737 views

“ARCANDRA TAHAR” MENTERI ESDM PALING SINGKAT DALAM SEJARAH

JAKARTA-LH: Keputusan yang tepat telah diambil Presiden Joko Widodo dengan memberhentikan Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM.

Arcandra Tahar mencetak sejarah sebagai Menteri yang paling singkat menjabat.

Arcandra dilantik menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral oleh Presiden Joko Widodo pada reshuffle atau perombakan kabinet Jilid II pada Rabu (27/07/2016-Red).

Namun 20 hari kemudian atau tepatnya pada Senin (15/08/2016-Red), Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengumumkan pencopotan Arcandra.

Jabatan seumur jagung Arcandra ini bukan disebabkan karena kinerja yang buruk, melainkan karena kecerobohan Presiden Joko Widodo dan pihak istana dalam menyeleksi menteri.

Presiden yang pada seleksi menteri kabinet jilid II lalu dibantu Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, tampak tidak melakukan pengecekan menyeluruh terhadap menteri baru yang direkrut.

Tak ada pelibatan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menelusuri sosok calon menteri.

Belakangan, pihak Istana baru mengetahui bahwa Arcandra berstatus warga negara Amerika Serikat. Kabar mengenai hal ini bahkan pertama kali diketahui publik bukan dari pihak Istana, melainkan lewat pesan berantai aplikasi bertukar pesan WhatsApp.

Pesan tersebut beredar di kalangan wartawan sejak Sabtu (13/08/2016-Red) pagi yang akhirnya menjadi pemberitaan luas.

Dalam pesan berantai itu disebutkan bahwa Arcandra sudah memegang paspor AS setelah melalui proses naturalisasi pada Maret 2012, dengan mengucapkan sumpah setia kepada AS.

Karena Indonesia belum mengakui dwi-kewarganegaraan, secara hukum, Arcandra sudah kehilangan status WNI-nya. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.

Presiden Jokowi yang diminta konfirmasinya mengenai kabar ini pada Minggu (14/08/2016-Red) menolak berkomentar dan meminta Mensesneg Pratikno untuk menjelaskannya.

Namun Mensesneg juga tak memberikan penjelasan detail terkait status Arcandra. Ia hanya menyebut bahwa Arcandra mempunyai Paspor RI yang berlaku hingga 2017.

Arcandra pun, kata dia, pulang ke Indonesia untuk dilantik Jokowi sebagai Menteri dengan menggunakan paspor Indonesia.

Namun saat ditanya mengenai paspor AS yang dimiliki lulusan Texas A & M University ini, Pratikno menolak berkomentar.

Saat dikonfirmasi, Arcandra hanya menyampaikan jawaban yang serupa dengan apa yang disampaikan Pratikno.

Kejelasan mengenai status kewarganegaraan Arcandra baru datang dari Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.

Ia mengakui bahwa Arcandra berstatus warga negara Amerika Serikat karena memegang paspor negeri Paman Sam itu. Namun status itu sudah dilepas oleh Arcandra.

“Itu membuktikan ia memiliki nasionalisme yang bagus dan bersedia mengabdi untuk kepentingan bangsa. Karena itu, ia melakukan proses melepaskan kewarganegaraan AS dengan menyatakan sumpah serta menyerahkan paspor Amerikanya,” kataWiranto.

Wiranto semula berjanji menggelar jumpa pers bersama Arcandra untuk menjelaskan mengenai status kewarganegaraannya tersebut pada Senin (15/08/2016-Red) sore. Wartawan sudah bersiap di Kantor Kemenko Polhukam, namun jumpa pers itu batal dilakukan.

Wiranto sore itu justru bergegas dari kantornya menemui Jokowi di Istana. Arcandra juga ikut dipanggil Jokowi, bersama sejumlah menteri lain seperti Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

Semuanya masuk melalui pintu samping Istana, bukan lewat pintu Istana Negara yang biasa dilalui para menteri. Selepas Maghrib, biro pers Istana Kepresidenan memastikan akan ada jumpa pers terkait status Arcandra pada pukul 21.00 WIB.

