621 views

Nasehat Indah Kepala Negara: Takutlah Pada Allah dan Dosa! Bagaimana Mewujudkannya?

Oleh:

**Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) berharap agar semua komponen, baik pejabat atau masyarakat memiliki rasa ketakutan terhadap perilaku korupsi. Jokowi mengatakan, takut korupsi bukan hanya terbangun atas ketakutan terhadap denda dan terhadap penjara. Namun lebih dari itu, takut terhadap dosa. Presiden juga mengatakan bahwa seharusnya takut melakukan korupsi juga bisa didasarkan pada ketakutan kepada sanksi sosial, takut dan malu pada keluarga, kepada tetangga, dan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Presiden mengatakan, bahwa gerakan budaya antikorupsi harus terus digalakkan dan masyarakat harus tahu apa itu korupsi, gratifikasi, serta menjadi bagian untuk mencegah korupsi. Presiden juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk menjadi bagian penting dari gerakan budaya anti korupsi ini. Seperti tokoh agama, tokoh budaya, tokoh masyarakat, dan para pendidik institusi pendidikan keagamaan, kesenian, adalah bagian yang sangat penting dari upaya ini.

Dengan keteladanan semuanya, perbaikan regulasi dan reformasi birokrasi, Presiden yakin masyarakat akan menyambut baik gerakan budaya antikorupsi ini. Sebab seorang Kepala Negara, ia menurut sampaikan akan terus mengikuti aksi pencegahan korupsi ini dari waktu ke waktu. Sebagai kepala negara, Jokowi berharap agar bersama-sama dalam visi dan selaraskan langkah untuk membangun pemerintahan yang efektif, yang efisien, dan inovatif, sekaligus bebas dari korupsi.

Nasehat Takut Kepada Allah Itu Indah

Sejatinya manusia selalu ingin berubah lebih baik. Bagaimanapun sulit dan rusaknya kehidupan yang ia jalani, pada klimaksnya akan menemukan titik nadir kejenuhan dan berharap ada perubahan. Hanya saja, tidak semua usaha perubahan yang ditempuh mampu membawa kearah yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan karena kesalahan dalam menganalisa akar persoalan sehingga berimbas pada solusi. Adapun usaha perubahan yang dilakukan seolah-olah terasa sia-sia.

Kejenuhan dan kegagalan seorang Kepala Negara dalam memimpin pasti mampu ia rasakan. Karena itulah ia terus mencari jalan keluar dan mengajukan ide-idenya agar keluar dari banyaknya Problem Negara dan Rakyat yang harus dihadapi. Ketika semua usaha dirasa sudah dilakukan namun tak kunjung membuahkan hasil, maka sebagai seorang manusia biasa, naluri tadayyun akan berbicara. Hadirnya naluri tersebut menunjukkan satu sinyal keras bahwa setinggi apapun jabatannya, ia bukanlah Tuhan yang mampu melakukan segala hal dan memutuskan segala perkara. Dan disisi lain, ia sedang merendah kepada Rabbnya.

Mungkin saja itulah yang dirasakan oleh Presiden Jokowi saat menyampaikan nasehat terkait taqwa. Jokowi menyinggung persoalan korupsi yang tak kunjung henti di Negeri ini. Masyarakat sudah tentu tahu bahwa korupsi telah membudaya bahkan dianggap hal yang lumrah. Apalagi Life Style para Penguasa yang hedonis, permisif dan konsumtif tentu tidak lepas dari perbuatan korupsi. Tuntutan hidup dan juga budaya pamer juga turut serta menghiasi kehidupan pejabat-pejabat di Indonesia.

Semakin hari angka korupsi meninggi. Siapapun Kepala Negaranya, siapapun Hakimnya, berapapun tunjangan dinaikkan, tak kunjung memberikan solusi untuk mengakhiri kasus korupsi tersebut. Dengan mencoba memberikan nasehat yang persuasif kepada bawahannya, Jokowi menyinggung persoalan aqidah. Presiden menghimbau dan memberikan nasehat agar menumbuhkan rasa takut, dan malu baik pada orang lain, keluarga juga kepada Allah. Sehingga tidak berbuat dosa.

Nasehat Jokowi sebagai Kepala Negara agar takut kepada Allah sangatlah indah. Dan sudah seharusnya sebagai Pejabat Tertinggi selalu menasehati Para Wakilnya, Rakyat agar selalu bertaqwa dan mengingat Allah. Disamping juga mengingatkan Sanksi Sosial ketika seorang Pejabat Negara melakukan Perkara Maksiat seperti Korupsi.

Tetapi, Presiden juga tidak boleh melupakan dirinya sendiri. Sebab nasehat yang indah itu juga harus menyentuh penyampainya. Terkadang manusia memang suka menasehati orang lain namun lupa menasehati dirinya sendiri. Alangkah hebatnya seorang Pemimpin Negara Besar seperti Nusantara ini jika selalu menasehati dirinya dengan mengingat Allah juga dosa. Hal demikian pasti memberikan Efek Positif dan mampu membendung perbuatan maksiat.

