716 views

ADA UANG TUNTUTAN RINGAN ???

PEKANBARU-LH: Hukuman bukanlah merupakan suatu unsur balas dendam Kepada Terdakwa, namun lebih ditekankan sebagai Tindakan Reprehensif dan membidik bagi terdakwa yang telah melakukan suatu tindak pidana agar kedepannya menjadi lebih baik. Masih banyak terjadi perbedaan pendapat tentang hukuman yang pantas bagi Pengguna Narkoba. Hakim juga masih berperspektif untuk memenjarakan pengguna narkotika.

Tidak dikabulkannya permintaan untuk merehabilitasi pengguna menjadi temuan penting bahwa hakim pada dasarnya justru tidak memperhatikan ketentuan dalam SEMA. Mayoritas hakim memutus menggunakan pasal 111/112 dengan 60% putusan, meskipun dalam dakwaan, Jaksa juga mendakwa dengan Pasal 127.

Bahkan dari total seluruh putusan, hanya ada tiga terpidana yang dijatuhi tindakan rehabilitasi (6%) dan ketiganya merupakan terpidana anak. Kemiripan lainnya adalah dua dari ketiganya sudah sempat ditahan di tempat rehabilitasi. Asumsi bahwa kecenderungan hakim menempatkan terpidana di tempat rehabilitasi setelah sebelumnya terpidana dirawat di pusat rehabilitasi terkonfirmasi dengan temuan ini.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa belum ada pemahaman yang sama antara Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam memperlakukan pengguna dan pecandu narkotika sebagai korban yang penting untuk direhabilitasi. Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 20111 dan SEJA (Surat Edaran Jaksa Agung) Nomor SE-002/A/JA/02/2013, perspektif pemenjaraan masih kuat. Rekomendasinya, agar MA perlu melakukan sosialisasi terkait SEMA ini dan lebih menekankan kepada jajaran Hakim dibawah kekuasaan Yudukatif untuk memahami betapa pentingnya posisi pengguna dan pecandu sebagai korban yang perlu dilindungi.

MA pada dasarnya memandang persoalan narkotika merupakan hal yang penting. Menurut Asisten Kamar Pidana MA, Bapak Arman Surya Putra, isu narkotik menjadi isu yang selalu dibahas dalam Rapat Pleno di MA. MA beberapa kali mengeluarkan putusan yang berpihak pada pengguna dan pecandu, salah satunya adalah Deskresi Yudisial yang menerobos tindak pidana minimal dalam UU Narkotik dalam hal terdakwa adalah pengguna dan atau pecandu.
Apalagi ketika Oknum Jaksa Penuntut Umum tidak memiliki nurani dan pengetahuan secara benar atas tuntutan yang diberikan kepada pelaku pengguna narkoba maka yang akan terjadi adalah tuntutan yang tidak berdasarkan aturan hukum dan Undang Undang yang berlaku.

Inilah alasan Terdakwa Jimmy Kurnia melaporkan JPU NY ke Komisi Kejaksaan RI. Menurut Jimmy apa yang dilakukan JPU berinisial NY pada dirinya sebagai upaya balas dendam karena apa yang minta oleh JPU NY tidak dapat dipenuhinya, LH mencoba bertanya lebih rinci pada Jimy apa yang diminta JPU itu, dengan lantang Jimmy mengatakan bahwa dirinya tidak dapat memberikan sejumlah uang yang diminta jaksa itu. Dan yang lebih menyakitkan bahwa JPU NY tidak memperdulikan Surat Hasil Asesmen Medis agar dirinya direhabilitasi tapi justru menuntut hukuman 5 Tahun 6 Bulan Kurungan Penjara, pangkas Jimmy disela sela agenda pembacaan Pledoi di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Apa jadinya Hukum di Negri ini kalau semua harus pakai uang. Keadilan sudah ternodai jika benar apa yang disampaikan Jimmy pada LH. Jimmy adalah potret kecil tentang kondisi hukum di Negeri ini. Betapa keadilan itu terasa jauh asap dari api dan sudah seharusnya bagi pengguna narkoba itu bukan dipenjarakan melainkan direhabilitasi agar kondisi kesehatannya kembali pulih.

Ombudsman RI (ORI) menilai penangkapan pelaku penyalahgunaan narkoba hanya akan membuat Lapas Penuh jika rehabilitasi belum jadi prioritas. Merujuk Pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 54 menyatakan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Rehabilitasi medis yakni terkait pengobatan dan pemulihan kesehatan.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Direktur IV Narkoba Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Eko Daniyanto mengatakan, “ pengguna narkotik yang ditangkap petugas dengan barang bukti kurang dari 1 gram akan diarahkan untuk menjalani rehabilitasi. Pengguna akan lebih dulu menjalani proses assessment sebelum dipastikan direhab “ pungkas Eko Daniyanto.

Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi / keadaan sebelumnya. Bagi seorang penyalahguna atau pecandu narkoba, Rehabilitasi merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam rangka Full Recovery (pemulihan sepenuhnya), untuk hidup normatif, mandiri dan produktif di masyarakat.

Rehabilitasi berkelanjutan seorang pecandu narkoba diawali oleh tahapan Rehabilitasi Medis yang bertujuan memulihkan kesehatan fisik dan psikis/mental seorang pecandu narkoba melalui layanan kesehatan dan terapi medis/psikiatris. Tahapan selanjutnya yaitu Rehabilitasi Sosial yang bertujuan mengintegrasikan (menyatukan) kembali seorang pecandu narkoba ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara memulihkan proses berpikir, berperilaku, dan beremosi sebagai komponen kepribadiannya agar mampu berinteraksi di lingkungan sosialnya (dalam lingkungan rehabilitasi).

Seorang Pecandu Narkoba dapat mengikuti program rehabilitasi dengan didasarkan atas kesadaran sendiri, hasil penjangkauan, program wajib lapor, tersangka yang sedang menjalani proses penyidikan dan penuntutan, terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan, dan terpidana yang telah mendapat penetapan atau keputusan hakim.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 2415/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan sangatlah jelas bahwa Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan terpadu untuk mengobati pecandu Narkoba.

Sudah menjadi tanggung jawab kita semua sebagai anak bangsa untuk memerangi narkoba dan membebaskan generasi muda dari jeratannya dengan cara cara yang bermartabat juga bertanggung jawab. (Bagus/Red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.