BANGSA INDONESIA adalah bangsa yang berbudi luhur dan berkepribadian, memiliki falsafah dan pandangan hidup Pancasila, yang jika disimak butir-butir nilai yang terkandung di dalamnya nampak berharga. Pada masa lalu di era Orde Baru nilai-nilai tersebut pernah diajarkan kepada semua komponen bangsa diformulasikan dalam butir-butir sebagai berikut:
1 Sila Ketuhanan Yang Maha Esa:
a. Percaya dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
b. Hormat- menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup;
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2 Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab:
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia;
b. Saling mencintai sesama manusia;
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa;
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain;
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan;
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;
g. Berani membela kebenaran dan keadilan;
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3 Sila Persatuan Indonesia:
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara;
c. Cinta Tanah Air dan Bangsa;
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia;
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
4 Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan:
a. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat;
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama;
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan;
e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah;
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur;
g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5 Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia:
a. Mengembangkan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan;
b. Bersikap adil;
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban;
d. Menghormati hak-hak orang lain;
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain;
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain;
g. Tidak bersifat boros;
h. Tidak bergaya hidup mewah;
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum;
j. Suka bekerja keras;
k. Suka menghargai hasil karya orang lain;
l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Dari 36 butir ini kemudian dikembangkan menjadi 45 butir sebagai berikut :
1. Sila Kesatu: Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b. Bangsa Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
c. Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
d. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya;
f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;
g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Sila Kedua: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa;
b. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya;
c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia;
d. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira;
e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain;
f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan;
g. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;
h. Berani membela kebenaran dan keadilan;
i. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia;
j. Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan;
b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa apabila diperlukan;
c. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa;
d. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia;
e. Memelihara ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
f. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika;
g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Sila Keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan atau Perwakilan
a. Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama;
b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain;
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama;
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan;
e. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah;
f. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah;
g. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan;
h. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur;
i. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama;
j. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan;
b. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama;
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban;
d. Menghormati hak orang lain;
e. Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri;
f. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain;
g. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah;
h. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum;
i. Suka bekerja keras;
j. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama;
k. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
Jika dicermati, nilai-nilai tersebut sebenarnya cukup baik (walaupun mungkin diantara kita ada yang berpendapat lain), dan jika diamalkan dengan baik akan dapat mengantisipasi atau mengeliminir timbulnya permasalahan bangsa. Namun bagaimakah kenyataan yang ada saat ini? Gema Pancasila kini tidak sedahsyat era yang lalu. Pembicaraan (diskusi) tentang Pancasila akhir-akhir ini nyaris tak terdengar (di semua lapisan masyarakat). Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Yang bawah sibuk mencari nasi, sementara yang atas sibuk menata dasi dan mencari atau mempertahankan kursi. Pancasila seolah-olah terlupakan.
Banyak pelajar terutama di perkotaan yang tidak paham Pancasila sebagai dasar Negara, bahkan urut-urutan silanya-pun banyak yang salah. Sungguh memprihatinkan.
fenomena ini merupakan peringatan bagi kita semua bahwa di era ini mulai ada tanda-tanda pengabaian Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan jika dibiarkan bukan mustahil pada gilirannya nanti akan dapat melunturkan wawasan kebangsaan kita. Timbulnya berbagai permasalahan bangsa akhir-akhir ini bukan tidak mungkin sebagai akibat pengabaian Pancasila. Lalu apa dan bagaimana solusinya?
Mencari Solusi Permasalahan Bangsa
Sesuai dengan judul tulisan ini maka solusinya adalah mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara. Bagaimana caranya?
Pada kesempatan ini saya mencoba mengetengahkan tiga pilar penyangga Negara, yaitu aturan hukum, aparatur pemerintah, dan rakyat sebagai tempat yang strategis untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara.
