JAKARTA-LH: Ketua Umum (Ketum) Suara Rakyat Keadilan (SRK) Ahmad Rossano meminta dan mendesak Komisi III DPR-RI agar memanggil Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk membahas Persoalan Mobil Mewah Bodong (Illegal) yang diduga berpotensi merugikan Keuangan Negara dalam jumlah besar. Hal ini disampaikan Rossano panggilan akrab Ketum SRK itu kepada LH melalui Telepon Selularnya (Selasa, 03/03/2020-Red). “ Perdagangan Mobil Mewah Bodong ini sangat berpotensi merugikan keuangan Negara khususnya dari sektor pajak barang mewah. Bayangkan, 1 Unit Mobil Mewah berapa Pajak Barang Mewahnya yang seharusnya masuk ke Kas Negara ? Padahal, berapa banyak Mobil Mewah Illegal alias bodong yang diperdagang khususnya melalui Pintu Masuk Batam Propinsi Kepulauan Riau “ pungkas Rossano kepada LH (Selasa, 03/03/2020-Red).
Ketika dipertanyakan lebih lanjut, Dimana dan Kapan temuan itu terjadi ? Rossano menjelaskan bahwa “ salah satu kasus Mobil Bodong dengan Modus Pemalsuan Dokumen berjumlah 104 Unit Mobil Mewah di Batam Pada Tahun 2010-an yang sudah nyata-nyata ada Barang Bukti serta Sudah ditetapkan menjadi Tersangka Para Pelakunya yaitu Hok Sin (HS), Victor Sanjaya (VS), dan Antoni Wiyogo (AW) dengan Showroom Mobil Milik Hok Sin yang berada di Kompleks Ruko Nagoya Newtown, Batam. Kasus ini sudah ditangani Mabes Polri saat itu. Namu dari 7 Orang yang ditetapkan Mabes Polri sebagai DPO baru satu yang menjalani hukuman yaitu Hok Sin. Sementara yang lainnya 6 Orang lagi belum terjamah dan diduga masih berkeliaran bahkan ada yang menjadi pejabat. Padahal, kasus-kasus sejenis ini juga telah dilaporkan teman-teman Aktivis Pegiat Anti-Korupsi saat itu ke KPK. Sudah 14 Tahun, Namun semua senyap bagaikan ditelan angin alias Dipetieskan “ ujar Rossano.
Lebih lanjut, Rossano menceritakan contoh kasus yang dipaparkannya, “ oleh karena itu lah, Kami dari Suara Rakyat Keadilan dan Teman-Teman Aktivis Pegiat Anti-Korupsi mendesak Komisi Hukum DPR-RI dalam hal ini KOMISI III untuk segera memanggil dan mempertanyakan Kasus ini kepada Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung, dan Ketua KPK. Kami meminta supaya Komisi III DPR-RI mendesak Kapolri, Kajagung, dan Ketua KPK membongkar dan menindaklanjuti Kasus Mobil Mewah Bodong ini karena berpotensi merugikan Keuangan Negara dalam jumlah yang sangat besar “ lanjut Ketum SRK itu.
Siapa Ke-enam orang DPO Mabes Polri terkait Kasus Mobil Mewah Bodong yang dimaksud Rossano khususnya Oknum Pejabat tersebut ? Terkait hal ini Rossano menjelaskan “ Kalau menyangkut Daftar Orangnya kan sudah saya sampaikan dan itu sudah dipublikasi berbagai Media Massa saat itu. Salah satu Media yang masih saya ingat dan masih bisa dibuka sampai sekarang adalah JPNN.Com dengan ‘Judul Tersangka Mobil Mewah Bodong di Batam Menghilang’ (Tayang; Sabtu, 23 Oktober 2010 – 21:41 WIB-Red). Tentang Oknum Pejabat yang dimaksud, saya hanya memberi inisialnya aja ya yaitu RD dimana yang bersangkutan mempunyai Saham di PT Win Motor yang terletak di Sei Panas, Kota Batam. Lebih detailnya lagi tentunya Pihak Aparat-lah yang lebih berkompeten untuk itu. Makanya kita mendesak Komisi III DPR-RI untuk meminta Kapolri, Kajagung, dan Ketua KPK membuka semua tabir itu agar terang benderang. Untuk itulah, Kita sebagai elemen Masyarakat mendesak Wakil Kita yang duduk di DPR-RI khususnya Komisi Hukum untuk mengerjakannya. Karena mereka-lah yang punya kapasitas khusus yang diberikan oleh Negara dan Konstitusi untuk itu “ tegas Rossano.
Sewaktu dimintai pendapatnya bagaimana jika Kasus-kasus tersebut sudah masuk Masa Kadaluarsa sesuai dengan Pasal 78 KUHP sehingga kewenangan untuk menuntut Pidananya juga terhapus demi hukum ? Rossano menjawab dengan diplomatis “ Terkait hal ini memang harus ditanya pada ahli hukum. Tapi saya pikir belum semualah kasus ini kadaluarsa. Namun agar tidak salah dalam menanggapi hal ini, sebaiknya dipertanyakan kepada ahlinya “ jawab Rossano diplomatis.
Bunyi Pasal 78 KUHP Tentang Kadaluarsa-nya Kasus Pidana:
” 1. Ayat 1; Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
a. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
b.mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
c. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
d. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
2. Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga ” demikian bunyi Pasal yang mengatur Kadaluarsanya Kasus Pidana sangat tergantung Pada Ancaman Pidana yang diterapkan pada kasus yang bersangkutan.
Terkait ancaman hukuman maksimal untuk kasus korupsi, di dalam UU Tipikor UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2001 sebenarnya sudah mengatur Ancaman Hukuman Seumur Hidup bahkan Hukuman Mati. Hal ini dapat dilihat Pada Pasal 2:
“ (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan “ demikian bunyi Pasal UU NO 31 Tahun 1999 yang telah disempurnakan Menjadi UU No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Dalam hal hubungannya dengan Pasal 78 KUHP Tentang Kadaluarsanya Penuntutan suatu Kasus Pidana, maka Kasus Mobil Mewah Bodong akan sangat tergantung kepada penerapan Pasal yang akan dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Kalau yang diterapkan Pasal yang memenuhi unsur kadaluarsa sesuai Pasal 78 KUHP maka terlepas-lah Para DPO itu. Namun sebaliknya, apabila APH mau dan mampu menjeratnya dengan Pasal-pasal yang belum kadaluarsa maka secara otomatis kasus ini akan dapat kembali ditindaklanjuti.
Pertanyaan yang muncul kemudian sekaligus pertanyaan yang paling mendasar adalah Apakah Pada kasus Mobil Mewah Bodong khusunya dengan modus pemalsuan dokumen ini dapat diterapkan Pasal 2 UU Tipikor tersebut ? Semua kembali kepada kemauan dan kemampuan Aparat Penegak Hukum (APH)-nya. (TIM/Redaksi)