JAKARTA-LH: RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang kontrversial dan mendapat penolakan dimana-mana khususnya oleh Kaum Buruh, akhirnya disahkan oleh DPR-RI pada Rapat Paripurna yang digelar di Gedung DPR Senayan Jakarta (Senin, 05/10/2020-Red). Dari Pihak Pemerintah, tampak hadir antara lain Menko Perekonomian Airlanga Hartarto, Menaker Ida Fauziyah, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menkeu Sri Mulyani, Mendagri Tito Karnavian, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, dan Menkumham Yasonna Laoly.
Pengesahan atas RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut spontan disambut Aksi Penolakan oleh Buruh dimana-mana. Aksi Penolakan dengan cara Demonstrasi turun ke jalan terjadi di berbagai daerah. Mereka menuding bahwa UU ini sangat merugikan Pihak Pekerja (Buruh) dan lebih berpihak kepada Pihak Pengusaha.
RUU Cipta Kerja adalah RUU yang diusulkan Presiden dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020. Isi RUU Cipta Kerja didukung oleh Seluruh Partai Pendukung Koalisi Pemerintah (7 Partai) yakni PDI-P, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sedangkan 2 Partai Menolak RUU ini untuk disahkan menjadi UU. Adapun 2 Partai yang menolak tersebut adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.
Proses pengesahan RUU Cipta Kerja Omnibus Law menjadi UU mengalami perjalan yang cukup alot walaupun tergolong kilat bila dibandingkan dengan RUU lainnya. Terhitung ada 64 kali Rapat antara Badan Legidlasi (Baleg) DPR RI dan Pemerintah untuk membahas RUU ini. Tepatnya, 64 kali Rapat antara Baleg dan Pemerintah, 65 kali Panja dan 6 kali Timus Timsin. Hal ini sesuai keterangan yang disampaikan oleh Ketua Baleg Supratman Andi Agtas. ” Rapat 64 kali, 65 kali Panja dan 6 kali Timus Timsin, mulai Senin-Minggu, dari pagi sampai malam dini hari, bahkan reses melakukan rapat di dalam atau di luar gedung atas persetujuan Pimpinan DPR ” pungkas Supratman dalam Rapat Paripurna DPR-RI (Senin, 05/10/2020-Red).
Secara keseluruhan, RUU yang disusun dengan Metode Omnibus Law itu terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal dari yang sebelumnya 15 Bab dengan 185 Pasal. Secara keseluruhan, ada 1.203 Pasal dari 73 Undang-Undang Terkait dan terbagi atas 7,197 Daftar Inventarisir Masalah (DIM) yang terdampak RUU tersebut.
Berbagai Organisasi (serikat) Pekerja menyatakan kecewa dan protes atas pengesahan RUU ini antara lain Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), FSPM, FSBMM, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), SERBUK Indonesia, PPIP, FSP2KI, FBTPI dan Organisasi Buruh lainnya. Bahkan, Presiden KSPI Said Iqbal mengancam bahwa ada 32 Federasi dan Konfederasi Serikat Buruh ditambah beberapa Federasi Serikat Buruh lainnya siap melakukan Unjuk Rasa Serentak secara Nasional. ” 32 Federasi dan Konfederasi Serikat Buruh dan Beberapa Federasi Serikat Buruh Lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional ” kata Said Iqbal saat Konferensi Pers (Senin, 05/10/2020-Red).
Kejar tayang Pembahasan RUU ini untuk menjadi UU diklaim Pihak Pemerintah untuk memudahkan Investasi di Indonesia. Dengan disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, diharapkan bisa mendorong peningkatan Investasi, terutama Investasi Asing di Tanah Air. Pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, menurut Pemerintah akan mengatrol pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan peluang kerja lebih banyak terutama di Masa Pandemi Virus Corona (Covid-19).
Klaim ini, disampaikan oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. “ RUU Cipta Kerja akan mendorong Reformasi Regulasi dan Debirokratisasi, sehingga pelayanan Pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan adanya penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dan penggunaan sistem elektronik ” kata Airlangga
Airlangga menambahkan, bahwa masalah yang kerap menghambat peningkatan investasi dan pembukaan lapangan kerja, antara lain adalah proses perizinan yang rumit dan lama, persyaratan investasi yang memberatkan, pengadaan lahan yang sulit, hingga pemberdayaan UMKM dan koperasi yang belum optimal.
Mengapa RUU Omnibus Law Cipta Kerja Ditolak Habis-Habisan Terutama Oleh Kaum Buruh ?
Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket Omnibus Law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat luas, terutama Jutaan Pekerja di Indonesia. Beberapa Pasal dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja dianggap Organisasi Buruh akan merugikan posisi tawarmereka sebagai Pekerja. Salah satunya adalah tentang Penghapusan Skema Upah Minimum UMK yang diganti dengan UMP yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah.
Selain itu, Pasal 79 juga dianggap sangat merugikan Para Pekerja. Pasal ini terkait masalah istirahat. Pasal 79 menyatakan istirahat hanya 1 Hari Per Minggu. Artinya, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada pekerja atau buruh makin berkurang dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Pasal lain yang dianggap merugikan Para Pekerja adalah Pasal yang mengatur tentang Pekerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT), Upah, Pesangon, Hubungan Kerja, Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan Jaminan Sosial.
Menurut informasi tekini yang didapat Redaksi LH (liputanhukum.com) bahwa Pada Hari Rabu (08/10/2020-Red), akan terjadi demo besar-besaran oleh Mahasiswa di Seluruh Indonesia untuk menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan DPR-RI. (Mustafa Fadlil/Red)