Lebih tajam Suryadayan menambahkan “ dengan peristiwa yang sangat mengenaskan ini, maka Legalitas Kepemilikan Sertifikat Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang dimiliki oleh PTPN IV Kebun Ajamu perlu dipertanyakan. Sebab berdasarkan temuan ini diduga kuat Proses Audit Sertifikasi RSPO tidak sesuai dengan Prinsip, Kreteria dan Indikator RSPO. Ada indikasi dugaan kepemilikan sertifikat RSPO tersebut dibeli dengan uang” tambah Suryadayan, SH.
RANTAUPRAPAT-LH: Sejarah penzholiman kepada pekerja oleh perusahaan perkebunan sepertinya terus berlangsung sistematis, masif dan terstruktur serta sengaja dilestarikan meski sebenarnya hal itu sangat dilarang oleh hukum dan agama. “Profit oriented” perusahaan harus untung dan untuk mencapai itu segala carapun dihalalkan, “Pekerja bukan asset perusahaan tetapi mesin produksi atau budak yang kapan saja bisa dibuang.” Mungkin ini pandangan dimata management.
Faktai ini terungkap, ketika 6 orang Pekerja PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) yaitu Suharto, Burhanuddin, Damita, M. Sofian, Mesnan dan Mekartini, Spd. yang bekerja sebagai Guru Honorer di Madrasah Tsanawiyah (Mts) Al-Ikhlas dan Madrasah Diniah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Ajamu Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara datang ke Kantor LSM TIPAN-RI Labuhanbatu di Rantauprapat (03/10/2019-Red).
Dalam menyampaikan keluhannya kepada Direktur LSM TIPAN-RI Labuhanbatu Bernat Panjaitan, SH, M. Hum bahwa ke-6 pekerja itu selama bertahun-tahun mengabdi sebagai Guru hanya diberi upah sebesar Rp 585.000 per bulan. ” Kami sudah mengabdi bertahun-tahun upah yang dibayarkan hanya sebesar Rp 585.000 per bulan Pak “ tutur mereka memelas (03/10/2019-Red).
Disamping upah dibayar sangat jauh dibawah nilai Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Sektor Perkebunan Kabupaten Labuhanbatu, jauh dari gaji yang layak, ke-6 Pekerja ini juga tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Selain itu, mereka juga tidak pernah mendapatkan Bonus tahunan seperti pekerja tetap PTPN IV lainnya. Sedangkan Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan hanya diberikan senilai Rp 585.000. Naifnya lagi, Pada Tahun 2019 ini sama sekali tidak diberikan. Bahkan mereka juga tidak didaftarkan sebagai peserta program pensiun.
Diantara ke-6 Pekerja tersebut terdapat 2 0rang pekerja yang telah berusia 56 dan 58 Tahun yang seharusnya sudah wajib dipensiunkan oleh PTPN IV dengan pemberian pesangon dua kali ketentuan Undang-Undang. Hal ini dikarenakan Batas Usia Pensiun (BUP) yang berlaku di PTPN IV Untuk pekerja pelaksana adalah 55 Tahun. “ Saya sudah berusia 56 Tahun, dan sudah mengabdi selama 31 Tahun terhitung Sejak Tanggal 03 Juni 1988 “ pungkas Suharto di Kantor LSM TIPAN-RI Labuhanbatu.
Sedangkan M. Sofian mengaku sudah berusia 58 Tahun masih dipekerjakan. “ Saya sudah berumur 58 Tahun dan sudah mengabdi selama 25 Tahun terhitung sejak tanggal 14 Pebruari 1994 ” jelas M. Sofian.
Terkait laporan dan keluhan ke-6 orang itu, Bernat Panjaitan, SH, M. Hum menanggapi dengan terharu dan berjanji akan memperjuangkan hak-hak ke-6 orang tersebut. ” Kami akan segera menindaklanjuti keluhan mereka dengan melaporkannya ke Polres Labuhanbatu serta kepada Kepala Unit Pelayanan Terpadu Pengawas Ketenagakerjaan (Ka. UPT WASNAKER) Provinsi Sumatera Utara Wilayah IV dan meminta segera diusut dugaan kejahatan tindak pidana ketenagakerjaannya itu “ ujar Bernat kepada Wartawan LH (09/10/2019-Red).
Sementara itu, Anggota LSM TIPAN-RI yang lain yang juga sebagai Pengurus Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Suryadayan, SH juga mengomentari nasib ke-6 Orang itu. ” Tidak sepantasnya PTPN IV Ajamu melakukan hal itu kepada ke-6 Pekerja ini. Dan yang paling sangat saya herankan kenapa hal ini terus berlangsung dan tidak diketahui oleh Dinas Tenagakerja Labuhanbatu dan Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara ? Lantas apa sebenarnya yang mereka kerjakan apakah hanya duduk dibelakang meja menunggu tanggal gajian ? ” pungkas Suryadayan yang juga berprofesi sebagai Advokad itu (09/10/2019-Red).
Lebih tajam Suryadayan menambahkan “ dengan peristiwa yang sangat mengenaskan ini, maka Legalitas Kepemilikan Sertifikat Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang dimiliki oleh PTPN IV Kebun Ajamu perlu dipertanyakan. Sebab berdasarkan temuan ini patut diduga kuat Proses Audit Sertifikasi RSPO tidak sesuai dengan Prinsip, Kreteria dan Indikator RSPO. Ada indikasi dugaan kuat bahwa kepemilikan sertifikat RSPO tersebut dibeli dengan uang” tambah Suryadayan, SH. (Anto Bangun/Red)