JAKARTA-LH: Pada Pengumuman Penetapan Hasil Prakualifikasi Pelelangan Pengusahaan Sistem Transaksi Tol Non-Tunai Nirsentuh Berbasis MLFF Nomor: 11/PB.0301/MLFF/2020 atau yang lebih trend dengan ETC (Electronic Toll Collection) bahwa salah satu yang diluluskan adalah Roatex Ltd Zrt sebuah Perusahaan Asing yang berasal dari Bekas Negara Komunis Hungaria. Berbagai Aktivis dan Pegiat Sosial mempertanyakan hal ini. Salah satunya adalah Ketum DPP LSM FORKORINDO Tohom TPS, SE, SH, MM. Lewat tulisan (disclaimer)-nya di liputanhukum.com (28/09/2020) dengan Judul “Pemerintah RI Harus Mengutamakan Perusahaan Dalam Negeri Terkait Proyek ETC”, Tohom mempertanyakan mengapa Perusahaan ini (Roatex Ltd Zrt) yang diluluskan ?
Lewat tulisannya itu, Ketum LSM DPP FORKORINDO itu menyampaikan “ Pemerintah RI melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) idealnya harus membuat kebijakan yang ekstra hati-hati terutama yang berkaitan dengan Perusahaan Pelaksana Proyek ini. Pertimbangan kemanfaatan yang lebih luas dan signifikan harus dijadikan pertimbangan yang paling utama termasuk dalam hal ini tentang penyerapan Tenaga Kerja Dalam Negeri. Jangan hanya karena pertimbangan Penawaran Terendah dari sebuah Perusahaan Asing, Pemerintah RI akhirnya mengabaikan aspek lainnya yang jauh lebih penting. Apalagi, Perusahaan Asing tersebut belum teruji kemampuannya alias belum tersertifikasi di Negara Manapun “ pungkas Tohom dalam tulisan itu.
Pada Pengumuman Penetapan Hasil Prakualifikasi Pelelangan Pengusahaan Sistem Transaksi Tol Non-Tunai Nirsentuh Berbasis MLFF Nomor: 11/PB.0301/MLFF/2020 bahwa salah satu yang diluluskan adalah Roatex Ltd Zrt sebuah Perusahaan Asing yang berasal dari Negara Hungaria. “ Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa Perusahaan ini diluluskan ? Apakah hanya alasan karena Hungaria sebagai Pemrakarsa Program ini ? Sementara, menurut data yang didapatkan bahwa Roatex Ltd Zrt belum teruji dan atau belum punya karya nyata terkait pelaksanaan program ini. Sementara disisi lain, Perusahaan dalam Negeri nyata-nyata sudah terbukti dan sudah kita nikmati hasilnya selama berpuluh-puluh tahun tepatnya sejak ada Tol di Indonesia “ lanjut Tohom menggugat keputusan Kementerian PUPR ini.
Masih menurut Tohom, “ bahwa dengan Perusahaan Dalam Negeri yang sudah teruji tersebut, tentunya keuntungan lainnya adalah terserapnya tenaga kerja dalam Negeri. Sebagaimana kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun penumpukan pengangguran di Indonesia semakin meningkat dan sudah masuk Zona Merah (Sangat Memprihatinkan). Kondisi ini, harus dijadikan salah satu pertimbangan penting oleh Pemerintah Indonesia “ ujarnya.
“ Kalau kita merujuk ke belakang, saat pemberlakuan E-Toll saja sudah menimbulkan persoalan khususnya di bidang ketenagakerjaan. Ribuan Pegawai/Karyawan Tol terpaksa dirumahkan karena tenaganya cukup digantikan sistem. Ini jelas sangat berdampak secara sosial dan ekonomi bahkan bisa berdampak keamanan dan politik “ tambah Tohom.
Pada 31 Oktober 2019, Kementerian PUPR telah menunjuk Roatex Ltd Zrt sebagai Pemrakarsa Proyek ETC. Roatex menawarkan teknologi global Navigation Satellite System atau GNSS. Teknologi ini membuat alat pembaca tidak perlu ada di setiap tempat karena memakai satelit, berbeda dengan Radio Frequency Identification atau RFID. GNSS memakai alat yang dipasang di dalam mobil. Ketika kendaraan berada di Gardu Jalan Tol, alat itu akan terbaca melalui sistem di satelit. Penggunaan teknologi seperti ini banyak diterapkan di negara Eropa Timur.
Adapun nilai proyek yang sudah ditenderkan ini adalah Rp 2,923 triliun untuk trase sepanjang 1.713 Kilometer. Pemenang Tender Proyek ETC ini, rencananya akan diumumkan Pada 5 Januari 2021.
Ada 4 Perusahaan Pesrta Tender yang lolos Pra-Kualifikasi yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk melalui PT Jasamarga Tollroad Operator (JMTO), dan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP)-PT Citra Persada Infrastruktur-PT Delameta Bilano-SkyToll a.s. (Slovakia). Kemudian konsorsium PT Nusantara Telematics System-PJSC Mostotrest (Rusia)-Service Telematics LLC (Rusia)-Soft Telematics LLC (Rusia), dan Roatex Ltd Zrt asal Hongaria.
Menurt keterangan yang didapatkan dari Ketum FORKORINDO ITU, “ bahwa Proses aanwijzing dan pemasukan dokumen dilakukan pada pertengahan November mendatang. Aanwijzing merupakan pemberian penjelasan, atau salah satu tahap dalam sebuah tender menyangkut penjelasan mengenai pasal-pasal dalam Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS), Gambar Tender, Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Term of Reference (TOR) “ jelas Tohom.
Hal lain yang dopersoalkan sekaligus dipertanyakan Tohom adalah “ terkait mekanisme KPBU yang diberikan secara mendadak kepada Roatex Hongaria oleh Kementrian PUPR mengundang pertanyaan publik karena tidak menggunakan tatacara sesuai Perpres KPBU yang seharusnya melibatkan Bappenas untuk persetujuan right to match (hak inisiataor) “ ungkap Tohom dengan nada tanya (01/10/2020-Red).
Ketika dipertanyakan apakah persoalan ini sudah dikonfirmasi kepada Pihak Kementerian PUPR ? Tohom menjawab, “ sudah kami surati tetapi belum ditanggapi “ ujar Ketum DPP LSM FORKORINDO itu. (Bimalex/Red)