RANTAUPRAPAT-LH: “ Saya tidak bisa lagi pergi ke ladang sejak anak saya Setia Wantri Manik ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Rantauprapat “ keluh Rosmawati Purba saat ditemui LH dikediamannya Dusun Aek Beringin Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu Utara, sambil berurai airmata (Rabu, 09/10/2019-Red).
Rosmawati adalah Ibu Kandung dari Setia Wantri Manik yang saat ini ditahan di LP Rantauprapt dengan sangkaan Melakukan pencurian 5 Kg Karet Lump milik PT Socfindo Aek Natas. ” 13 Tahun lamanya saya menjanda sejak almarhum bapaknya Setia Wantri Manik meninggal dunia. Saat itu usia Setia Wantri Manik baru 6 Tahun. Menjadi Ibu sekaligus Bapak didalam mendidik dan membesarkan anak tentu sangatlah berat, tetapi harus Saya jalani dan lakoni, karena ini adalah takdir hidup Saya dari Tuhan” lirihnya.
Rosmawati melanjutkan keluh kesahnya kepada Wartawan LH “ Saat usia Setia Wantri Manik memasuki 10 Tahun dan sudah bisa mengendarai sepeda motor, beban Saya sedikit berkurang karena dia sudah bisa membantu membonceng saya ke ladang dan menyelesaikan pekerjaan di ladang. Akibat penahanan Setia Wanti Manik sekarang ini di LP Rantauprapat yang sudah 16 hari lamanya karena mencuri karet lump PT Socfindo sebanyak 5 Kg menyebabkan saya tidak bisa lagi ke ladang. Hanya persoalan 5 Kg karet lump yang nilainya paling sekitar Rp 40 Ribu, Polisi dan Pihak PT Socfindo tega menjebloskan anak saya ke penjara. Tapi, tidak masalah bagi Saya kalau memang hukum itu berlaku demikian, semua Saya pasrahkan saja kepada Tuhan sebab saya tidak memiliki daya dan upaya” pungkasnya pasrah.
Terkait kasus ini, Advokad sekaligus Aktivis/Pengurus LSM TIPAN-RI Labuhanbatu Suryadayan, SH saat dimintai pendapatnya Tentang penahanan Setia Wantri Manik mengatakan ” diterapkannya UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan kepada Setia Wantri Manik oleh Penegak Hukum dalam Hal ini Kepolisian dan Kejaksaan, khususnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas perbuatan Setia Wantri Manik yang mencuri karet Lump milik PT Socfindo sebanyak 5 Kg dengan taksiran kerugian kurang lebih Rp 40 Ribu Rupiah, bagi LSM TIPAN-RI tidak ada masalah dan malah lebih bagus. Artinya, ada upaya dari Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memperbaiki penegakan supremasi hukum terhadap pencuri produksi milik perusahaan perkebunan sehingga tidak adalagi kesan “Serahkan pagi, siang sudah pulang” terangnya.
Namun Suryadayan menambahkan “ yang menjadi permasalahan bagi LSM TIPAN-RI adalah tentang implementasi UU No. 39 Thn 2014 tentang perkebunan dimana berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki LSM TIPAN-RI diduga implementasinya sangat diskriminatif. Sehingga kami dari LSM TIPAN-RI berasumsi dan berpraduga:
1. Apakah karena pihak PT Socfindo mampu membayar uang upeti/uang koordinasi yang cukup besar kepada Kapolsek Aek Natas dan Jaksa Penuntut Umum(JPU) sehingga UU No. 39 Tahun 2014 diterapkan kepada Setia Wantri Manik ?; dan atau
2. Apakah karena Setia Wantri Manik tidak didampingi oleh mafia dalam hal ini penampung/penadah produksi hasil curian dari perkebunan sehingga tidak ada yang mengurusnya ? Karena sebagaimana yang kita ketahui para penadah produksi ini tidak pernah tersentuh hukum meski keberadaannya sudah diketahui oleh penegak hukum “ ujar Suryadayan dengan nada tanya.
Oleh karena itu menurut Suryadayan, LSM TIPAN-RI segera meminta penjelasan kepada Kapolres Labuhanbatu dan Kajari Rantauprapat apa sebenarnya yang mendasari hukum itu bisa diberlakukan diskriminatif ? Sampai berita ini ditayangkan, baik Kapolres Labuhanbatu maupun Kajari Rantauprapat belum terkonfirmasi. (Anto Bangun/Red)