JAKARTA-LH: Kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat selaku pemohon kasasi keberatan akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) RI. Dalam amar putusannya yang dilansir dari situs resmi MA, Mahkamah Agung memutuskan menyita aset senilai Rp2,4 triliun di kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya dirampas untuk negara. ” Amar putusan: Kabul ” bunyi putusan MA tersebut (Senin, 24/10/2022).
Dengan keputusan MA ini berarti MA membatalkan penetapan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Nomor: 15/ Pid.Sus/ Keberatan/ TPK /2020/ PN.Jkt.Pst tanggal 11 Oktober 2021. MA menyatakan tindakan penyitaan dan perampasan terhadap seluruh aset kekayaan berupa barang, uang, saham, rekening efek, reksa dana dalam Bank Kustodian adalah sah dan berharga dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. ” Menyatakan objek permohonan keberatan yang nilainya setara Rp 2.400. 200. 661. 114 seluruhnya dirampas untuk negara ” tandas Hakim Agung
Sebagaimana diketahui bahwa sebelumnya PN Jakarta Pusat mengabulkan permohonan keberatan terkait pemblokiran rekening efek senilai Rp 2,4 triliun. Wana Artha Life mengajukan keberatan atas pemblokiran sub rekening efek (SRE) dengan Nomor: 15/ Pid.Sus/ Keberatan/ TPK/ 2020/ PN.Jkt.Pst.
Kasus pemblokiran ini sudah dilakukan oleh Kejaksaan Agung dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 21 Januari 2020 untuk pemeriksaan terkait kasus korupsi Jiwasraya. Saat itu, Kejagung menyebut WanaArtha Life sudah mengalami gagal bayar kepada nasabah sejak Oktober 2019, sebelum kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya diusut pada Desember 2019. Penyidikan Jiwasraya tersebut akhirnya berujung pada pemblokiran sekitar 800 SRE saham dan penyitaan aset terkait dengan proses penyelidikan kasus Jiwasraya, yang juga menyeret rekening efek milik WanaArtha Life.
CIKAL BAKAL DAN SEJARAH KASUS JIWASRAYA
Sebagaimana yang telah pernah kami terbitkan di liputanhukum.com, bahwa Cikal bakal mulai terkuaknya Kasus Jiwasraya berawal saat Meneteri BUMN Rini Soemarno menerima laporan dari Direktur Utama Jiwasraya Asmawi Syam yang baru dilantik Pertengahan Tahun 2018 yang lalu.
Dari dasar laporan tersebut-lah diketahui bahwa Jiwasraya mengalami Gagal Bayar Polis Asuransi Produk JS Saving Plan. Dari laporan itu juga diketahui bahwa adanya cadangan kerugian dalam jumlah besar yang belum dihapusbukukan dan dibiarkan OJK dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhousecoopers (PWC). Publik-pun tidak tahu sebelumnya karena datanya disimpan erat perusahaan. Rumitnya lagi, kerugian itu terjadi melalui pembelian saham di publik yang baru diketahui saat saham akan dijual kembali untuk membayar kewajiban.
Menteri Rini pun lalu menugaskan BPKP melakukan Audit Ulang Pada Desember 2018 dan ditemukan Fraud pada Sisi Investasi. Sejak saat itu, mulai beredar nama-nama pelaku dan laporan keuangannya dikoreksi yang berakibat nilai kerugian di Tahun 2019 membengkak menjadi Rp 13,6 Triliun bahkan terakhir menembus angka Rp 13,7 Triliun.
