JAKARTA-LH: Kata Mahar berasal dari bahasa Arab yaitu al- Mahr, jamaknya Muhur dan Muhurah. Sedangkan menurut bahasa , kata al-Mahr bermakna al-Sadaq yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Mas Kawin yaitu pemberian segala sesuatu kepada seorang wanita yang akan dijadikan istri. Namun Mahar yang akan kita bahas bukanlah Mahar untuk pernikahan , tetapi Mahar Politik yang terjadi di Negeri tercinta ini.
Sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 1 – 5 tentang pilkada serentak tahun 2018 suhu politik terasa mulai meningkat. Berbagai cara dilakukan oleh Bakal Calon (Balon) untuk merebut simpati dari masyarakat. Walaupun Bawaslu selalu mengingatkan kepada semua Bakal Calon untuk mentaati aturan yang sudah ditetapkan namun tetap saja pelangggaran sering terjadi.
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Pilkada adalah mendapat dukungan dari Partai Politik yang akan mengusung sebagai kader yang mewakili partai menjadi kepala daerah.
Salah satu yang sedang menjadi pembicaran saat ini adalah permasalahan antara La Nyala dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subiyanto. Masalah yang terjadi dugaan bahwa adanya Mahar Politik yang dilakukan oleh Petinggi Partai kepada Bakal Calon yang akan mengikuti Pilkada di daerahnya.
Sejak dilakukannya Otonomi Daerah justru kita sering melihat kalau banyak Kepada Daerah yang digiring ke meja hijau karena kasus korupsi.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Bagus Taradipa, SH, Direktur Investigasi ILE (Indonesia Law Enforcement) bahwa “ seharusnya yang diperiksa itu bukan hanya kesehatan saja dari para Balon tetapi pemahaman tentang agamanya masing masing. Selama akidah juga rasa keimanan dari Kepala Daerah itu tidak baik, ya pasti hasilnya juga tidak baik. Di Indonesia ini banyak pemimpin yang merasa pinter bukan pinter merasa. Sebab pemimpin yang merasa pintar tidak akan mau menerima kritikan dan cenderung akan bersikap sombong bahkan arogan. Tapi kalau pemimpin yang pinter merasa, sikapnya akan lebih bijak dan mau mendengar masukan dari segala strata sosial yang membangun” pungkas Bagus.
Masih menurut Bagus, “ bagi 6 provinsi yang saat ini menjadi perhatian KPK yaitu Sumatera Utara , Riau, Banten, Papua Barat, Papua dan Aceh akan menjadi perhatian kami juga, dalam waktu dekat kami akan ke Riau untuk melakukan pemantauan secara langsung “ tambahnya.
Lebih lanjut Bagus menjelaskan “ Bukan hanya membuka celah praktek Mahar Politik, anggaran yang dihabiskan untuk pilkada itu juga sangat besar. Kalau ada pernyataan bahwa praktek Mahar Politik hal yang lumrah itu jelas fitnah dan harus dibantah. Sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila dan UUD’ 45 ini tidak boleh membiarkan persoalan yang bertentangan dengan Konstitusi itu terus terjadi. Marilah kita bersama-sama melakukan perubahan didalam politik yang tidak memiliki rasa prikemanusiaan dan prikeadilan “ sambungnya berapi-api.
Menurut Direktur Investigasi ILE tersebut bahwa perubahan yang terjadi saat ini kita rasakan dibidang Sosial Politik, juga perubahan di bidang Sosial Budaya. Namun belum ada perubahan yang signifikan di bidang Sosial ekonomi. “Kami akan memantau dan mengawal Pilkada serentak ini agar tetap menjunjung tinggi norma serta kaidah juga aturan aturan yang sudah diberlakukan. ILE bekerja sama dengan seluruh lembaga hukum juga Bawaslu di setiap provinsi dalam mengawasi pilkada yang bertanggung jawab dan bermartabat agar tetap menegakkan Supremasi dan Legitimasi Hukum di negeri tercinta Indonesia Raya. (Isti/Red)