JAKARTA-LH: Tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk Rapid Test dan Uji Swab dikeluhkan banyak masyarakat terutama yang membutuhkannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan SIKM (Surat Izin Keluar-Masuk (SIKM). Hal ini terhimpun dari berbagai hasil liputan Wartawan dan hasil Pantauan LH termasuk informasi dari berbagai Media baik Media Massa maupun Media Sosial (2 Minggu Terakhir-Red).
Selain tingginya Biaya Rapid Test dengan Swabnya sebagai syarat untuk terbitnya SIKM, juga yang menjadi keluhan masyarakat sebagai sorotan kami adalah tidak adanya keseragaman tarif sehingga menimbulkan ketidakpastian. Anatara daerah yang satu (Provinsi/Kabupaten/Kota dengan daerah lainnya terjadi perbedaan tariff. Bahkan antara Rumah Sakit/Puskesmas/Klinik yang satu dengan yang lainnya terjadi perbedaan tariff. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakpastian tarif yang beraflikasi kepada kebingungan masyarakat dan diduga dapat menyebabkan kerawanan pungutan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Berikut adalah hasil liputan dan pantauan LH dari berbagai penjuru Tanah Air terkait hal ini :
1. Hasil Liputan di Kabupaten Mamasa Sulawesi Barat; bagi Warga Luar Kabupaten ini yang melakukan perjalanan ke Mamasa dikenakan Biaya Rp 250.000,- dan bagi Warga Mamasa digratiskan (04/06/2020-Red);
2. Di Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara; masyarakat dikenakan biaya Rapid Test mencapai Rp 560.000,- Hal ini terjadi di RSUD Sosroatmodjo; Bahkan ada yang mencapai Rp 1 Juta;
3. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT);
Biaya Rapid Test di Provinsi ini berpariasi antara Rp 350.000,- – Rp 1.500.000,- Dilansir POS-KUPANG.COM (Rabu, 03/06/2020-Red);
4. Provinsi Kalimantan Timur;
Kaltim menerapkan istilah Paket dalam menentukan Tarif Rapid Test. Paket Pertama seharga Rp 450.000,- (hanya Rapid Test), Paket Kedua seharga Rp 520.000,- (Rapid Test dan Uji Lab Darah Lengkap), Paket Ketiga seharga Rp 700.000,- (Rapid Test, Uji Lab Darah Lengkap, dan Rontgen Thorax), dan Paket Terakhir seharga Rp 830.000,- (Rapid Test, Uji Lab Darah Lengkap, dan Rontgen Thorax, dan CRP (C-Reaktif Protein).
5. DKI Jakarta;
Dari hasil pantauan di DKI Jakarta, terjadi variasi tarif Rapid Test antar RS yang satu dengan RS lainnya. RS Yadika Pondok Bambu Jakrta Timur misalnya, membuat Tarif dalam bentuk Paket yaitu Paket Madya dengan harga Rp 738.599,- dan Paket Utama dengan harga Rp 1.318.599; RS Islam Jakarta Pondok Kopi membuat istilah lain yaitu Paket Bronze dengan harga Rp 490.000,- Silver dengan harga Rp 660.000,- Gold dengan harga Rp 795.000,- dan Diamond dengan harga Rp 2.350.000,-. Yang agak murah terdapat di RS Dharma Nugraha Rawamangun, dimana Tarifnya hanya Rp 400.000,-. RS Antam Medika yakni Rp 550.000,- s/d Rp 2.200.000,- RS Pertamina, Harga pemeriksaan swab dan PCR ‘personal’ Rp 2.500.000; RS Pondok Indah,Untuk rapid test akan dikenakan biaya pemeriksaannya berkisar Rp 480.000. Sementara untuk Basic Screening, Advance Screening, Comprehensive Screening harganya mulai dari Rp 1.900.000 – Rp 5.750.000; RS Siloam, menyediakan Drive Thru Rapid Test Covid-19 dibanderol dengan harga Rp 489.000; RS Sari Asih, menyediakan drive thru rapid test Covid-19 Rp 285.000. Untuk swab test Rp 2.150.000,-; RS Gandaria, tersedia drive thru rapid test dengan harga Rp 500.000 s/d Rp 3.000.000,-; RSPAD Gatot Soebroto menentukan Tarif test swab dari Rp1.500.000,- s/d Rp 2.800.000,-;
6. Di Bandara juga menyediakan Tes PCR dengan tariff sekitar Rp 2.500.000,-.
Hasil liputan tentang tarif Rapid Test secara sampling tersebut merupakan gambaran tentang harga tarif yang menurut mayoritas masyarakat sangat mahal dan cukup memberatkan. Selain terlalu mahal, tidak adanya keseragaman tariff harga antara Rumah Sakit dan atau Instansi yang berwenang mengeluarkan Rapid Test juga menjadi persoalan. Untuk itu, banyak pihak yang meminta Pemerintah Pusat untuk mengeluakan Regulasi yang merata/Seragam dan terjangkau sebagai standarisasi yang mengikat dan berlaku Secara Nasional mengingat Pandemi Covid-19 ini merupakan persoalan Nasional dan Global (Dunia).
