JAKARTA-LH: Analta Amier Kakak angkat terdakwa penodaan agama Islam, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) bersaksi di persidangan adik angkatnya itu.
Penolakan terjadi karena jaksa penuntut umum (JPU) pernah melihat Analta menghadiri sidang Ahok dan mendengarkan keterangan saksi lainnya di persidangan.
Ketua Tim JPU Ali Mukartono menyatakan, ketika seseorang dihadirkan sebagai saksi tapi sebelumnya pernah hadir di persidangan dan mendengarkan keterangan saksi lain, maka tidak bisa dijadikan saksi. Jika dimintai keterangan, kata Ali, akan berpotensi cacat hukum.
Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mengonfirmasi apakah benar Analta pernah hadir di persidangan. “Iya,” ujar Analta menjawab hakim di persidangan, Selasa (07/03/2017-Red) di gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.
Majelis lantas menerima keberatan JPU dan menolak kesaksian Analta. Hakim memerintahkan penasihat hukum Ahok menghadirkan saksi lain. “Kami sudah baca keterangannya (Analta). Penasihat hukum bisa menghadirkan saksi lain untuk mengetahui latar belakang terdakwa,” perintah Dwiarso.
Kubu terdakwa Ahok berpendapat Analta layak dimintai keterangan. Sebab, Analta sudah pernah dimintai keterangan di tahap penyidikan dan hanya hadir di ruang sidang saat pembacaan dakwaan dan eksepsi.
Sementara itu terhadap saksi lain yang dihadirkan Pihak Terdakwa Ketua jaksa penuntut umum, Ali Mukartono, mengatakan ucapan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menyitir kitab suci Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu tidak berdiri sendiri dan saling berkaitan.
Hal tersebut kembali ditanyakan jaksa kepada saksi fakta yang dihadirkan pada sidang lanjutan dugaan penistaan agama yang digelar Selasa (07/03/2017-Red).
Pada saksi pertama, Ali menanyakan kepada eks calon Wakil Gubernur Bangka Belitung, Eko Cahyono, soal kegagalan mereka dalam pilkada Bangka Belitung 2007. Waktu itu, Eko menjawab penyebab kekalahan mereka adalah penggelembungan suara.
Selain itu, Eko menuturkan kekalahan mereka juga disebabkan adanya selebaran larangan memilih pemimpin dengan menggunakan Surat Al-Maidah ayat 51.
“Nah, berarti Al-Maidah sudah diposisikan sebagai penghambat,” ujar Ali di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (07/03/2017-Red).
Kemudian, Ali juga menanyakan hal yang sama pada saksi fakta lainnya, yaitu Wakil Ketua Koordinator Bidang Pengabdian Masyarakat dan Kebijakan Publik Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golongan Karya (Golkar) DKI Bambang Waluyo Djojohadikusumo. Ali juga menanyakan pernah atau tidaknya pembahasan Surat Al-Maidah ayat 51.
“Nah saksi ini juga seperti itu. Ketika dia katakan berasal partai pengusung dan ditanyakan apakah kegagalan di Bangka Belitung juga dibahas, dijawab ‘Iya’. Artinya dibahas Al-Maidah dibahas sebelum ke Kepulauan Seribu,” ujar Ali.
Ali menilai penyataan Ahok soal Al-Maidah merupakan rangkaian. Selain itu, Ali menilai ucapan tersebut tidak bisa berdiri sendiri dan saling berkaitan. Sehingga, jaksa menilai ucapan tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba.
Saat ditanya awak media makna soal apakah rangkaian tersebut bisa meringankan atau memberatkan Ahok, Ali tak mau berkomentar. “Tunggu tuntutan saya,” ujarnya. (Rz/Red)