JAKARTA-LH: Presiden Jokowi diminta untuk mencopot Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri untuk menghindari konflik kepentingan dalam penanganan kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di satu sisi, disisi lain juga agar dugaan pemerasan yang sudah ditangani Polda Metro Jaya yang sudah naik ke tingkat penyidikan tidak ada kendala dalam proses penanganannya.
Salah satu elemen yang melakukan desakan ini adalah ndonesia Memanggil (IM57+) Institute. Menurut Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menyatakan bahwa untuk mencegah konflik kepentingan dalam penanganan kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebaiknya Ketua KPK Firli Bahuri dicopot dari jabatannya.
Sebab, lanjut Nugraha, pada saat bersamaan Polda Metro Jaya sedang menangani kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK. Perkara itu kini sudah naik ke tahap penyidikan. ” IM57+ Institute mendesak Presiden untuk memberhentikan Firli Bahuri dari jabatan pimpinan KPK ” pungkas Nugraha melalui keterangan tertulis pada Jum’at (13/10/2023).
Bertahannya Firli di KPK, lanjut Nugraha, membuat proses penyidikan kasus SYL bisa menjadi bermasalah. Alasan lainnya, kata Nugraha, bahwa kondisi tersebut dapat digunakan sebagai celah dalam mendelegitimasi proses penyidikan karena bertentangan dengan hukum dan berpotensi maladministrasi.
Pertimbangan lainnya, menurut Nugraha, secara hukim terdapat dua dimensi persoalan. Pertama terkait konflik kepentingan yang dapat menyebabkan penyalahgunaan kewenangan.
” Sesuai Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Administrasi Pemerintahan, setiap keputusan dan tindakan administratif dapat menjadi batal apabila dilakukan oleh orang yang mempunyai konflik kepentingan. Surat penangkapan adalah bagian dari tindakan administratif ” tandas Nugraha.
Alasan lainnya, lanjut Nugraha, adalah persoalan kewenangan berbasis legislasi. Berdasarkan UU 19/2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum. ” Penonaktifan Firli Bahuri menjadi suatu urgensi dalam memastikan proses penegakan hukum tetap berjalan independen dan berintegritas ” ujar Nugraha dalam keterangan tertulisnya itu.
Masih menurut Nugraha, bahwa kehadiran Firli di KPK juga berpotensi menimbulkan dugaan pidana baru, yaitu penyalahgunaan kewenangan.
Hal ini, lanjut Nugraha, sesuai dengan Pasal 421 KUHP yang mengatur seorang pejabat tidak dapat menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu. Ada ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Oleh karena itu, ” IM57+ Institute juga mendesak Polda Metro Jaya untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang diduga kuat dilakukan oleh pimpinan KPK ” pungkasnya.
Sebagaimana telah siberitakan berbagai Media, bahwa Firli Bahuri sebagai Ketua KPK menandatangani Surat Perintah Penangkapan (Sprinkap) SYL selaku tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi sekaligus mantan Menteri Pertanian. Surat itu diteken Firli pada Rabu (11/10/2023).
” Membawa tersangka ke Komisi Pemberantasan Korupsi Jl Kuningan Persada Kav. 4 Setiabudi, Jakarta Selatan, untuk dilakukan pemeriksaan ” bunyi poin nomor dua dalam Sprinkap yang ditandatangani Firli tersebut.
Sebagai catatan, bahwa surat tersebut terbit bersamaan dengan surat panggilan pemeriksaan SYL yang ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu yang meminta SYL untuk hadir pada Jumat (13/10/2023). (Rizky)