BEKASI-LH: Peristiwa ini bermula ketika wartawan Liputan Hukum melihat ada gelagat yang mencurigakan dari seorang laki-laki Paro Baya yang pada awalnya memarkir mobil yang dipergunakannya di depan Mall Blue Plaza-Bekasi Timur. Sekitar pukul 17.27 WIB, Pria Paro Baya yang terakhir diketahui ( Informasi dari Tetangga-Red) berinisial H tersebut menggeser mobilnya dari parkiran Utara Mall Blue Plaza ke depan Hotel Red Planet tepatnya parkir di urutan kedua dari sebelah kanan Pintu Utama Hotel (Kamis, 16/11/2017-Red).
Pada Pukul 19.10 WIB, H Check Out dari Hotel Red Planet bersama seorang Wanita dengan menggunakan mobil Honda Freed warna abu-abu B 9XX DIK keluar dari Hotel putar balik menuju ke arah Tambun. Pada Pukul 19.45 WIB kenderaan yang mereka pergunakan berhenti di pinggir jalan setelah Terowongan Tambun.
Selang beberapa menit kemudian Teman Wanitanya keluar dari mobil dan langsung meneruskan perjalannya dengan Gojek. Di tengah perjalanan Wanita tersebut berhenti di Pasar untuk membeli perabot rumah berupa kasur lipat, kemudian meneruskan perjalanan menuju kediamannya di daerah Perum Unggul Permai Tambun. Teman Wanita dari H terakhir diketahui seorang karyawati Resto Revo Town Square Pekayon-Bekasi (Informasi dari Tetangga-Red) berinisial PD, beranak satu, dan masih istri sah dari seorang laki-laki berinisial AG.
Setelah menurunkan PD, kemudian H meneruskan perjalanan dan berhenti di McDonald’s Grandwisata Bekasi Pada Pukul 20.00 WIB. Setengah jam kemudian, PD meneruskan perjalanan dan kembali berhenti di Alfamidi pada pukul 20.45 WIB. Selang beberapa menit kembali meneruskan perjalanannya dan kembali berhenti di Indomaret pada pukul 21.00 WIB. Kemudian meneruskan perjalanan menuju kediamannya di Perumahan Dukuh Zamrud Bekasi pada Pukul 21.15 WIB.
Ketika kejadian ini hendak dikonfirmasi keesokan harinya kepada H (Juma’t, 17/11/2017-Red), yang bersangkutan tidak berada di kediamannya dan tidak ada orang di tempat. Para tetangga pun tidak ada yang mengetahui dimana tempat bekerjanya H. Akhirnya para wartawan yang hendak konfirmasi balik kanan.
Kemudian pada Sabtu Sore (18/11/2017-Red), kembali Wartawan LH mendatangi kediaman H untuk tujuan konfirmasi terkait peristiwa ini. Mengingat sehari sebelumnya bahwa Siang hari tidak bisa ketemu maka diputuskan sengaja memilih waktu sore dengan harapan bisa ketemu H. Karena kondisi hujan dan jalan yang sangat macet akhirnya tiba dikediaman H setelah habis Magrib (Pukul 18.30 WIB-Red).
Setibanya dikediaman H, wartawan yang turun hanya satu orang agar tidak menimbulkan kecurigaan dari Pihak H mengingat yang bersangkutan didampingi Istrinya. Disamping alasan untuk tetap menjunjung tinggi Asas Praduga Tak Bersalah, Wartawan juga menjaga agar tidak sampai terjadi keributan dan kesalahpahaman internal Rumah Tangga H. Sembari menjalankan fungsi Social Control, wartawan pun tetap menjalankan kode etik.
Namun sangat disayangkan, H malah memprovokasi orang lain dengan meneriaki bahwa wartawan yang akan melakukan konfirmasi “ Rampok …. Maling…”. Demi untuk keselamatan dan menjaga hal-hal yang tak diinginkan, wartawan terpaksa menghindar dan menyelamatkan diri.
Mengapa Liputan terhadap kasus A-Moral seperti ini perlu ? Masih banyak masyarakat awam yang menganggap bahwa masalah perselingkuhan adalah masalah Privasi. Sehingga seringkali para wartawan mendapatkan hambatan dan tantangan ketika meliput kasus seputar perselingkuhan. Kepada kelompok masyarakat ini tentunya perlu kita pertanyakan kembali apakah masalah perkawinan yang “sakral’ itu hanya menyangkut Privasi? Bukankah salah satu tujuan perkawinan adalah untuk menyatukan dua kelompok (Pihak Mempelai Pria dan Pihak Mempelai Wanita-Red) dalam sebuah kekerabatan baru ? Selain itu, Bukankah masalah perkawinan di Indonesia diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan seperti UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan? Artinya, bahwa masalah perselingkuhan, khususnya yang dilakukan oleh Orang yang masih terikat Perkawinan bukanlah masalah privasi. Sebab perselingkuhan telah melanggar hak orang lain khususnya pasangan resminya masing-masing. Bahkan menyangkut hal ini diatur juga di dalam KUHP Tetang Pasal Perzinahan dimana yang terjaring adalah mereka yang melakukan perzinahan bisa diadukan oleh pasangan resminya. Berarti, perselingkuhan bukanlah persoalan private semata tetapi sudah menyangkut pihak lain (publik). Terbukti dengan campur tangannya Negara terlebih-lebih bisa berimplikasi Pidana.
Disisi lain, kewenangan wartawan untuk meliput dan memberitakan telah diatur dan dijamin oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers sebagai perujudan dari perintah Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan ” setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Dinyatakan pula dalam konsideran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bahwa “kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin “. (Edi S./Red)