LABUHANBATU-LH: Berdalih Tidak Adanya Uang Transportasi untuk menyalurkan bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) dalam bentuk sembako dari Pemprov Sumatera Utara untuk Warga kurang mampu dan terdampak pandemi Covid-19, maka Diduga Oknum Para Aparat Desa Meranti Paham Kecamatan Panai Hulu, Labuhanbatu menyepakati dan memutuskan untuk memungut biaya dari setiap Penerima Bantuan JPS sebesar Rp 15.000,- Per-KK. Hal ini terbongkar berkat pengakuan beberapa Warga Peserta JPS Desa Meranti Paham kepada Wartawan LH. ” Saya tidak tahu Pak uang itu untuk apa, karena Anak Saya yang mengambil bantuan sembako-nya ” ujar seorang Ibu (28/05/2020/Red).
Mendapat pengakuan dari beberapa Warga yang tidak mau terpublikasi namanya, akhirnya Wartawan LH melakukan konfirmasi dan atau klarifikasi kepada Para Pihak Terkait. Kepala desa Meranti Paham Sugeng Haryanto Saat dikonfirmasi LH dikediamannya menyatakan tidak mengetahui adanya pengutipan itu. ” Saya tidak mengetahui Pak adanya pengutipan uang Rp 15.000,- kepada Warga terkait bantuan Sembako Covid-19 yang dari Provinsi di Desa Saya “ pungkasnya (27/05/2020-Red).
Pada tempat dan hari yang berbeda, Wartawan LH melakukan konfirmasi dan atau klarifikasi kepada Plt. Kepala Dusun V yang juga menjabat sebagai Kaur Pembangunan Desa Meranti Paham bernama Sutris terkait informasi yang sudah berkembang di tengah masyarakat. Kepada Wartawan LH Sutris menjelaskan “ begini ceritanya Pak.., Pak Kades tidak datang. Jadi Saya yang berangkat ke Kecamatan menjemput bantuan sembako yang dari Provinsi (Sumut-Red).Nah, pas sampai di lokasi, Pihak dari Bansos yang tinggi-tinggi orangnya menyampaikan bahwa tidak ada dana transportasinya. Setelah dengar itu, lalu Saya telpon Pak Kades, hallo Pak Kades.., uang transportasinya tidak ada,,, jadi jawab Kades, ya dudah nanti kita kutipkan, ucap kades. Jadi, pengutipan Uang Rp 15.000 itu, dikutip oleh Perwakilan Kepala Dusun dan sudah konsultasikan dengan Perangkat Desa Pak. Dan Pak Kades mengetahui pengutipan itu pak ” ujar Sutris didampingi temannya menjelaskan kepada Wartawan LH (29/05/2020/Red).
Ketika Redaksi LH mengulangi melakukan konfirmasi dan atau klarifikasi kepda Sutris melalui Telepon Selularnya, yang bersangkutan membenarkan keterangan yang diberikannya kepada Wartawan LH. “ Betul Pak, Saya sudah ketemu Wartawan Liputan Hukum Pak Edi Syahputra Ritonga. Saya sudah menjelaskan tentang adanya pungutan Rp 15.000,- untuk bantu transportasi karena Bantuan Sembako itu harus kami jemput ke Pelabuhan Tanjung Sarang Elang. Kami mondar-mandir sampai 3 kali langsiran untuk mengangkut bantuan itu agar sampai ke Kantor Desa (Meranti Paham-Red) yang berjarak kurang lebih 12 KM “ ungkap Sutris melalui Telepon Selularnya (Rabu, Pukul 10:22 WIB; 03/06/2020-Red).
Ketika dipertanyakan lebih lanjut, apakah semua Kepala Dusun dari 7 Dusun yang ada di Desa Meranti Paham sudah melakukan pemungutan itu ? Sutris menjawab, “ semua memungut, cuman ada yang gak terpungut karena biaya kami dipas-paskan aja lah dulu “ jawab Sutris.
Sewaktu ditanyakan bagaimana teknis transaksi terkait kutipan Rp 15.000,- dengan Para Warga Penerima Bantuan ? Sutris menjawab, “ dikutip dulu untuk mengambil transport itu lah Bang. Karena untuk transport kan gak bisa utang “ jelas Sutris.
Mengenai berapa lama penyerahan Bantuan kepada Warga Penerima setelah menyetor uang transport sebesar Rp 15.000,- itu, Sutris menyatakan hari itu juga. “ diserahkan hari itu juga. Tapi itu kan 3 kali langsiran. Kami langsung gerakkan semua RT dan Linmas “ kata Sutris.
Ketika ditanya kembali apakah semua keputusan atas pemungutan Uang Rp 15.000,- itu atas sepengetahuan Kepala Desa sebagai Pimpinan Tertinggi di Pemerintahan Desa ? Sutris menjawab dengan tegas “ Ya, ini hasil Musyawarah antara Kepala Desa, BPD (Badan Perwakilan Desa-Red), LKMD, dan Tokoh Masyarakat “ tegas Sutris.
