935 views

PEMBANGUNAN SPBU DI KOMPLEK PERUMAHAN MEDITERANIA BATAM CENTER TERKESAN DIPAKSAKAN DAN BERBAU KKN

BATAM-LH: Menindaklanjuti pemberitaan LH (17/05/2017-Red) dengan judul “ Ada SPBU DI Taman Mediterania-Batam Center. Berijinkah..? ” maka Team Investigasi LH kembali diterjunkan untuk melakukan peliputan.

Pada peliputan lanjutan ini, mulai terkuak adanya dugaan berbau KKN yang melibatkan Oknum Ketua RT. Dalam hal ini, diduga kuat bahwa salah satu Ketua RT di Perumahan Mediterania berinisial IW menerima sejumlah uang (jumlahnya lumayan besar-Red) dari pengelola SPBU yang sedang dibangun. Sementara beberapa warga setempat merasa tidak tahu menahu tentang dana tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan SPBU di komplek perumahan sangat tidak dimungkinkan dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Selain sangat rawan dengan resiko kebakaran juga sangat rentan dengan ancaman kesehatan seperti penyakit pernafasan , penyakit kulit akibat gas otan yang ditimbulkan oleh uap pengisian BBM.

Sesuai aturan yang berlaku apabila akan mendirikan SPBU diantaranya SPBU harus berjarak sekurang-kurangnya 100 meter dari pemukiman masyarakat. Nah, sementara SPBU yang sedang didirikan ini hanya berjarak 25 meter dari rumah warga.

Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Pihak Kelurahan Baloi Permai, menurut keterangan dari salah satu Staf Kelurahan bahwa SPBU tersebut belum mendapat Surat Sipadan dari RT, RW, dan Kelurahan. Hal ini sejalan dengan keterangan dari beberapa orang warga yang sempat dikonfirmasi bahwa tidak satu pun dari mereka yang perrnah menandatangani surat persetujuan pembangunan SPBU tersebut.
Sementara Pihak Bapedalda Kota Batam dalam hal ini yang mengawasi serta menyetujui penerbitan UKL /UPL atau Amdal belum bisa dikonfirmasi karena masih dalam tahap Proses UKL/UPL.

Bahkan yang lebih naïf lagi, menurut keterangan beberapa pihak bahwa lokasi SPBU yang hampir mau dioperasikan ini ternyata berada di daerah penghijauan Bafer Zon. Berarti telah terjadi pengalihan lokasi yang tidak tepat.

Sebagai catatan kaki, bahwa yang terpenting dari seluruh pengurusan izin atau atau persyaratan adalah persetujuan warga setempat dan sekitarnya, kemudian UKL/UPL nya.

Berbagai Pihak menghimbau dan mendesak agar Pemko Batam khususnya Badan Perizinan dan Bapedalda jangan pernah mengeluarkan izin kepada SPBU ini sekaligus agar bertindak tegas terhadap pemilik atau penanggung jawab perusahaan ini. hal ini sangat oerlu dilakukan agar tidak menjadi preseden buruk ke depan.

Himbauan ini bukan tidak beralasan. Berbagai contoh yang telah terjadi di aderah lain misalnya kejadian Nopember Tahun 2016 di Cempaka Putih Jakarta. Pada waktu itu warga sudah beramai-ramai menolah pembangunan SPBU di komplek perumahan. “ Sejak rencana SPBU dibangun warga telah menolak karena pertimbangan keselamatan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi,” kata salah seorang warga berinisial AT pada waktu itu dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (08/11/2016-Red).

Dari aspek keselamatan, keberadaan SPBU di dekat pemukiman dianggap berpotensi membahayakan keselamatan warga sekitar karena ancaman bahaya ledakan yang kerap terjadi. Hasil riset yang dilakukan warga menunjukkan selama kurun waktu empat tahun telah terjadi delapan kali peristiwa ledakan atau kebakaran di SPBU yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Koordinator Rujak Center for Urban Studies, Dian Tri Irawati, menambahkan dalam setahun terakhir terjadi delapan kejadian ledakan atau kebakaran SPBU di Tanah Air. “Tidak tertutup kemungkinan potensi kecelakaan serupa terjadi juga pada SPBU yang berada di tengah permukiman warga,” ujarnya.

