BATAM – LH : Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Batam terindikasi diduga berupaya melindungi calon legislatif (caleg) asal partai penguasa. Terbukti, setelah dilaporkan oleh warga yang menerima suap dari caleg AA, Bawaslu tidak melakukan upaya hukum. ‘’ Penyuapan yang dilakukan oleh seorang calon anggota legislatif, yang dibuktikan dengan adanya kuitansi pengambilan cek, serta adanya laporan dari warga yang menerima, telah menjadi bukti valid di hadapan hukum. Jika tidak diproses, sama artinya pengabaian hukum,’’ ujar Jacobus Silaban, seorang praktisi hukum di Batam, Jumat, (17/05/2019-Red)
Keributan yang ditimbulkan oleh caleg AA asal Partai NasDem, yakni partai pemerintah Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau, telah menimbulkan masalah serius di Batam. Hampir seluruh warga mengetahui kasus penyuapan sebanyak Rp 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah) itu. ‘’ Kasus sebesar itu tidak dilanjutkan upaya hukumnya, atau tidak diserahkan ke aparat kepolisian, sama saja pelanggaran hukum. Dalam hal ini, Bawaslu telah melakukan pelanggaran hukum akibat mengabaikan pelanggaran hukum,’’ tandas Jacobus.
Dari segi hukum formil, kata Jacobus, Bawaslu tidak dapat hanya berpedoman pada Surat Edaran (SE) Bawaslu yang membatasi kasus pelanggaran pemilu hanya berlaku 7 hari. ‘’Ini pidana, dan bukan temuan, tetapi pengakuan dari salah satu pihak yang menjadi pelaku. Kok bisa tidak ditindaklanjuti, ada apa Bawaslu, apakah ada tekanan dari penguasa,’’ tanya Jacobus.
Sebelumnya, salah satu Ketua RT Sei Jodoh telah menyampaikan laporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Batam. Dalam laporan itu Elisman Siboro menyampaikan adanya money politik yang dilakukan oleh AA, yakni salah satu caleg DPRD Kota Batam dari partai NasDem.
Beberapa waktu lalu, Divisi Penindakan Bawaslu Batam, Bosar Hasibuan, mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan money politik yang diduga dilakukan salah satu caleg AA dari partai NasDem yang meliputi wilayah dapil II. ‘’ Sudah di laporkan tapi bukti dan syarat formilnya belum terpenuhi,’’ ujar Bosar kepada media. Ditanyakan terkait syarat formil apa yang belum dipenuhi pelapor, Bosar enggan menjelaskan syarat formil yang di maksud. Namun Bosar hanya menjawab terkait batas pelaporan dugaan pelanggaran pemilu. ‘’ Batas pelaporan tidak melebihi dari tujuh hari kejadian,’’ katanya kepada pers saat dihubungi melalui pesan whatsappnya.
Menurut informasi yang diterima oleh salah satu narasumber yang tidak ingin namanya dipublikasikan mengatakan, kronologis terjadinya laporan dugaan money politik tersebut, akibat adanya permintaan AA caleg partai NasDem itu meminta uang Rp 200 juta miliknya dikembalikan. Sebelumnya AA memberikan uang tersebut kepada oknum Ketua RT guna mendapatkan jumlah pemilih (suara) sebanyak 2000 suara pada pileg 17 April 2019 lalu.
Namun ketika uang telah diberikan, oknum RT inisial ES diduga tidak dapat menyanggupi apa yang diminta oleh AA sang caleg NasDem tersebut. Kemudian oknum Ketua RT itu mengembalikan sebagian uang, atau tidak utuh Rp 200 juta. Caleg DPRD Kota Batam inisial AA dari partai NasDem, untuk dapil II meliputi Bengkong dan Batu Ampar itu diketahui mendapatkan suara yang cukup besar dan diprediksi bakal lolos sebagai salah satu anggota legislatif Kota Batam.
Dengan suara yang diproleh cukup besar tersebut, AA caleg DPRD Kota Batam itu menempati urutan pertama dari Partai NasDem, dan dinyatakan sebagai pemenang untuk menduduki kursi DPRD Kota Batam. Diduga kuat, AA menggunakan politik uang untuk meraih dukungan lainnya di seluruh Kecamatan Batuampar dan Kecamatan Bengkong, Kota Batam. (Tim / Red)