721 views

AMPHT Bereaksi Keras Atas Pernyataan Gubsu Tentang Banjir Bandang Hatapang-Pematang Labura

RANTAUPRAPAT-LH: Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Indonesia atau Hari Gerakan Menanam Sejuta Pohon, Aliansi Masyarakat Peduli Hatapang (AMPHT) melakukan Aksi Protes atas Pernyataan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang menyatakan bahwa Banjir di Hatapang-Pematang bukan karena Illegal Logging tetapi Murni karena Alam, ada tebing gunung yang longsor. Pernyataan Gubsu ini disampaikan setelah melakukan Survey menggunakan Helikopter yang didampingi Kasdam Bukit Brigadir Jenderal TNI Untung Budiharto Barisan dan Wakapolda Sumatera Utara Brigjen. Pol. Mardiaz Kusin Dwihananto, S.I.K., M. Hum. pada Hari Rabu (08/01/2020-Red) sehari setelah RDP Komisi B DPRD Sumatera Utara terkait Banjir Bandang di hatapang-Pematang (07/01/2020-Red). Statement Orang Nomor Satu di Propinsi Sumatera Utara ini telah terpublikasi luas baik di Media Massa maupun di Media Sosial.           

Statement Gubernur Sumatera Utara ini telah mendapat reaksi protes dari berbagai pihak dan elemen masyarakat termasuk dari AMPHT. Sebagai bentuk penyaluran aspirasinya, kumpulan Para Aktivis Perduli Lingkungan Hidup ini melakukan Aksi berjalan kaki (Long March) mulai dari Masjid Agung sampai dengan Simpang Enam Rantauprapat (Jum’at, 10/01/2020-Red).

Aksi ini dimulai Ba’da Shalat Jum’at, tepatnya Pukul 14.00 WIB sampai dengan Pukul 17.00 WIB. Acara yang diisi dengan Orasi, Membaca Puisi, Pernyataan Sikap, Lagu-lagu Perjuangan dan Pergerakan ini dipusatkan di Bundaran Simpang Enam tidak jauh dari Mapolres Labuhanbatu. Acara diakhiri dengan Membaca Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Tepat Pukul 17.00 WIB.

Adapun yang menjadi Tuntutan Aksi adalah:
1. Mendesak Kepolisian untuk segera melakukan Forensik Legal Audit terkait legalitas PT LBI Secara Transparan. Sebab diduga kuat bahwa Banjir Bandang di Desa Hatapang dan Desa Pematang sangat efisien disebabkan oleh pembalakan hutan yang dilakukan oleh PT LBI;
2. Meminta PT LBI bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami masyarakat yang terkena dampak banjir, baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya Desa Hatapang dan Desa Pematang;
3. Meminta kepada Bupati Kabupaten Labuhanbatu untuk untuk menegur dan mengingatkan Bupati Labura agar melakukan upaya penanggulangan banjir secara serius dan intensif. Sebab, penggundulan hutan di Labura akan mengirim dampak negative kepda Masyarakat KabupatenLabuhanbatu;
4. Menghentikan seluruh Kegiatan Exploitasi Hutan di Hatapang dan Pematang Kecamatan Na: IX-X Labura, karena dikwatirkan terjadi banjir susulan akibat penggundulan hutan;
5. Meminta Bupati Labura untuk melakukan penanggulangan erosi dan banjir di Hatapang-Pematang secara serius. “

Diakhir Acara, Peserta Aksi juga menyampaikan sejumlah Tuntutan, yaitu:
1. Apabila Aksi Kami ini tidak ditanggapi dengan serius maka Kami akan melakukan Aksi yang lebih besar secara rutin dan bertingkat;
2. Bahwa menurut Analisa Kami, bahwa Banjir Bandang yang terjadi di Hatapang-Pematang Labura adalah akibat Pembalakan Liar (Illegal Logging-red), eksploitasi hutan secara membabi buta. Sebab secara koheren kami telah menganalisa dampak-dampak dari Pembalakan Hutan sejak sebelum kejadian Banjir Bandang;
3. Bahwa yang bertanggung jawab terhadap Banjir Bandang di Desa Hatapang dan Desa Pematang Kecamatan Na: IX-X, Kabupaten Labura adalah ulah dan tanggung jawab PT LBI dan Pemerintah Labura secara efisien. Oleh karena itu, maka PT LBI dan Pemerintah Labura harus bertanggung jawab baik secara hukum maupun secara moral. “