Dari aspek kesehatan, pembangunan dan pengoperasian SPBU dianggap dapat menimbulkan pencemaran air dan udara yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan kesehatan. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, orang yang tinggal dekat lokasi SPBU dapat terkena penyakit leukemia akut karena menghirup uap yang dihasilkan oleh bensin.

“Khusus untuk pencemaran lingkungan, bocornya pipa bensin menimbulkan pencemaran sumber air tanah,” tambah Dian.

Hampir di semua kasus, warga melakukan gugatan terhadap instansi penerbit Izin Menerbitkan Bangunan (IMB) melalui PTUN. Selama proses persidangan, hanya pembangunan SPBU Shell di Tanah Kusir yang bisa terhenti hingga terbitnya putusan yang memenangkan warga. Sedangkan pembangunan SPBU Total Oil Indonesia di Kedoya Utara dan SPBU Pertamina di Cempaka Putih dapat terus berjalan dan beroperasi selama proses persidangan berlangsung.

Dian mencatat dari beberapa kasus yang ada terlihat beberapa pola. Pertama, tidak adanya pelibatan warga dalam perencanaan SPBU. Dalam hal ini, penolakan warga di awal rencana pembangunan SPBU tidak diindahkan walaupun ketentuan Izin Gangguan (STAATSBLAD TAHUN 1926 NOMOR 226 dan Permendagri No 27 Tahun 2009) secara jelas mengatur bahwa harus ada Izin Gangguan (HO) yang ditandatangani oleh para tetangga.

Kedua, ketidakjelasan informasi. Menurutnya, hal ini terkait dengan terbitnya informasi yang menyesatkan mengenai penerbitan IMB dan juga izin operasional SPBU. “Warga dipusingkan dengan ketidakjelasan informasi ketika mengunjungi dinas-dinas terkait untuk meminta kejelasan yang berkaitan dengan proses penerbitan izin,” tutur Dian.

Ketiga, komunikasi yang bersifat satu arah antara warga dengan pemerintah. Dalam proses advokasi yang dilakukan oleh warga, pertemuan yang terjadi selalu bersifat sosialisasi (menegaskan kebijakan publik yang telah diambil) tanpa mau berdialog lagi dengan warga.

Keempat, keberpihakan pemerintah kepada investor/pihak swasta. Terbitnya Pergub No 108 Tahun 2007 memudahkan penerbitan IMB dan izin operasional SPBU tanpa mengindahkan ketentuan tentang izin gangguan yang sudah diatur dalam UU Gangguan dan Permendagri No 27 Tahun 2009, yang sebelumnya juga diatur dalam Pergub No 95 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha dan Gas Bumi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Sementara itu, kuasa hukum warga Tanah Kusir, Mulyadi M. Phillian, mengatakan aturan antara pembangunan SPBU dengan dorongan investasi sebenarnya tidak bertentangan satu sama lain. Tapi pada tingkat implementasinya justru terjadi bentrokan. Menurutnya, pengelola SPBU seharusnya memperhatikan mengenai izin gangguan, dalam arti warga harus menyetujui terlebih dahulu rencana pembangunan SPBU.

Perlu diingat, pemberian persetujuan itu bukan dalam konteks untuk menghambat pertumbuhan investasi. Namun, apabila terjadi sesuatu pada operasional SPBU seperti kebakaran atau penyalahgunaan terorisme, maka warga yang berada di sektar SPBU yang dirugikan.

“Untuk itulah diperlukan sosialisasi yang matang untuk mendapatkan persetujuan. Jika warga tidak memberikan persetujuan, seharusnya ada jalan lain seperti pemindahan lokasi SPBU,” tandas Mulyadi. (Team/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.