“ SEKALI LAGI PENEKANANNYA Bukan Pada Kalimat “Selain Agama Islam Harus Dibubarkan”. Tapi Lebih Kepada KONSEKWENSI HUKUM Jika Perppu NO 2 / 2017 Itu Disahkan Atau BERKEKUATAN HUKUM TETAP , MAKA PAHAM Atau AJARAN APAPUN YANG BERTENTANGAN DENGAN PANCASILA DI BUBARKAN “ Jelas ES Lewat WA (Minggu Dinihari Pukul 01.42 WIB, 08/10/2017-Red) “
JAKARTA-LH: Berbagai Ormas langsung bereaksi keras atas ungkapan Aktivis yang juga Pengacara Kondang Dr. Eggi Sudjana, S.H, M.Si. pada saat menyampaikan pendapat keilmuannya dalam sidang pengajuan Judicial Review terhadap Perpu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Ormas dalam sidang Tanggal 19 September 2017 yang lalu. Karena wartawan tidak diperboleh bertanya dalam persidangan maka saat keluar sidang ES diberondong kembali para jurnalis terkait pendapat keilmuannya yang disampaikan dalam persidangan. Sehingga langsung viral di Media Sosial.
Judicial Review merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan. Dalam praktik, Judicial Review (pengujian) undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (“MK”).
Para Pihak termasuk Ormas yang menganggap pendapat keilmuan ES ini berbau SARA dan berpeluang menimbulkan kegaduhan nasional langsung melaporkannya ke Pihak Kepolisian. Ada yang langsung ke Bareskrim Mabes Polri dan ada yang ke Polda Metro Jaya dan Polda lainnya seperti Polda Bali.
Pada hari Juma’t (06/10/2017-Red), sejumlah orang yang mengaku sebagai perwakilan ormas berkumpul dan melaporkan statement ES ini ke Bareskrim Polri di Jalan Merdeka Timur. Mereka di antaranya Media Nasional Obor Keadilan, Penegak NKRI, Patriot Garuda Nusantara DKI, Ganaspati, Persatuan Pengacara Oikumene Indonesia, dan Perjuangan Umum Rakyat Nusantara. Menurut salah satu perwakilan yakni Norman alias Kanjeng Pangeran Hadinegoro bahwa Eggi sempat mengumbar perkataan, kalau gugatannya di Mahkamah Konstitusi (MK) dikabulkan, agama selain Islam tak boleh ada di Indonesia.
“Waktu itu mengucapkan bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu hanya berlaku ke Islam saja. Jadi, selain agama Islam (nonmuslim) itu tidak Berketuhanan Yang Maha Esa. Di videonya seperti itu,” pungkas Norman Norman. “Jadi saya yakin, yang datang ke sini (melaporkan Eggi) akan banyak sekali. Saya minta Eggi minta maaf kepada masyarakat Indonesia,” tambahnya. Norman merupakan Ketua Umum Perjuangan Umum Rakyat Nusantara.
Ditambahkan oleh Norman, Meski Eggi minta maaf, Norman akan memaafkannya. Namun pelaporan akan jalan terus untuk memberikan efek jera. “Ini masalah perasaan hati, bukan hanya umat non-Islam saja, melainkan umat Islam sendiri yang kecewa. Apa yang dilakukan Eggi ini adalah menistakan agama,” tuturnya. Norman menyampaikan bahwa pihaknya menyerahkan bukti rekaman video kepada Bareskrim dan membawa 3 saksi yang menyaksikan langsung pernyataan Eggi.
Selain Norman, Salah satu pelapor sekaligus saksi di MK Bistok Pangaribuan, mengatakan Eggi menafsirkan ajaran agama lain atas kemauan sendiri. Seperti menerjemahkan ajaran Trinitas bagi umat Nasrani, Hindu Tridarma, dan ajaran agama Buddha tak memiliki konsep ketuhanan. “Ini kan sangat SARA. Menerjemahkan Ketuhanan Yang Maha Esa saja salah. Padahal Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah orang Indonesia itu harus percaya kepada Tuhan apa pun, yang diakui oleh negara,” papar Bistok.
Laporan mereka diterima Bareskrim Polri dengan No LP / 102 / IX/2017 Bareskrim Polri. Eggi dilaporkan melanggar UU tindak pidana Sara Pasal 45A (Ayat 2) dan Pasal 28 (Ayat 2) UU No. 19 Tahun 2016 atas perubahan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE.