Ditengah-tengah sedang berjalannya Aksi, Wartawan LH sempat melakukan Wawancara dengan Koordinator Aksi Edy Syahputra Ritonga. Ketika dipertanyakan bagaimana pendapatnya tentang hasil RDP Komisi B DPRD Sumut, yang membahas topik yang sama dengan aksi yang dilakukan hari ini yaitu Masalah Banjir Bandang di Hatapang-Pemalang, yang berlangsung beberapa hari sebelum Aksi (Selasa, 07’01’2020-Red), dimana pada RDP tersebut Pihak DPRD Sumut Meminta Pemerintah Propinsi Sumut untuk memberikan Sanksi Administratif kepada PT LBI berupa Pencabutan dan atau tidak memperpanjang IPK perusahaan yang diduga penyebab banjir bandang di Hatapang-Pematang. Pertanyaan Wartawan LH kepada Edy Syahputra adalah Kenapa yang RDP-DPRD Sumut melalui Komisi B-nya tidak menyinggung soal Sanksi Pidana baik Pidana Badan maupun Pidana Denda sesuai yang diatur di dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ?

Terkait Pertanyaan ini, Edy Syahputra menanggapinya bahwa “ Masalah RDP kemarin kan DPRD sudah mendesak agar Pemerintah memberikan Sanksi, jadi kami disini sebagai Masyarakat Peduli terhadap Hutan Hatapang menuntut beberapa poin yaitu yang Pertama Mendesak Kepolisian untuk segera melakukan Forensik Legal Audit terkait legalitas PT LBI Secara Transparan. Sebab diduga kuat bahwa Banjir Bandang di Desa Hatapang dan Desa Pematang sangat efisien disebabkan oleh pembalakan hutan yang dilakukan oleh PT LBI “ demikian Cuplikan Wawancara dengan Koordinator Aksi tersebut (10/01/2020-Red).

VIDEO Wawancara Dengan Koordinator Aksi Edy Syahputra Ritonga:

Ditempat yang sama, dalam Orasinya Aktivis HMI Heriansyah Lubis menyesalkan Kesimpulan dan Pernyataan yang disampaikan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi setelah pulang dari Survey Lokasi Banjir Bandang yang sudah tersebar luas melalui Media Massa dan Media sosial. “ Ketika hari ini, Gebernur dan Wakapolda (Sumut-Red) turun ke bumi dimana tempat terjadinya Banjir Bandang (Rabu, 08/01/2020-Red), mereka sudah politisir untuk datang ke Siria-Ria bukan ke Desa Hatapang. Makanya beliau bilang terjadinya Banjir Bandang dikarenakan Alam yang menjerit. Sampaikan kepada Wakapolda, hari ini kami titip salam sama beliau, kalau mau tau dimana Banjir Bandang jumpai Aktivis Mahaiswa biar tau dimana tempat terjadinya Banjir Bandang “ begitu cuplikan Orasi berapi-api dari Heriansyah Lubis (10/01/2020-Red).

Terkait Pernyatan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang menyimpulkan bahwa tidak ada Praktek Illegal Logging di desa Hatapang dan Desa Pematang sebagai Penyebab Banjir Bandang, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Utara (Sumut) Dana Tarigan menyesalkan bahwa Pemerintah dalam hal ini Gubernur Sumut terlalu cepat mengambil keputusan dan Investigasinya Tidak Transparan. “ Pemerintah dan Kepolisian harus membuka hasil Investigasi dengan transparan ke publik. Ini terlalu cepat mengambil Keputusan dan Investigasinya ga Transparan,” pungkas Direktur WALHI Sumut, Dana Tarigan, sebagaimana dilansir oleh TRIBUN MEDAN.COM (Jum’at, Tayang Pukul 16.15 WIB, 10/01/2020-Red).

Masih menurut Dana Tarigan, sebagaiman dikutip dari TRIBUN MEDAN.COM bahwa Pihak Walhi Sumut tengah melakukan penelitian melalui Satelit untuk dapat menyimpulkan bahwa lokasi hutan di Labura telah mengalami kerusakan karena Ilegal Logging. ” Kita sedang meneliti melalui Citra Satelit dan sedang kita lakukan pendalaman ” pungkas Direktur Walhi Sumut itu kepada TRIBUN MEDAN.COM. Dalam kesempatan itu Dana Tarigan menambahkan bahwa lokasi hutan yang ada di Labura sudah sangat mengalami kerusakan karena maraknya Ilegal Logging.

Aksi yang dilakukan oleh Para Aktivis yang tergabung dalam  AMPHT, sampai selesai Pukul 17.00 WIB berjalan lancar dan tertib. Hampir ada rencana mau bakar ban bekas, namun berkat arahan dari Penanggung Jawab Aksi Nasir Wadiansyan Harahap, SH  rencana pembakaran ban dapat dibatalkan. Akhirnya Para Peserta Aksi membubarkan diri dengan tertib. (Afdillah/Red).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.