JAKARTA-LH: Wacana tentang Revisi UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) layak dan penting untuk direvisi karena telah menimbulkan Polemik Hukum dalam penerapannya sehingga layak untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin sebagai bentuk responnya sebagai Wakil Rakyat. ” Pemerintah perlu melakukan Revisi terhadap UU ITE serta memasukkan Revisi UU tersebut ke dalam Prolegnas 2021 ” pungkas Politisi Partai Golkar itu.
Menurut Azis Syamsuddin, Polemik Hukum terkait kebebasan berpendapat dan belum baiknya Literasi Digital di masyarakat, telah mengindikasikan munculnya kasus-kasus terkait dengan Tafsir Hukum Karet dalam UU ITE. Akibatnya, Penerapan Pasal-Pasal UU ITE itu oleh Aparat Penegak Hukum (APH) yang belum tepat di lapangan berdampak sosial. Oleh karena itu, Pemerintah perlu untuk segera melakukan Revisi terhadap UU ITE. ” Gaduhnya Media Sosial dikarenakan UU ITE banyak digunakan oleh masyarakat untuk saling lapor ke Kepolisian dan mengakibatkan banyak orang yang sebenarnya merupakan korban dan tidak bersalah justru dilaporkan ” papar Wakil DPR-RI itu.
Lebih lanjut Azis Syamsuddin menilai, polemik terhadap UU ITE sangat terlihat pada Pasal 27 ayat 1 dan ayat 3, Pasal 28 Ayat 2. Padahal, lanjut Azis Syamsuddin, ” terkait kebebasan berpendapat telah diamanatkan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J, bahwa berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia ” tegas Azis Syamsuddin.
Masih menurut Azis, perlu dipahami secara Yuridis Normatif perihal penyebaran informasi selain Teori Hukum, juga adanya Konvergensi dari Empat Bidang Ilmu, yaitu Teknologi, Telekomunikasi, Informasi, dan Komunikasi. Hal ini meliputi UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE), UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta UU No 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial.
Sementara itu, Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD telah membentuk Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan Keputusan Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021 yang ditandatangani Pada 22 Februari 2021. Keputusan ini dinyatakan berlaku sejak ditetapkan serta berlaku hingga 22 Mei 2021 (3 Bulan Masa Kerja)
Menurut Mahfud, bahwa Pasal Karet (Haatzai Artikelen) yang ada di UU 19 Tahun 2016 Tentang ITE telah menuai Pro dan Kontra termasuk di DPR-RI. Oleh karena itu, “ Pemerintah akan membuka Ruang Berdiskusi untuk kemudian Tim mengambil sikap resmi. Kalau keputusan harus revisi, akan disampaikan ke DPR karena UU ITE ini ada di Prolegnas 2024 ” ujar Mahfud dalam Siaran Pers secara Daring (Senin, 22/02/2021-Red).
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan, bahwa setelah kajian rampung, Tim akan melaporkan hasil temuannya ke Menko Polhukam. Sembari menunggu hasil kajian, Polri dan Kejaksaan diminta untuk menerapkan UU ITE tanpa multitafsir.
Tim yang dibentuk dengan Keputusan Menkopolhukam ini dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo dan Staf Khusus Menko Polhukam Bidang Sosial Budaya Imam Marsudi sebagai Sekretaris. Selanjutnya, Ketua Sub Tim I akan dikepalai oleh Henri Subiakto (Staf Ahli Bidang Hukum Kominfo), dan Ketua Sub Tim II dijabat oleh Widodo Ekatjahjana (Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham). (Fahdi/Red)