet. Setiap hujan kami mengalami kebanjiran, itu karena gorong gorong yang di pinggir jalan tersumbat dan itu terjadi berkali kali setiap hari hujan “ ujar RM sembari mengakhiri perbincangan dengan LH.
Sampai berita ini ditayangkan, baik Pemilik Hotel Dzura Hendri maupun Pihak Instansi Terkait seperti Perizinan dan satpol PP belum dapat dikonfirmasi. (Tim LH Sumsel/Red)