JAKARTA-LH: Ditemukannya ketidaksesuaian takaran pada minyak goreng MinyaKita , yang seharusnya berukuran 1 liter, hanya berisi 750 hingga 800 mililiter oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat melakukan inspeksi mendadak di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan (Sabtu, 08/03/2025). MinyaKita merupakan minyak goreng bersubsisdi. Hal ini menimbulkan kekecewaan dan kecaman dari berbagai pihak, terutama karena terjadi di bulan suci Ramadan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan bakal menindak seluruh pelanggaran prosedur yang merugikan konsumen MinyaKita. Kepolisian sudah membentuk Satgas Pangan Polri yang diketuai oleh Brigadir Jenderal Helfi Assegaf untuk menyelidiki minyak goreng kemasan MinyaKita yang tengah viral belakangan ini. ” Kemarin kami turun ke tiga lokasi, kami lakukan pendalaman dan kemungkinan akan kami lakukan penegakkan hukum. Memang ada yang kami dapati isinya tidak sesuai dengan kemasan satu liter ” kata Sigit saat ditemui di Auditorium Mutiara STIK Polri, Jakarta (Senin, 10/03/2025).
Satgas Pangan Polri segera menindaklanjuti temuan ini dengan melakukan penyelidikan. Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menyatakan bahwa penyelidikan dilakukan setelah menemukan ketidaksesuaian pada produk MinyaKita dalam inspeksi di Pasar Lenteng Agung. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa label 1 liter tidak sesuai dengan isi sebenarnya, yang berkisar antara 700 hingga 900 mililiter. ” Dilakukan pengukuran terhadap tiga merek MinyaKita yang diproduksi oleh tiga produsen yang berbeda, dan ditemukan ukurannya tidak sesuai dengan yang tercantum di dalam label kemasan. Hasil pengukuran sementara, dalam label tercantum 1 liter, tetapi ternyata hanya berisikan 700—900 mililiter ” ucapnya.
Tiga produsen MinyaKita yang terlibat dalam kasus ini adalah PT Artha Eka Global Asia (Depok, Jawa Barat), Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara (Kudus, Jawa Tengah), dan PT Tunas Agro Indolestari (Tangerang, Banten). Sampel yang diuji meliputi botol 1 liter dan kemasan pouch 2 liter. Satgas Pangan Polri menyita barang bukti dan melanjutkan penyelidikan serta penyidikan.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyita 10.560 liter minyak goreng dalam penggeledahan pabrik PT Aya Rasa Nabati di kawasan Depok, pada Ahad (09/03/2025). Aya Rasa Nabati merupakan perusahaan yang diduga mengurangi takaran kemasan minyak goreng bersubsidi Minyakita. “Penyitaan ini kami lakukan mengingat minyak tersebut isinya tidak sesuai dengan keterangan di kemasan,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Helfi Assegaf (Selasa, 11/03/2025).
Helfi mengatakan, PT Aya Rasa Nabati mengemas dan mendistribusikan Minyakita. Bareskrim juga telah menetapkan seorang pria berinisial AWI yang berposisi sebagai kepala pabrik.Saat penggeledahan, Helfi, menyatakan pihaknya menemukan volume takaran tidak sesuai dengan keterangan yang ada di kemasan. Penyidik juga menemukan mesin yang dipakai untuk mengemas sengaja diprogram untuk mencurahkan 750 mililiter minyak goreng pada setiap kemasan.
Helfi menyebutkan praktik lancung ini sudah berlangsung sejak awal Februari lalu. Dalam sehari, kata Helfi, pabrik PT Aya Rasa Nabati yang berlokasi di Depok tersebut bisa mengemas 400 hingga 800 kardus dalam berbagai kemasan. ” Berdasarkan pengakuan tersangka, tindakan ini sudah berlangsung sejal awal Februari dengan jumlah produksi 400 hingga 800 kardus per hari ” ujarnya.
Dalam menjalankan aksinya, AWI mendapatkan minyak goreng curah dari PT MGS yang beralamat di Bekasi. Dalam rantai penjualan sebelum pengemasan ini, AWI mengaku membeli dengan harga Rp 18.100 per liter. Helfi mengatakan, AWI sengaja mengurangi isi minyak goreng dalam kemasan karena harga sebelum pengemasan yang jauh di atas harga eceran tertinggi (HET). Meski di kemasan Minyakita tertera 1 liter, namun setelah dicek takarannya hanya 750 mililiter hingga 800 mililiter.
Atas perbuatannya, polisi menjerat tersangka menggunakan Pasal 62 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juncto Pasal 102 dan 142 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Tersangka terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sementara itu Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan bahwa praktik ini sangat merugikan masyarakat dan tidak dapat ditoleransi. Ia meminta agar perusahaan yang terbukti melanggar segera diproses hukum dan ditutup. “ Saudara kita ini sedang mencari pahala di bulan Ramadhan, tapi malah mencetak dosa dengan tindakan ini,” lanjutnya.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan bahwa pemerintah menarik MinyaKita kemasan 1 liter yang tidak sesuai takaran dari pasaran. Temuan penyunatan volume ini dilakukan oleh PT AEGA di Depok, yang kemudian memindahkan pabriknya ke Karawang. Kemendag mengklaim telah menindak kecurangan serupa sebelumnya dan terus melakukan pengawasan untuk mencegah praktik curang ini. “ Tim kami sudah bergerak ke produsen yang terindikasi mengurangi takaran. Jadi, kami antisipasi dan kejar langsung ke perusahaannya. Selain itu, MinyaKita yang tidak sesuai takarannya sudah mulai kami tarik ” ujar Budi Santoso dalam keterangan resminya.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Moga Simatupang, menjelaskan bahwa bahan baku MinyaKita yang dicurangi diduga menggunakan minyak goreng non-DMO, sehingga repacker mengurangi volume isi untuk menutupi biaya produksi. Repacker juga menaikkan harga jual, yang menyebabkan HET tidak tercapai. Modus ini memanfaatkan tingginya permintaan MinyaKita, terutama menjelang Ramadan dan Idul Fitri 2025. “ Kemendag secara aktif dan intensif melakukan pengawasan distribusi MinyaKita ke semua lini termasuk produsen, repacker, distributor, pengecer, ritel modern, dan pasar rakyat,” ujar Moga.
Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar meliputi teguran tertulis, penarikan barang, penghentian kegiatan usaha, penutupan gudang, denda, dan pencabutan izin usaha. Sanksi ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 dan Permendag 18 Tahun 2024. Kemendag terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk penegakan hukum. (Dessy)