1 Aturan Hukum
Sejak awal Bangsa Indonesia sepakat bahwa Negara Indonesia dibangun atas dasar hukum. Oleh karena itu wajar jika di setiap Undang-Undang Dasar 1945 (yang pernah berlaku) selalu disebutkan peryataan ini. Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amendemen menyebutkan di dalam penjelasannya antara lain bahwa, Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat). Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat): Konstitusi RIS antara lain menyebutkan pada Pasal 1 Ayat (1) bahwa, Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara-hukum yang demokratis dan berbentuk federasi. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 antara lain menyebutkan pada Pasal 1 Ayat (1) bahwa, Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara-hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. Undang-Undang Dasar 1945 pasca amendemen menyebut dengan tegas pada Pasal 1 Ayat (3) bahwa, Negara Indonesia adalah Negara hukum. Hal ini membawa konsekuensi bahwa seluruh aktifitas penyelenggaraan Negara harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.
Hukum mendapat tempat yang amat terhormat dan mendasar dalam penyelenggaraan Negara. Hukum dijadikan dasar penyelenggaraan Negara. Hukum merupakan salah satu pranata sosial yang memiliki kekuatan mengikat secara langsung dan memiliki sanksi yang tegas. Hukum merupakan cerminan nilai yang hidup tumbuh dan berkembang di masyarakatnya, bahkan ada pula yang menyebut hukum sebagai jiwa bangsa. Hukum juga dapat difungsikan sebagai sarana membangun moral bangsa. Sementara disisi yang lain, Pancasila adalah jiwa bangsa.
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa, Pancasila adalah dasar dan falsafah Negara, Pancasila adalah sarat dengan nilai. Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Atas dasar ini maka hukum dapat digunakan sebagai pintu masuk dan sekaligus sebagai wadah atau tempat yang strategis bagi pengamalan atau implementasi nilai-nilai Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan Negara sehingga setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Oleh karena itu cara memasukkan atau mengimplentasikan nilai-nilai Pancasila kedalam substansi aturan hukum adalah sebagai berikut: Pertama, harus ada aturan hukum (jika perlu di atur didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) yang memerintahkan secara tegas agar materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung nilai-nilai Pancasila, bukan mengandung asas-asas. Sudah barang tentu untuk ini harus ditentukan lebih dahulu nilai-nilai Pancasila yang dikehendaki (disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat). Kedua, menjadikan nilai-nilai Pancasila yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang organik tersebut sebagai salah satu tolak ukur (parameter) judicial review.
Bicara soal aturan hukum tentunya tidak lepas dari pembuatnya. Dalam proses pembuatan hukum mestinya sejak awal nilai-nilai Pancasila sudah harus masuk dalam diri mereka pembuat aturan hukum, sehingga konflik fisik, adu mulut, kata-kata kotor, banting botol, munculnya issue cek perjalanan, dan tindak tercela lainnya seperti yang pernah kita saksikan selama ini tidak terulang lagi.
2 Aparatur Pemerintah atau Negara
Tidak kalah pentingnya dengan implementasi nilai-nilai Pancasila melalui aturan hukum, maka implementasi nilai-nilai Pancasila pada tataran aparatur pemerintah atau Negara juga penting. Aparatur pemerintah adalah penyelenggara Negara. Aparatur pemerintah adalah pemimpin yang sekaligus merupakan pelaksana aturan hukum. Mereka diharapkan dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Mereka diharapkan mampu memberikan contoh yang baik kepada rakyat (ing ngarso sung tulodo). Mereka diharapkan mampu memberikan motivasi atau semangat kepada rakyat (ing madyo mangun karso), dan mereka harus mampu mendorong dan mengedepankan orang-orang yang dipimpinnya seraya membekalinya dengan rasa percaya diri (tut wuri handayani).
