LABUHANBATU-LH : Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Se-Kabupaten Labuhanbatu hampir merata terkendala dan bermasalah. Paling tidak dari 10 BUMDes di 4 Kecamatan Daerah Pesisir (Bilah Hilir, Panai Hulu, Pamai Tengah, dan Panai Hilir) yang berhasil diinvestigasi oleh Wartawan Liputan Hukum selama 3 Bulan Terakhir boleh dikatakan bermasalah. Permaslahan yang dialami juga berpariasi, mulai dari persoalan teknis, manajement, transfararansi, akuntabiltas, sampai dengan berhentinya operasional (vakum alias tidak berjalan). Untuk kali ini akan lebih menyoroti tentang berhentinya operasional Usaha Milik Desa yang dimodali/dibiayai oleh Negara ini.
Salah satu contoh adalah yaitu Pengelolaan Badan Usaha milik BUMdes Desa Sei Sanggul di bidang Ayam Petelur yang beralamat di Dusun VII Sidorukun, Desa Sei Sanggul, Kecamatan Panai Hilir. Usaha BUMDes ini vakum alias mati Suri. Padahal, Anggaran yang dikucurkan dari Dana Desa ke Usaha Bumdes ini sebesar Rp 304.000.000 dari Anggaran Tahun 2018 (Tepatnya Anggaran Tahun 2017 terealisasinya Tahun 2018 dan dilalsanakan pelelangan ayamnya Tahun 2019, sehingga masa opersainya 5 bulan).
Ketika hal ini dikonfirmasi dan atau diklarifikasi LH kepada Kepala Desa Sei Sanggul Syafrijal, yang bersangkutan menyampaikan “ akan segera kita panggil kepengurusan BUMdes kenapa bisa vakum dan sampai saat ini Saya belum menerima laporan baik laporan vakum-nya BUMdes atau pun SPJ-nya “ pungkas Syafrijal di Kantornya (Kamis, Pukul 10.00 WIB; 30/04/2020-Red).
Sementara itu, ketika hal ini dikonfirmasi dan atau diklarifikasi kepada Ketua BUMdes Desa Sanggul Zulkenedi pada keesokan harinya mengatakan “ vakum-nya BUMDes tersebut karena merugi sehingga Ayam dilelang dengan harga sangat murah di bandingkan dengan harga modal beli ” ujar Zulkenedi kepada LH (Jum’at, Pukul 16.00WIB; 01/05/2020-Red).
Masih menurut Zulkenedi ” BUMDes di bidang Ayam Ternak Bertelur, jumlah ayam yang dibeli sebanyak 1008 Ekor dengan modal harga Rp 72.000,- Kemudian sebelum bertelur ayam banyak yang mati kurang lebih 200 Ekor dan sesudah bertelur Ayam juga banyak mati sekitar kurang lebih 308 Ekor ” ungkapnya
“Jadi, sisa Ayam yang ditinggal di kandang sebanyak 500 Ekor, dan itulah yang dilelang dijual dengan harga Rp 17.000 /ekor. Dilelang karena pendapatan tidak sesuai dengan biaya pengeluaran dan tidak sanggup lagi mengasi makannya makanya dilelang. BUMdes beroperasi hanya berjalan 5 bulan ditahun 2018 saja ” papar Zulkenedi secara rinci.
Lebih lanjut, Keta BUMDes itu menjelaskan ” Bumdes memperkerjakan hanya satu orang (anak kandang) digaji sebesar Rp 2.500.000 /bulan selama lima bulan, diambil dari dana BUMdes ” tegas Zulkenedi menambahkan.
Terkait penomena banyaknya Usaha BUMDes yang vakum di Kabupaten Labuhanbatu khususnya yang berada di 4 Kecamatan Pesisir seperti yang sudah diuraikan di awal, Plt. Kepala Dinas Pemerintahan Masyarakat dan Desa (PMD) Labuhanbatu Abdi Jaya Pohan menyampaikan kepada LH “ tanya ke Pengawasan saja dulu (Pengawas Bumdes-Red), nanti kita evaluasi dari Dinas PMD karena sturuktur BUMdes itu ada Pengawasnya. Nanti dari informasi ini akan kita terima karena sekarang ada program melakukan evaluasi seluruh BUMdes Labuhanbatu. Mungkin sudah kita evaluasi ada satu BUMDes, mungkin Rabu (06/05/2020-Red) mau akan turun mana BUMDes yang Zona Merah, kemudian Zona Kuning, dan Zona Hijau. Kita akan maksimalkan di Bulan Puasa ini, minimal ada berapa BUMDes yang akan kita evaluasi itu kita dari pihak Dinas PMD Labuhanbatu ” ujar Abdi menjelaskan. (Sabtu, 02/05/2020-Red)
Terkait BUMDes, Sesuai Amanah UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa bahwa Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) merupakan Usaha Desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa. Pemerintah Desa dapat mendirikan Bumdes sesuai dengan kebutuhan dan Potensi Desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa Setempat. Karena Perdes itu merupakan Perintah UU, maka Pembentukan dan Operasionalisasi Bumdes Tanpa Perdes dapat diduga dan atau dikategorikan Ilegal. Hal ini diatur Pasal 88UU No 6 Tahun 2014.
” Pasal88;
(1) Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa.
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa “ demikian perintah Pasal 88 tersebut.
Berdasarkan Pasal 72 Ayat (1) Huruf b UU No 6 Tahun 2014 dapat disimpulkan bahwa salah satu sumber Anggaran dan Pendapat Desa adalah APBN/APBD. Sumber Pendapatan tersebut tentunya juga dapat disalurkan dan digunakan sebagai Modal untu BUMDes. Nah, kalau sampai terjadi Penyalahgunaan Dana itu berarti sama saja terjadi penyalahgunaan Anggaran Negara baik yang berasal dari APBN maupun APBD. Bagi Oknum Pelakunya, selain dapat dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan tentunya juga dapat dijerat dengan Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, siapa yang berkewajiban apabila ada Oknum Pemerintahan Desa yang melakukan penyelewangan atas Tugas, Hak, Kewajiban, dan Wewenangnya itu ? Secara Hukum Pidana tentunya adalah seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) yang berkompeten serta berwenang untuk itu wajib bertanggung jawab sesuai foksinya.
Secara Hukum Administrasi, Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota punya kewajiban melakukan bimbingan, arahan, dan tentunya Sanksi Administratif kepada Oknum Pemerintahan Desa yang melakukan pelanggaran Peratuan Perundang-undangan. Hal ini bisa dilihat salah satunya Pada BAB XIV (Pasal 112 – Pasal 115) UU No 6 Tahun 2014.
(Edy Syahputra Ritonga/Red)