Di Polda Metro Jaya juga terjadi pelaporan atas ES. Aliansi Advokat Nasionalis melaporkan ES ke Polda Metro Jaya, Jumat (06/10/2017-Red). Ketua Aliansi Advokat Nasionalis Johannes L Tobing melaporkan Eggi yang diduga telah menyebarkan kebencian dan menista agama Kristiani usai persidangan gugatan uji materi Perppu Ormas di Mahkamah Konstitusi. Ucapan Eggi yang terekam dalam video juga menjadi viral di media sosial.
Kata Johannes, ucapan Eggi yang menyinggung suku agama ras dan antargolongan dan menimbulkan meresahkan serta dapat menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat. “Ucapan dia sangat berbahaya diucapkan seorang tokoh yang tentu diamini oleh jutaan orang sehingga orang-orang dapat menilai ucapannya sebagai suatu kebenaran,” ungkapnya.
Dalam persidangan tersebut Eggi menyebut Perppu Ormas nomor 2 tahun 2017 mengancam toleransi di Indonesia, karena menurut logika Eggi, tidak ada ajaran lain selain agama Islam yang sesuai dengan Pancasila karena Pancasila mengakui Ketuhanan yang Maha Esa.
Sedangkan agama non Islam, kata Eggi memiliki konsep berbeda. Kristen Trinitas, Hindhu Trimurti dan Budha tidak punya konsep Tuhan kecuali ajaran Sidharta Gautama.
Johannes menilai, Eggi seharusnya tidak boleh menafsirkan tentang agama lain. “Eggi tidak memiliki kapasitas untuk menafsirkan ajaran Kristen dan menyimpulkan ajaran Kristen bertentangan dengan Pancasila,” pungkasnya.
Laporan mereka diterima dengan LP/4822/X/2017/PMJ /Dit.Reskrimsus tertanggal 5 September. Eggi disangkakan Pasal 28 Ayat 2 dan atau Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Eggi diduga telah melakukan tindak pidana yang menimbulkan SARA dan atau menyebarkan kebencian.
Sementara itu Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan pihaknya akan menyelidiki laporan yang disampaikan pada Kamis (05/10/2017-Red) tersebut. “Benar Eggi Sudjana dilaporkan, kami akan selidiki laporan tersebut,” ucap Argo.
Polda Bali juga menerima laporan dari Forum Peduli NKRI yang menyebut Eggi menistakan agama. “Terkait dengan video rekaman, statement yang dilontarkan Eggi Sudjana, kami sebagai masyarakat merasa terusik dengan pernyataan dia mengusik keyakinan-keyakinan lain,” pungkas Koordinator Forum Peduli NKRI Hengky Suryawan di Mapolda Bali, Denpasar, Bali, Jumat (06/10/2017-Red).
Hengky mendatangi SPK Polda Bali bersama rekan-rekannya. Dalam laporan itu, Eggi diancam dijerat dengan UU ITE terkait dugaan penyebaran ujaran kebencian dan penistaan agama. “Kalau ada pasal lain, misalnya penistaan agama, kami laporkan juga. Sekarang sedang didiskusikan, tadi pagi laporannya penistaan agama. Kita lihat ini ada unsur ujaran kebencian,” papar Hengky.
Untuk memperkuat laporannya, Hengky melengkapi copy dari video Eggi yang menyatakan agama satu sarat Pancasila dan yang lain bertentangan. Transkrip dalam video itu juga diberikan kepada petugas SPK sebagai barang bukti tambahan. “Video itu sudah mewakili ujaran kebencian itu. Sekalian kalau memungkinkan kita akan melakukan pelaporan terhadap Saudara Jonru Ginting juga yang kita sama-sama tahu dia kan sudah ditangani, tersangka sekarang,” ujar Hengky.
“Kami selebihnya menyerahkan kepada Polda Bali. Kita akan kawal dan pantau perkembangannya, rekan-rekan polisi menindaklanjuti laporan kami. Ini lebih besar dari kasus Munarman. Ini semua agama dihina dan dianggapnya tidak sah,” ungkap Hengky kepada para awak media.