Terkait hal ini, Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan, Pemerintah sangat penting membuat Standarisasi Harga yang harus dibayar untuk Rapid Test dan PCR Test. Hal ini perlu untuk menghindari ada oknum yang menjadikan pemeriksaan Covid-19 sebagai ladang bisnis yang mengorbankan masyarakat. Kondisi ini dinilai sangat rawan untuk disalahgunakan oleh para oknum. “ Untuk Tes Mandiri (Rapid Tes dan Uji Swab) harus dilakukan Standar Harga yang terjangkau oleh masyarakat sehingga tidak menjadi komoditi bisnis ” pungkasnya (Jumat, 29/05/2020-Red).
Yang menarik lagi, kewajiban melakukan Rapid Test diduga ternyata tidak hanya untuk orang bepergian. Kewajiban Rapid Test juga dikenakan terhadap Para Pasien Non-Corona yang akan berobat di Rumah Sakit. Naifnya lagi, biaya Rapid Test tersebut tidak ditanggung BPJS dan atau Asuransi Kesehatan Swasta Maupun Pemerintah.
Terkait hal ini, Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho mengatakan bahwa biaya untuk melakukan Rapid Test tidak ditanggung oleh Pihak Rumah Sakit, BPJS dan Asuransi Kesehatan Swasta maupun Pemerintah. Hal ini jelas akan mempersulit masyarakat terutama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit. ” Kami menemukan bahwa test (Rapid atau PCR) dijadikan prasyarat Rumah Sakit ketika akan menangani Pasien Non-Covid ” ungkap Teguh (Rabu, 06/05/2020-Red).
Menurut Teguh, dengan adanya prasyarat tambahan itu akan dikhawatirkan pelayanan kepada Pasien Non-Covid-19 dengan riwayat pernyakit kronis dan serius, seperti pasien yang membutuhkan cuci darah di rumah sakit dan sempat dikeluhkan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPDCI). ” Penanganan kepada masyarakat yang memiliki penyakit kronis luput dari amatan Pemerintah Daerah, mereka otomatis ditetapkan sebagai ODP, harus melakukan isolasi diri dan dirujuk melakukan perawatan penyakitnya di Rumah Sakit Rujukan. Para pasien penyakit kronis justru memiliki penyakit penyerta yang membuat mereka lebih rentan terhadap Covid-19 ” tambahnya.
Oleh karena itu, Ombudsman Jakarta Raya meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan mitigasi pelayanan bagi masyarakat umum yang berobat ke Rumah Sakit, baik karena penyakit kronis maupun penyakit biasa. Sehingga semuanya bisa dilayani dengan baik. ” Ada dua Langkah yang bisa ditempuh Pemprov DKI, Pertama, biaya Rapid Test ditanggung oleh Pemprov DKI dan Kedua, menyediakan Rumah Sakit rujukan, bagi para penderita penyakit kronis yang telah menerapkan standar penanganan Covid-19 tanpa harus membebani Para Pasien Kronis tersebut “ tegas Teguh P. Nugroho memberikan solusi.
Para Pegiat Sosial juga mempertanyakan pemungutan biaya terhadap masyarakat yang membutuhkan SIKM (Surat Izin Keluar-Masuk). Disatu sisi Pemerintah ingin menerapkan New-Normal tetapi disisi lain mengapa membuat persyaratan terhadap Masyarakat yang akan bepergian berupa Izin (SIKM) yang harus mengeluarkan biaya yang relatif tinggi dan variatif ? Bukankah sudah tersedia Anggaran untuk penanggulangan Wabah Covid-19 apalagi telah ditetapkan Sebagai Bencana Nasional Non-Alam sesuai Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional ? Apakah pemungutan biaya Rapid Test sebagai salah satu persyaratan terbitnya SIKM ini tidak semakin membeeratkan beban masyarakat yang masih dilanda kegoncanagan ekonomi akibat Wabah Pandemic Covid-19 ini ?
Selain itu, bukankah Idealnya Regulasi yang mengatur Tarif ini harus diatur dalam bentuk Undang-Undang mengingat terkait pemungutan uang terhadap masyarakat banyak dan menyangkut hajat hidup orang banyak? Semoga Para Pemangku Jabatan di Negeri ini bijak dan selalu memihak kepada rakyat banyak. Amiin ! (TIM/Redaksi)