Keteladanan seorang pemimpin adalah faktor penting dalam upaya menyelesaikan permasalahan bangsa. Jika pemimpinnya tidak jujur, korup, suka suap, dan tidak taat hukum, maka akan sulit mengharap kejujuran dan ketaatan hukum dari yang dipimpinnya. Ibarat guru kencing berdiri anak murid akan kencing berlari. Keteladanan dapat dan harus diciptakan. Pancasila sarat dengan nilai-nilai kepemimpinan, termasuk keteladanan. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila harus dipahami dan diimplementasikan oleh segenap pemimpin aparatur pemerintah atau Negara, terutama dalam menjalankan tugasnya. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak yang harus segera dijalankan jika Negara ini ingin segera keluar dari berbagai permasalahan bangsa, atau paling tidak menguranginya. Percuma aturan hukum dibuat kalau kita terutama aparatur pemerintah sebagai pelaksana tidak berkeinginan untuk melaksanakan atau mematuhinya dengan baik.
Dalam kaitan ini ada sedikit ungkapan bahwa aturan hukum itu betapapun baiknya ia tetap merupakan barang mati yang tidak lebih dari kumpulan tulisan atau rangkaian kata yang berisi hal-hal yang seharusnya dilakukan (das sollen) dengan ancaman sanksi bagi si pelanggarnya, yang dalam pelaksanaan atau kenyataannya (das sein) belum tentu cocok dengan apa yang seharusnya. Ibarat senjata api maka ia sangat tergantung pada penarik picunya. Bisa tidaknya aturan hukum mencapai tujuannya tergantung juga pada penarik picunya yang tidak lain adalah aparatur pemerintah (pelaksana aturan hukum) itu sendiri.
Oleh karena itu aparatur pemerintah atau Negara sebagai salah satu pilar penyangga Negara perlu bahkan harus mampu memberikan contoh yang baik, kepada masyarakat, sehingga pernyataan Lord Acton, power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely, dan pernyataan M. De Secondat, Baron de Montesquieu yang mengatakan bahwa, pemengang kekuasaan memiliki kecenderungan untuk memperbesar sendiri kekuasaannya diluar ketentuan hukum yang berlaku tidak terjadi di Negara kita. Penyalahgunaan kekuasaan (detoumement de pouvoir) dan tindak sewenang-wenang (abus de pouvoir/willekeur) yang dilakukan aparatur pemerintah atau Negara adalah termasuk sebagian dari permasalahan bangsa dan dapat memicu timbulnya permasalahan bangsa yang lainnya.
3 Rakyat
Rakyat (beserta semua unsur yang ada di dalamnya) adalah salah satu pilar penyangga Negara yang dilihat dari jumlahnya adalah terbesar dari pilar yang lain. Oleh karena itu implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan mereka menjadi tidak kalah penting dengan implementasi nilai-nilai Pancasila pada pilar yang lain. Terlebih-lebih lagi mengingat kondisi mereka yang beragam baik suku, agama, golongan, tingkat pendidikan, kemampuan sosial ekonomi, budaya, dan lain-lainnya. Kondisi ini (jika tidak diatur secara baik) dapat menjadi sebab timbulnya berbagai persoalan bangsa, seperti konflik horizontal dan vertikal yang terjadi selama ini.
Untuk mengantisipasi itu nampaknya upaya peningkatan pemahaman mereka terhadap pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Saya berpikir bahwa untuk mengingatkan kembali dan untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, ada baiknya dilihat kembali metoda yang pernah dilakukan pada masa lalu, untuk kemudian dievaluasi guna mengetahui mana bagian dari metoda itu yang sesuai dengan semangat reformasi dan mana bagian yang dianggap tidak cocok lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat masa kini.
Nilai-Nilai Dasar Pancasila
Dari uraian di atas akhirnya dapat disimpulkan :
1. Bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara adalah merupakan kebutuhan bersama yang perlu ditingkatkan. Hal ini penting untuk mengantisipasi, mengeleminir dan menyelesaikan permasalahan bangsa;
2. Bahwa hukum merupakan wahana strategis untuk implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara;
3. Bahwa nilai-nilai Pancasila sudah saatnya dijadikan tolak ukur (parameter) judicial review peraturan perundang-undangan;
4. Bahwa upaya pengingatan kembali dan peningkatan pemahaman Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kebutuhan mendasar yang perlu segera dilakukan. (Humas Setjend MPR-RI)