Nasehat kepada diri sendiri dan orang lain agar takut pada Allah adalah nasehat yang mulia. Sebab hal tersebut merupakan pesan Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa Agama adalah Nasehat. Selain itu, seorang Kepala Negara juga tidak layak menolak nasehat yang baik dari rakyatnya saat terlihat melakukan kedzaliman. Memberi dan menerima nasehat adalah aktifitas mulia Seorang Muslim yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan Hari Kiamat.

Teladan Takut Itu Berarti Tunduk

Presiden Jokowi juga mengajak Semua Lapisan Masyarakat agar menunjukkan keteladanan agar terhindar dari perbuatan Korupsi. Ajakan ini tentu harus didukung dan diamalkan. Terlepas siapa yang menyampaikan. Karena keikhlasan seseorang menerima nasehat bukan hanya melihat siapa yang memberi nasehat tetapi juga isi nasehat yang diberikan. Seandainya terdapat seseorang yang memberikan nasehat taqwa namun ia sendiri jauh dari melaksanakannya, maka janganlah meniru yang demikian, tetaplah terima dan laksanakan nasehatnya.

Bicara tentang teladan dan takut dalam Perspektif Aqidah Islam berarti mengikuti sepenuhnya apa yang diyakini sebagai kebenaran. Dalam hal ini, Seorang Muslim tentu tidak akan mengingkari bahwa kebenaran yang datang dari Rabbnya yaitu Syariat Islam adalah satu-satunya jalan keselamatan. Dan memberikan sepenuhnya ketundukan dirinya terhadap perintah yang tertuang dalam syariah tersebut. Dan itulah konsekuensi yang diterima dari keyakinannya terhadap Allah SWT.

Rasulullah SAW sebagai teladan terbaik haruslah selalu jadi rujukan. Beliau dikatakan teladan sepanjang masa karena melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Tunduk sepenuhnya kepada ketetapan Allah. Itulah arti takut yang sebenarnya. Bukan sekedar ucapan lisan yang tidak berbekas dalam hati dan perbuatan. Sejatinya Seorang Manusia khususnya Pemimpin dan Penguasa wajib meneladani Rasulullah SAW dalam mengamalkan ketakutan hanya kepada Allah SWT.

Nasehat Presiden Jokowi agar takut kepada Allah bermakna harus senantiasa mengingat Allah. Dan cara mengingat Allah adalah dengan meneladani Rasulullah SAW. Apalagi dalam Islam, takut pada Allah adalah suatu kewajiban. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

و ايى فاتقون

” Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus bertaqwa ” (TQS. al-Baqoroh :41)

Dalam ayat lain, Allah SWT juga berfirman :

و ايى فارهبون

” Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus takut (tunduk). (TQS.al-Baqoroh : 40)

Serta pada surat An-Nisa ayat 1, Allah SWT mengingatkan:

يا ايها الناس اتقوا ربكم

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu… “

Jadi, sangat jelas sekali bahwa ketakutan kepada Allah adalah bermakna ketundukan sepenuhnya kepada perintah dan laranganNya. Semoga nasehat Presiden Jokowi yang mengingatkan kepada takut (taqwa) kepada Allah menjadi jalan dibukakan pertolongan bagi Pemimpin Negeri Ini agar tunduk sepenuhnya kepada Allah dengan menerapkan Syariat Islam secara totalitas. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga nasehat Presiden Jokowi agar selalu takut kepada Allah dapat terealisasi.

Ketika Syariah Islam diterapkan secara totalitas oleh Negara, maka ketaqwaan individu akan selalu terwujud, dibantu adanya Kontrol Masyarakat yang terus mengawasi jalannya pelaksanaan Syariat oleh Penguasa, serta ditopang oleh Negara yang siap Mengeksekusi Pelaku Kejahatan seperti Korupsi dengan hukum Allah. Dengan demikian, ketaqwaan atau ketakutan yang diserukan oleh Presiden betul-betul nyata terwujud.

Tanpa adanya penerapan Syariat Islam secara kaffah, maka taqwa atau takut juga keteladanan hanyalah omong kosong belaka. Semoga Allah SWT segera mendatangkan pertolongan-Nya untuk Negeri ini dan Negeri muslim lainnya dalam perjuangan menerapkan Syariat Islam sebagai wujud ketakutan (taqwa) kepada Allah dan keteladanan dari Rasulullah SAW. Wallahu a’lam Bissawab.

Tulisan ini merupakan **Disclaimer : Kanal Opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab Penulis. Jika ada Pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai Aturan Pers bahwa Pihak tersebut dapat memberikan Hak Jawabnya kepada Penulis Opini, dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.