JAKARTA –LH : Revisi UU KPK baru saja disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (17/09/2019-Red). Rapat paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Berdasarkan hitungan manual, rapat paripurna hanya dihadiri 80 anggota DPR saat dibuka. Meski demikian, Fahri menyatakan ada 289 yang tercatat hadir dan izin dari 560 anggota Dewan.
Meskipun tidak ada satupun fraksi yang menolak, namun tiga fraksi menginterupsi rapat. Ketiga fraksi itu ialah Fraksi PKS, Gerindra, dan Demokrat. Interupsi mereka tidak menolak pengesahan, melainkan hanya memberi catatan. Ketua Fraksi Partai Gerindra Edhy Prabowo mengatakan, pihaknya keberatan terhadap proses pemilihan dewan pengawas KPK langsung oleh pemerintah, atau tanpa dipilih dari lembaga independen. Gerindra tidak bertanggung jawab terhadap penyalahgunaan kekuasaan terhadap penguatan lembaga antikorupsi tersebut. “Kami hanya menyampaikan keberatan kami terkait dewan pengawas yang ditunjuk langsung tanpa dipilih lembaga independen. Ini menjadi catatan kita semua bahwa kedepannya, kalau ini masih dipertahankan, saya, kami, tidak bertanggung jawab terhadap penyalahgunaan semangat penguatan KPK itu sendiri yang ujungnya nanti justru malah melemahkan,” kata Edhy. Kemudian, anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa mengatakan, poin terkait proses pemilihan dewan pengawas KPK tidak sesuai dengan tujuan awal draf UU KPK, yaitu dewan pengawas dibentuk tanpa intervensi. “Sejak awal dewan pengawas yang profesional dan terbebas dari intervensi,” ujar Ledia.
Selanjutnya, anggota Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik mengingatkan, proses pemilihan dewan pengawas KPK oleh presiden dikhawatirkan akan membuat penyalahgunaan kekuasaan. Ia pun tak sepakat dewan pengawas dipilih oleh presiden. “Catatan khusus Partai Demokrat terkait dewan pengawas, Fraksi Demokrat mengingatkan abuse of power, apabila dewan pengawas dipilih presiden, fraksi demokrat memandang hematnya dewan pengawas ini tidak kewenangan presiden,” kata Erma.
Pembahasan revisi UU KPK sejak resmi jadi usul inisiatif DPR hingga disahkan dalam rapat paripurna DPR hanya 13 hari. DPR sendiri akan mengakhiri masa jabatannya pada 30 September 2019. Sebelumnya telah terjadi gelombang penolakan yang begitu kuat oleh guru besar, akademisi, koalisi masyarakat, hingga oleh KPK sendiri karena dianggap bisa membunuh lembaga antikorupsi itu. Penolakan tersebut ternyata tidak didengar oleh DPR dan pemerintah. Namun DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan hingga akhirnya kini disahkan. (Raza/Red)