572 views

ALHAMDULILLAH, MA Keluarkan Putusan Larangan Perkawinan Beda Agama

JAKARTA-LH: Mahkamah Agung (MA) melarang semua pengadilan untuk mengabulkan pencatatan perkawinan berbeda agama dan keyakinan. Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat yang Berbeda Agama dan Keyakinan.

Surat Edaran itu ditandatangani Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada Selasa (17/07/2023). ” Para hakim harus berpedoman pada ketentuan: Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan ” pungkas Ketua MA Muhammad Syarifuddin dalam beleid itu.

Menurut M. Syarifuddin, keputusan ini diambil untuk memberi kepastian hukum sekaligus kesatuan penerapan hukum khususnya yang terkait dengan proses mengadili permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan. Sebagai rujukan utamanya, tambah Ketua MA itu, sesuai UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. ” Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ” tegas M Syarifuddin.

Terkait hal ini, menurut hukum Islam tidak dibenarkan perkawinan dengan agama lain. Agama Islam secara terang-terangan melarang adanya menikah beda agama. Salah satu rujukannya adalah Q.S. Al-Baqarah Ayat 221 “ Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik ”.

UU Pokok Perkawinan pada Pasal 8 menjelaskan juga tentang larangan perkawinan yakni:
1. Berhubungan dalam darah garis keturunan lurus ke bawah maupun ke atas;
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu, dan ibu/bapak tiri;
4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;
6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung ini, maka diharapkan ada ketegasan dan kepastian hukum bagi aturan perkawinan di Indonesia. Sehingga keputusan Para Hakim yang mengabulkan Perkawinan Beda Agama dan atau Keyakinan tidak terjadi lagi. Seperti yang pernah terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, PN Jakarta Pusat, PN Jakarta Selatan, PN Tangerang, dan PN Yogyakarta.

Untuk tidak terulangnya lagi keputusan hakim yang bertentangan dengan hukum positif (UU No 1 Tahun 1974) maka perlu sanksi tegas dari MA kepada Para Oknum Hakim tersebut. Sayangnya, di dalam SEMA tersebut tidak diatur tentang sanksi kepada Hakim yang melanggar larangan tersebut. (Dewi/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.