Sejak saat itu, mulailah kasus ini terpublikasi dan diketahui masyarakat luas termasuk Para Aktivis Ekonom, Aktivis Hukum, LSM, dan Para Pegiat lainnya. Pandangannya pun beraneka ragam soal kasus yang membelit salah satu Perusahaan BUMN ini. Salah seorang Aktivis Ekonom dari INDEF ( Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira saat itu memberikan pendapatnya “ Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) rentan terhadap kelangsungan bisnis asuransi ke depannya. Hal ini lantaran Para Pemegang Polis belum juga mendapatkan pencairan dari Jiwasraya. Oleh karena itu, kami mendorong Pemerintah Selaku Pemilik Jiwasraya untuk mempercepat penyelesaian kasus ini, baik Secara Struktural Maupun Hukum “ pungkas Ekonom itu sambil mengusulkan agar Jiwasraya menerbitkan Surat Utang demi mendapatkan dana segar untuk membayar tunggakan klaim, meski hal itu akan dilakukan secara bertahap.
Terkait hal ini, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) RI menyebut kasus gagal bayar polis asuransi Jiwasraya merupakan masalah yang sangat kompleks. Bahkan jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan. ” Semua yang terlibat ini kompleks masalahnya. Tidak seperti yang teman-teman duga, ini jauh lebih kompleks dari teman-teman yang bisa bayangkan,” papar Ketua BPK Agung Firman Sampurna (Senin, 06/01/2020-Red).
Masih menurut Ketua BPK-RI, “ melihat kompleks-nya kasus ini maka BPK bersama Kejaksaan Agung RI serta Pemangku Kepentingan lainnya akan melakukan Official Announcement (Pernyataan/ Pemberitahuan Resmi-Red) “ ujar Agung Firman Sampurna saat itu.
Persoalan Keuangan di Tubuh Perusahan Asuransi Tertua di Indonesia ini (Jiwasraya-Red) ternyata sudah terjadi sejak Tahun 2006. Hal ini terbukti dimana pada saat itu, Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan Ekuitas Jiwasraya Tercatat Negatif Rp3, 29 Triliun. Kemudian Pada Tahun 2008, BPK-RI memberikan Opini Disclaimer (Tidak Menyatakan Pendapat-Red) untuk Laporan Keuangan Jiwasraya 2006-2007 dengan alasan Penyajian Informasi Cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit Keuangan Perusahaan Milik Negara itu semakin meningkat, yakni Rp 5,7 Triliun Pada Tahun 2008 dan bahkan semakin Depisit lagi Pada Tahun 2009 menjadi Rp 6,3 Triliun.
Selanjutnya Pada Tahun 2010-2012, Jiwasraya melanjutkan Skema Reasuransi dan Mencatatkan Surplus Sebesar Rp1,3 Triliun Pada Akhir 2011. Terkait Situasi yang sedikit menggembirakan ini, Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatawarta menyatakan Metode Reasuransi merupakan Penyelesaian Sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari Reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis. Oleh karena alasan itulah maka Pada Bulan Mei Tahun 2012 kemudian Isa Rachmatawarta menolak permohonan perpanjangan Reasuransi. Sehingga Laporan keuangan Jiwasraya Tahun 2011 dinyatakan tidak mencerminkan angka yang wajar.
Jurus baru keluar lagi, Pada Tanggal 18 Desember Tahun 2012, Bapepam-LK memberikan Izin Produk JS Proteksi Plan. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (Bancassurance). Ternyata jurus ini bukannya mengobati, tetapi malah menambah sakit Jiwasraya dikerenakan menawarkan Bunga yang Terlalu Tinggi, yakni 9% – 13%. Yang lebih naïf lagi, ditengah-tengah kondisi keuangan perusahaan yang defisit, di Tahun 2014 Jiwasraya masih berani menggelontorkan Sponsor untuk Klub Sepakbola Asal Inggris, Manchester City.
Hari berganti Bulan, Bulan berganti Tahun, akhirnya Pada Tahun 2017 menurut Laporan Keuangan Jiwasraya bahwa kondisi keuangan Perusahaan Plat Merah itu positif dan membaik. Pendapatan Premi dari Produk JS Saving Plan mencapai Rp 21 Triliun. Selain itu, Perusaan juga meraup laba sebesar Rp 2,4 Triliun. Artinya ada kenaikan 37,64% dari tahun sebelumnya (Tahun 2016). Salah satu catatan penting, diduga bahwa membaiknya kondisi keuangan Perusahaan ini dalam kurun waktu (Tahun 2013-2017) dikarenakan penjualan produk JS Saving Plan dengan Sistem Periode Pencairan Setiap Tahun.