Sebagai Clossing Statement, Sutris menyampaikan “ Saya kecewa karena katanya tidak ada anggaran kenapa kami saat kami mengutip anggaran kok ternyata dipermasalahkan, sementara masyarakat mendukung karena ituada yang belum mendapat terakhir-terakhirnya kan mendapat. Terakhir, kami minta petunjuk tentang anggran itu akan kami kembalikan ke Masyarakat. Yang sudah memberikan kan kami tanda, orang kami yang minta, ya udah kami kembalikan “ tutup Sutris sebagai solusi.
Menyangkut kejadian ini, Salah Satu Pemerhati Desa Meranti Paham Rudi menyatakan kepada LH bahwa “pengutipan tidak dibenarkan kemasyarakat tanpa Ada aturan yang berlaku “ tuturnya (02/06/2020-Red).
Camat Panai Hulu Kholid Lubis, ketika dikonfirmasi dan atau diklarifikasi Redaksi LH terkait kasus ini melalui Telepon Selularnya (Rabu, Pukul 10:54 WIB; 03/06/2020-Red) menyampaikan “ Jadi terkait hal ini, Saya siang ini mau turun dulu nanti ke Meranti Paham . Saya ambil informasi dulu, klarifikasi disana, nanti selanjutnya saya sampaikan ya Pak ya “ jawab Camat Panai Hulu itu. Namun sayangnya, sampai berita ini ditayangkan tengah malam belum ada balasan lanjutan dari Camat Kholid Lubis.
Menanggapi hal ini, Rajid Yuliawan S. Kom sebagai Humas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Labuhanbatu yang dihubungi melalui Telepon Selularnya menyampaikan “ memang untuk bantuan yang dari Provinsi kita gak tau, kita hanya diberikan bahan pokok. Tapi dikonsepnya, seharusnya tidak ada alasan pungutan-pungutan itu Bang. Yang jelas Bang, pada prisipnya tidak ada kutipan bagi masyarakat. Kita tidak menganjurkan aparat paling rendah sekalipun untuk mengutip apapun dan dengan alasan apapun dari masyarakt. Karena masyarakat yang dikasi itu adalah masyarakat yang sangat memerlukan. Tidak ada ceritanya judul lain-lain, gitu loh Bang “ tegas Rajid Yuliawan yang juga sebagai Kadis Kominfo Labuhanbatu itu (Rabu, Pukul 11:10 WIB; 03/06/2020-Red).
Menurut data dan informasi yang didapatkan bahwa jumlah masyarakat Desa Meranti Paham yang mendapatkan bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) dalam bentuk sembako dari Pemprov Sumatera Utara untuk Warga kurang mampu dan terdampak Pandemi Covid-19 adalah 448 KK. Adapun bentuk bantuan yang diberikan berupa sembako yaitu 10 Kg Beras, minyak makan 2 liter, gula dan Intermie.
Jika dianalogikan jumlah dana yang dipungut untuk alasan transportasi tersebut sebesar Rp 15.000,- dikali Jumlah Warga Penerima Bantuan yaitu sebanyak 448 KK maka terkumpullah uang sebesar Rp 6.720.000,-. Tetapi, yang terpenting bukanlah angka-angkanya, melainkan tindakan yang diduga dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Korupsi Keadaan Tertentu sebagaimana diatur dalam UU No 20 Tahun 2001 Sebagai Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. Berdasarkan UU dan Kepres tersebut, Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dana Covid-19 dapat dituntut dengan Ancaman Hukuman Mati sesuai Pasal 2 (1 & 2) dan atau setidak-tidaknya kalau itu dilakukan oleh Penyelenggara Negara dapat dijerat dengan Pasal 12-nya.
“ Pasal 12; Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); Huruf (e): Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri “ demikian kutipan Pasal 12 Huruf (e) UU UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah menjadi UU no 20 Tahun 2001.
” Pasal 2; Ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar;
Ayat (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan “ demikian bunyi Pasal 2 (1 & 2) UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .
Pada Penjelasan Pasal 2 (2) dijelaskan apa yang dimaksud dengan keadaan tertentu. “ Yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi apabila Tindak Pidana Tersebut dilakukan Pada Waktu Negara Dalam Keadaan Bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Pada Waktu Terjadi Bencana Alam Nasional, sebagai Pengulangan Tindak Pidana Korupsi, atau Pada Waktu Negara Dalam Keadaan Krisis Ekonomi dan Moneter “ begitu bunyi penjelasan dari Pasal 2 ayat 2 UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut.
Pertanyaan berikutnya adalah Apa Dasar Hukum yang dapat dipakai untuk meyatakan Wabah Pandemi Virus Corona (Covid-19) ini sebagai Keadaan Tertentu sebagaimana yang dimaksudkan UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut ? Hal ini terjawab dengan telah terbitnya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. Artinya, dengan terbitnya Kepres No 12 Tahun 2020 tidak ada alasan lagi bagi Penegak Hukum untuk tidak dapat menerapkan Hukuman Mati bagi Para Koruptor yang menyalahgunakan Dana Bantuan Covid- 19. (Edi Syahputra Ritonga/Red)