463 views

Pemerintah RI Menyampaikan Protes Keras Terhadap RRT, dan Apa Respon Beijing serta Apa Sikap Menhan-RI Prabowo Subianto ?

JAKARTA-LH: Pemerintah Republik Indonesia (RI) Melalui Kementerian Luar Negeri menyampaikan Protes Keras terhadap Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terkait kapal ikan yang memasuki Natuna pada Tanggal 30 Desember 2019 yang lalu. Kemenlu RI telah memanggil Duta Besar China di Jakarta terkait Pelanggaran ZEE (Zone Ekonomi Eksklusif) Indonesia termasuk kegiatan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (Penangkapan Ikan Ilegal) dan pelanggaran oleh Coast Guard RRT di perairan Natuna. Sayangnya tidak ada rincian berapa kapal China yang masuk Perairan Natuna dan apakah kapal itu ditangkap atau tidak.

Terkait kasus ini, Kemenlu melalui Pernyataan tertulisnya menegaskan kembali bahwa “ Indonesia tidak memiliki Overlapping Juridiction (Yurisdiksi Tumpang Tindih) dengan RRT. Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 Dash-Line RRT (Garis Batas Yang Ditetapkan China) karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016 “ tulis Kemenlu RI (30/12/2019-Red). UNCLOS adalah United Nations Convention for the Law of the Sea atau Konvensi Hukum Laut PBB.

Apa Tanggapan Pemerintah RRT atas Protes Keras Pemerintah RI ?

Menanggapi protes keras dari Pemerintah Indonesia, Dubes China untuk Indonesia mencatat ” berbagai hal dan akan segera melaporkan ke Beijing “. Sebagaimana perlu dicatat bahwa dalam berbagai kesempatan sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RRT selalu membantah bahwa kapal-kapalnya telah memasuki Wilayah Perairan Indonesia.

Menurut Pihak RRT bahwa kapal nelayan dari negara itu menangkap ikan di tempat yang sudah biasa dikunjungi nelayan-nelayannya. Pemerintah China juga telah menyatakan tidak mempermasalahkan kedaulatan Kepulauan Natuna dan menyatakan tidak keberatan mengenai hal itu. Namun kapal-kapal penjaga pantai China didapati mengawal kapal-kapal nelayan dalam mencari ikan di Wilayah Perairan yang disebut Pemerintah masuk dalam Teritorial Indonesia.

Di tempat terpisah, Juru Bicara Kemlu RRT Geng Shuang telah menyampaikan Tanggapan Pemerintah RRT atas Nota Keberatan Pemerintah RI Soal Sengketa di Natuna. Menurut Geng, Perairan di Sekitar Kepulauan Nansha (Spratly Islands) masih menjadi milik China. Sama seperti yang disampaikan Dubes RRT untuk Indonesia kepada Kemenlu Indonesia di Jakarta Akhir Desember yang lalu (30/12/2019-Red).

Bantahan Pemerintah-RI atas Klaim RRT

Terkait Klaim RRT melalui Jubir Kemlu RRT Geng Shuang, Kemenlu RI telah membuat bantahannya melalui Siaran Pers (01/01/2020-Red). Dalam Siaran Pers Kemenlu RI itu Indonesia kembali menegaskan penolakannya terhadap Klaim Historis China Secara Sepihak atas Perairan Natuna.

Kemlu RI telah merilis Siaran Pers pada Rabu (1/1/2020). Isinya adalah bantahan atas klaim China (RRT). Indonesia kembali menegaskan penolakannya terhadap klaim historis China di Perairan Natuna. Menurut pemerintah RI, klaim China adalah Klaim Sepihak.

Tercatat, bahwa Insiden dengan kapal RRT di Natuna juga terjadi 3 Tahun lalu. Saat itu Kapal Patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap kapal berbendera RRT yang diduga melakukan penangkapan Ikan Ilegal namun tiba-tiba melarikan diri. Menurut Menteri Keluatan dan Perikanan saat itu Susi Pudjiastuti, sempat dikejar namun melarikan diri dan dikawal kapal penjaga pantai China.

Apa Sikap Menhan-RI Prabowo Subianto ?

Melalui Jubir/Staf Khusus Kemenhan Dahnil Anzar Simanjuntak, Menteri Pertahanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto menyampaikan sikap perihal situasi yang beberapa waktu lalu memanas di perairan Natuna, Kepulauan Riau. ” Sejalan dengan Nota Protes yang sudah dikirimkan oleh Menlu Retno Marsudi dan Pak Prabowo seperti sudah menyampaikan pada pertemuan ADMM di Bangkok, menyatakan bahwa Pembicaraan Code of Conduct (CoC) terkait sengketa Laut China Selatan harus dilakukan dan dituntaskan,” pungkas Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Para Awak Media Di Jakarta (Kamis, 02/01/2020-Red).

Lebih jauh Dahnil menjelakan bahwa Pertemuan ADMM di Bangkok yang dimaksud adalah Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN pada 18 November 2019. Sementara Nota Protes yang dimaksud adalah yang dilayangkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI ke Beijing yang diumumkan Pada 30 Desember 2019 yang lalu.

Menurut Prabowo, sebagaimana disampaikan oleh Dahnil bahwa masalah Natuna-Laut China Selatan harus diselesaikan lewat pembicaraan dua belah pihak. ” Agar tidak mengganggu hubungan perdagangan dan diplomatik antarnegara, termasuk dengan negara ASEAN lain. Dan tentu posisi Indonesia seperti yang telah disampaikan Menlu, Mempertahankan Kedaulatan di Zona Ekonomi Eksklusif tersebut sebagai wilayah Laut Indonesia,” lanjut Staf Khusus Menhan tersebut. (Raza/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.