JAKARTA-LH: Sembilan Hakim Konstitusi dinyatakan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK MK) telah melanggar dalam laporan dugaan pelanggaran kode etik terkait putusan syarat batas usia minimal capres-cawapres. Sembilan hakim MK itu dinilai tak dapat menjaga informasi dalam forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang seharusnya menjadi rahasia.
Hal ini sesuai Putusan yang dibacakan Ketua MK-MK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK Jakarta Pusat pada Selasa Petang (07/11/2023). ” Memutuskan Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Menjatuhkan sanksi teguran secara kolektif kepada hakim terlapor ” tandas Ketua MK-MK Jimly membacakan putusannya (08/11/2023).
Menurut Jimly, bahwa putusan yang dihasilkan merupakan buah dari hasil pemeriksaan, mendengar, melihat keterangan para pelapor, terlapor, saksi, serta barang bukti dan dokumen pendukung lainnya yang sudah dihimpun Pihak Halim MK-MK. ” Majelis Mahkah meyakini kebocoran informasi dilakukan sengaja maupun tidak sengaja oleh hakim konstitusi ” ujar anggota MKMK Bintan R Saragi membacakan kesimpulan Mahkamah.
Masih menurut Anggota Mahkamah Bintan R Saragi, ” Sembilan hakim konstitusi secara kolektif harus bertanggung jawab menjaga informasi dalam forum RPH tidak keluar ” tambahnya.
Sebagaimana diketahui bahwa sebelumnya, Jimly menyatakan MKMK menerima 21 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik sembilan hakim MK terkait putusan syarat batas usia capres-cawapres. Seluruh putusan atas permohonan itu dibacakan MKMK pada Selasa petang ini. Seluruh hasil putusan atas laporan tersebut, lanjut Jimly, seluruhnya akan dibaca secara berurutan dengan disederhanakan jadi empat putusan. “B21 laporan yang menyangkut 9 hakim terlapor. Tapi untuk kepentingan praktis kami jadikan 4 putusan ” pungkas Ketua MK-MK Jimly.
Masih menurut Jimly, putusan pertama adalah yang terlapornya adalah semua hakim konstitusi, kemudian putusan dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman, putusan dengan terlapor Wakil Ketua MK Saldi Isra, dan putusan MKMK dengan terlapor hakim konstitusi Arief Hidayat. ” Cuma untuk kepentingan komunikasi kami akan baca kolektif dulu, baru yang terakhir (putusan) Anwar Usman ” kata Jimly diawal sidang.
Dari 21 laporan itu, lanjut Jimly, Anwar Usman menjadi pihak yang paling banyak dilaporkan, yaitu 15 laporan. Salah satu laporan itu dilayangkan oleh pakar hukum tata negara Denny Indrayana. Denny melaporkan Anwar Usman atas dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi pada Minggu (27/8/2023). Menurut Jimly, Anwar dinilai melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9 Tahun 2006 khususnya prinsip ketakberpihakan, butir 5 huruf b.
Adapun dugaan etik yang dimaksud yaitu, ” Anwar tidak mengundurkan diri dari tiga perkara uji materi Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu terkait pengujian konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun ” kata Jimly.
Pada putusan MK sebelumnya yang menjadi awal adanya prahara ini hingga disidangkan MK-MK, dimana MK telah mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden. MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.
Putusan ini lah yang memuluskan jalan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar Usman yang belum berusia 40 tahun untuk maju di Pilpres 2024.
Atas putusan MK terkait syarat umur minimal Capres/Cawapres itu, Gibran akhirnya telah resmi mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres yang akan mendampingi Prabowo Subianto pada kontestasi politik nasional tahun depan.
Putusan MK-MK hari ini telah menjawab semua pendapat dan spekulasi para pengamat tentang hasil akhir nasib Para Hakim MK yang telah terlibat langsung atas putusan syarat umur capres/cawapres untuk pemilu 2024 yang akan datang. (Rizky)