LABURA-LH: Ibukota Kecamatan Aek Natas Bandar Durian kembali terdampak Banjir akibat amukan luapan Sungai Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu Utara. Ratusan Rumah Warga terendam hingga 4 M. Puluhan KM Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) macet total selama berjam-jam. Akibatnya, transporatsi darat yang merupakan Jalan Utama penghubung antar Kabupaten di Provinsi Sumut itu tersendat total.
Menurut Warga Bandar Durian, luapan air dari Sungai Aek Natas sudah mulai terjadi sejak Pukul 17.00 WIB (Senin Sore, 30/11/2020-Red). Puncaknya, Pukul 21.00 – 00 WIB Rumah Warga terendam hingga 4 M dan Jalinsum terputus total. “ yang paling parah mulai Pukul 21.00 – 00 WIB. Rumah kami mencapai 2 Meter Bang. Bahkan kalau Rumah Warga yang di bawah mencapai 4 Meter. Jalinsum sudah gak bisa dilewati putus total “ pungkas salah satu Warga MYY Nasution yang akrab dipanggil Abah Goyang ke Wartawan LH (liputanhukum.com) melalui Telepon Selularnya sambil mengirim Dokumentasi kejadian (Selasa Dinihari, 01/12/2020-Red).
Berangsur-angsur air mulai surut, hingga berita ini ditayangkan menurut informasi yang didapatkan LH bahwa Jalinsum sudah mulai kembali normal dan rumah warga pun sebahagian sudah mulai dibersihkan pemiliknya. Kerugian akibat banjir ini belum dapat terinventarisir hingga berita ini ditayangkan. Warga yang terkena dampak Banjir ini, mengharapkan uluran bantuan Semua Pihak khususnya Pemerintah, baik Pemerintah Daerah Kabupaten Labura, Provinsi Sumatera Utara, maupun Pemerintah Pusat.
Baru sekitar 4 Bulan yang lalu, tepatnya 24 Juli 2020, Bandar Durian dan Daerah Lainnya di Hilir Ibukota Kecamatan Aek Natas ini (Perkampungan dipinggi DAS) telah mengalami musibah yang sama. Bahkan, 5 Tahun terakhir kejadian Banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Aek Natas semakin sering terjadi.
Menurut bebagai Pihak, bahwa diduga salah satu penyebab utama semakin tingginya intensitas banjir di DAS Sungai Aek Natas ini adalah akibat tingginya Penebangan Hutan di Hulu Sungai baik itu akibat illegal Logging maupun Penebangan Hutan secara ilegal yang berlangsung sudah cukup lama. Praktik ilegal ini, diduga masih berjalan hingga saat ini. Oleh karena itu, demi kepentingan kemanusiaan, Pemerintah khususnya Aparat Penegak Hukum (APH) diminta untuk bertindak tegas dan cepat untuk memberantas Praktik-praktik ilegal ini.
Persoalan Illagal Logging di Aek Natas Labura bukan lah semata-mata persoalan lokal Labura. Persoalan Illegal Logging dan Perambahan Hutan Secara Illegal merupakan persoalan Nasional bahkan Persoalan Internasional karena hal ini menyangkut hajat hidup manusia yang berada di Bumi ini. Sebab, Hutan Indonesia merupakan salah satu Hutan Tropis Terluas Di Dunia sehingga keberadaanya menjadi tumpuan keberlangsungan kehidupan bangsa-bangsa di dunia, khususnya dalam mengurangi Dampak Perubahan Iklim Global.
Oleh karena itu, Pemanfaataan dan Penggunaannya harus dilakukan secara Terencana, Rasional, Optimal, dan Bertanggung Jawab Sesuai dengan kemampuan daya dukung serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup guna mendukung pengelolaan hutan dan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan bagi kemakmuran rakyat. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “ bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat . Dengan demikian, hutan sebagai salah satu sumber kekayaan alam bangsa Indonesia dikuasai oleh Negara. “ Kalimat ini tercantum secara resmi di dalam Penjelasan Umum UU Nomor 18 Tahun 2013.
Melihat Vital-nya Posisi Hutan Indonesia di Bumi ini, maka sangatlah wajar bila Para Pelaku Illagal Logging dan Perusak Hutan Lainnya diberikan sanksi yang sangat berat karena Tindak Pidana ini merupakan Kejahatan Kemanusiaan. “ Masalah Illegal Logging merupakan Masalah Utama di Sektor Kehutanan. Kejahatan tersebut dapat memberikan dampak yang luar biasa bagi Peradaban dan Generasi Yang Akan Datang. Seluruh Biodiversity dan Kekayaan Alam (termasuk kayu) dapat punah “ tulis Deasy Soeikromo dalam Tulisan Ilmiahnya yang berjudul Ketentuan Hukum Pidana Terhadap Praktik Illegal Logging dan Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia.
Sehingga, tidak lah berlebihan kalau UU No 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan memberikan Sanksi yang cukup berat kepada Para Pelakunya yakni bisa dihukum dengan Pidana Seumur Hidup serta Pidana Denda Rp 1 Triliun.
Pidana Seumur Hidup serta Denda Rp 1 Triliun tercantum Pada Pasal 94 Ayat (2) UU No 18 Tahun 2013 “ Korporasi yang: a. menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a; b. melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c; c. mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d; dan/atau d. mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f dipidana dengan Pidana Penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama Seumur Hidup serta Pidana Denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.000,00 (Satu Triliun Rupiah) “.
Selain Pasal 94 Ayat (2), Hukuman Pidana Seumur Hidup serta Denda Rp 1 Triliun juga diatur dalam Pasal 95 Ayat (3), dan Pasal 99 Ayat (2)UU No. 18 Tahun 2013.
Kendatipun sudah ada UU yang mengatur tentang Sanksi yang begitu berat, mengapa Praktik Illegal Logging dan Perambahan Hutan Secara Ilegal masih terus berlangsung di Indonesia ? Pertanyaan ini merupakan sebagai bahan renungan bagi seluruh Umat Manusia agar sesegara mungkin mendapatkan jawaban dan solusi demi keselamat seluruh Umat Manusia yang masih berada di Bumi ini. (Darwin/Red)