Lantas, apa tanggapan ES terkait pelaporan terhadap dirinya? Ketika hal ini dikonfirmasi Liputan Hukum kepada ES melalui WhatsApp Phonselnya yang bersangkutan memberikan klarifikasi sebagai berikut:
“ Diluar pengadilan itu rangkaian penjelasan dari dalam pengadilan karena waktu dalam pengadilan tidak bisa wartawan bertanya . Intinya biar jelas ya sebagai berikut : Substansi dari pernyataan ES terkait penolakan Perppu Ormas, bukan pada penginginan ES membubarkan Agama selain Islam. ES mengatakan, jika Perppu No.2 / 2017 ini diterima dan disahkan, maka konsekwensi hukumnya adalah, ajaran apa saja yang bertentangan dengan Pancasila atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, maka harus dibubarkan. ES berpendapat, hanya Islam lah yang memiliki konsep Tauhid ” Tuhan Yang Maha Esa / mengEsakan Tuhan”. Sebab, sepengetahuan ES, tidak ada agama selain Islam yang diakui di Indonesia yang memiliki Konsep TAUHID atau MONOTHEISME kecuali Islam , SESUAI SURAT AL IKHLAS ” QUL HUALLAH HU AHAD….DST ” Oleh karenanya, demi menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia, maka Perppu No.2 / 2017 tidak boleh disahkan atau HARUS DITOLAK MK . SEKALI LAGI PENEKANANNYA bukan pada kalimat “Selain agama Islam harus dibubarkan”. Tapi lebih kepada KONSEKWENSI HUKUM jika Perppu NO 2 / 2017 itu disahkan atau BERKEKUATAN HUKUM TETAP , MAKA PAHAM atau AJARAN APAPUN YANG BERTENTANGAN DENGAN PANCASILA DI BUBARKAN “ jelas ES lewat WA (Minggu Dinihari Pukul 01.42 WIB, 08/10/2017-Red).
Ditempat terpisah, sebgaimana dilansir oleh BERANTAI COM (Sabtu, 07 Oktober 2017 – 21:17-Red), ES menegaskan, bisa saja dirinya melaporkan balik orang-orang yang melaporkan dirinya ke polisi. “Tapi, demi persatuan Indonesia, demi sila ke-3 Pancasila, saya mohon cabut laporan,” katanya.
ES menjelaskan, ada celah untuk melaporkan balik para pelapor, karena para pelapor itu bisa dikategorikan melaporkan perbuatan melawan hukum, mengingat pernyataan Eggi adalah upaya menjalankan hak konstitusional. “Bisa saja saya laporkan secara perdata dengan pasal 1365 KUH Perdata, barulah kemudian pidananya dengan pasal 220 KUHP,” katanya.
Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa, tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut’. Selain pasal 1365, pelapor kasus itu, kata Eggi juga bisa dilaporkan dengan pasal 220 KUHP.
Pasal 220 KUHP berbunyi, Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. “Saya tidak akan melaporkan, dan lebih mengedepankan persatuan Indonesia, jadi mohon dimengerti, sudi kiranya cabut laporan,” katanya.
Seharusnya, kata Eggi, para pelapor lebih cermat memahami perjuangannya dalam menyelamatkan toleransi. “Perppu Ormas sangat mengancam, HTI saja dibubarkan karena bertentangan, bisa saja agama dibubarkan dengan Perppu itu,” katanya. “Perppu itu menganggap tidak ada Tuhan-Tuhan lain selain Islam disitu logika hukumnya, saya membela ajaran non-Islam,” katanya.
Eggi juga menilai, apabila polisi memproses laporan terhadap dirinya, maka hal itu merupakan suatu tindakan dikriminatif. Ia membandingkan laporan soal politikus NasDem Viktor Laiskodat yang tidak juga direspons polisi. Perlakuan diksriminasi itu, kata Eggi dapat memicu gejolak. “Jangan sampai ada gejolak, kemarin saja penolak Perppu Ormas banyak, saya ini penasehat presidium Alumni 212. Saya ingin menjaga, jangan sampai gaduh,” kata Eggi.
Razman Arif Nasution (sebagai pengacara ES-Red) mengatakan bahwa statement Eggi terkait dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perpu Ormas) merupakan pendapat pribadi. “Dia (Eggi) kan tidak bilang, ‘Ajaran Islam yang harus ditegakkan dan ajaran lain tidak boleh.’ Tidak begitu juga,” kata Razman sebagaimana dilansir oleh Tempo.co (Jumat, 06/10/2017 Pukul 14:14 WIB-Red).
Razman menuturkan hal yang disampaikan Eggi berada dalam konteks perdebatan intelektual di persidangan MK. Pendapat tersebut disampaikan dalam kapasitas Eggi sebagai pihak pemohon uji materi Perpu Ormas. Eggi Sudjana, kata Razman, menilai tidak ada yang salah dari pandanganya tersebut. Ia justru balik mempertanyakan pihak yang menilai pendapatnya menimbulkan kegaduhan sosial. “Jadi ini dalam rangka perdebatan di MK sebagai pemohon. Di mana juga letak ujaran kebenciannya?” ucap Razman. (Raza/Red)