Situasi menggembirakan ini tiba-tiba buyar di Tahun 2018, ketika itu Direktur Pengawasan Asuransi OJK Ahmad Nasrullah menerbitkan surat pengesahan Cadangan Premi 2016 sebesar Rp 10,9 Triliun. Tidak berselang lama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Akibatnya, kembali terjadi kegoncangan, Nasabah mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama. Akhirnya, Pada Bulan Mei Tahun yang sama (2018-Red) Para Pemegang Saham menunjuk Asmawi Syam sebagai Direktur Utama Jiwasraya.
Di bawah kepemimpinanya, Asmawi Syam melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN. Kejanggalan yang dilaporkan Asmawi Syam dibenarkan dengan Hasil Audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 Mengoreksi laporan keuangan Interim dari Laba sebesar Rp 2,4 Triliun menjadi Hanya Rp 428 Miliar. Sangat Pantastis memang !
Akibat situasi yang semakin memburuk ini maka Agustus 2018, Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan Direksi Jiwasraya untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Rini juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan Audit Investigasi terhadap Jiwasraya. Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perseroan Plat Merah itu mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp 802 Miliar.
Ditengah kebingungan itu, Pada Bulan Nopember 2018, Lagi-lagi Pemegang Saham mengganti Dirut Jiwasraya Asmawi Syam dengan Hexana Tri Sasongko. Dibawah kepemimpinan Hexana menyampaikan bahwa Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp 32,89 Triliun untuk memenuhi Rasio Solvabilitas (RBC) 120%. Yang mengagetkan lagi, Aset Perusahaan tercatat hanya tinggal sebesar Rp 23,26 Triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp 50,5 Triliun. Artinya, Ekuitas Jiwasraya Negatif Sebesar Rp 27,24 Triliun. Sementara itu, Liabilitas dari Produk JS Saving Plan yang Bermasalah Tercatat Sebesar Rp15,75 Triliun.
Saat kepempinan baru di Kementerian BUMN (Kabinet Indonesia Maju 2019-2924-Red), Eric Tohir mengaku melaporkan adanya indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan. Kementerian BUMN dibawah kepemimpinan Eric Tohir juga mensinyalir Investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya.
Proses Hukum, Penetapan dan Penahanan 5 Tersangka
Awalnya kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Pada Saat di Kejati DKI Jakarta-pun sebenarnya Sudah naik statusnya ke tahap Penyidikan. ” Dari hasil penyelidikan telah didapatkan bukti permulaan yang cukup dan ditingkatkan ke Tahap Penyidikan ” pungkas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nirwan Nawawi dalam keterangan Pers-nya saat itu (28/11/2019-Red). Namun untuk memudahkan Penyidikan, Kejaksaan Agung pun telah menarik seluruh penanganan kasus ini. ” Yang di Kejati DKI kami tarik semua karena wilayah tindak pidananya seluruh Indonesia,” ujar Kajagung Sanitiar (ST) Burhanuddin (10/12/2019-Red).
Akhirnya setelah ditarik Ke Kejagung, menurut Penyidikan Kejagung Ada Pelanggaran Prinsip Kehati-Hatian Dalam Berinvestasi dalam kasus ini. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana Investasi Pada Aset-Aset Berisiko.
Terakhir, Kejagung meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal 10 nama yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya. Kesepuluh yang dicekal itu masing-masing berinisial HH, BT, AS, GLA, ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.
Pada Tanggal 15 Januari 2020 akhirnya Kejaksaan Agung RI Menetapkan 5 Orang Tersangka sekaligus menjebloskan kelima orang tersebut ke Penjara yang penempatan sel-nya berbeda-beda. Ke-5 orang tersebut adalah:
1. Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro;
2. Eks Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim;
3. Eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo;
4. Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat; dan
5. Eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan. (TIM/Red)