Menkumham menyebut Presiden Jokowi yang akan langsung memberikan keterangan resmi. Namun yang hadir hanya Mensesneg didampingi staf khusus Kepresidenan bidang Komunikasi Johan Budi.

“Menyikapi status kewarganegaraan Menteri ESDM, setelah mendengar dari berbagai sumber, Presiden memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat Saudara Arcandra Tahar dari posisi Menteri ESDM,” ujar Pratikno dalam jumpa pers.

Posisi Arcandra digantikan sementara oleh Menteri Koordinator bidang Maritim Luhut Binsar Panjaitan yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas Menteri ESDM. Keputusan ini mulai berlaku pada Selasa (16/08/2016-Red) pagi ini.

Pratikno enggan berkomentar lebih jauh soal status kewarganegaraan Arcandra. Ia juga enggan menanggapi soal kecerobohan yang terjadi dalam proses seleksi Arcandra.

Menurut Denny Indrayana (Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM dan Visiting Professor di Melbourne Law School dan Faculty of Arts, University of Melbourne-Red)

Dalam konteks Indonesia, struktur Lembaga Kepresidenan seringkali mengikuti gaya dan visi kepemimpinan sang Presiden. Namun, pada dasarnya, struktur dan cara kerjanya relatif sama. Saya berpendapat, sekarang ini yang bisa dimasukkan dalam struktur lembaga kepresidenan adalah lembaga dan kementerian yang berkantor di sekitar Istana Presiden, yaitu Kantor Staf Presiden, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet dan Dewan Pertimbangan Presiden.

Pengalaman saya pribadi, ketika menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Hukum (2008 – 2009), lalu Bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN (2009 – 2011), maka saya adalah staf presiden di bawah supervisi Sekretaris Kabinet yang bertugas ikut memastikan agar kebijakan dan keputusan Presiden sejalan dengan aturan perundangan di dalam ruang lingkup bidang kerja saya. Sebagai staf khusus Presiden, kami disebut sebagai “staf yang melekat” karena pada dasarnya selalu berada di sekitar Presiden, dan setiap saat harus siap memberi masukan termasuk koreksi jika diperlukan.

Persoalannya, ada beberapa proses pengambilan kebijakan yang karena sifatnya dilakukan secara tertutup, rahasia, dan hanya diketahui oleh Presiden dan sangat sedikit pimpinan eksekutif. Termasuk dalam pengambilan keputusan demikian adalah penyusunan kabinet, yang biasanya hanya melibatkan Presiden dan Wakil Presiden. Kalaupun ada jajaran menteri yang ikut serta, biasanya hanya Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet. Dalam situasi demikian, proses mengawal kebijakan presiden menjadi lebih menantang. Tidak jarang, hanya pada last minutes, pada saat penyusunan rancangan Keputusan Presiden, sebelum pelantikan dilakukan, barulah jajaran staf teknis mempunyai kesempatan untuk memastikan bahwa kandidat anggota kabinet sejalan dengan syarat peraturan perundangan.

Pengalaman kami, karena sifat yang rahasia tersebut, pernah ada kandidat wakil menteri yang akhirnya batal dilantik. Karena pada saat disiapkan rancangan Keppresnya, diketahui bahwa yang bersangkutan tidak memenuhi syarat sebagai wakil menteri. Namun, karena rencana pelantikannya sempat tercium oleh teman-teman media, maka dinamika politik yang munculpun tetap tidak mudah untuk dikelola. Pada kesempatan reshuffle di tahun 2011, hal yang sama hampir berulang, namun dapat lebih awal diantisipasi.

Melihat beberapa kandidat wakil menteri yang muncul tidak memenuhi syarat administratif, saya menyampaikan masukan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara. Solusi hukum yang saya tawarkan adalah: karena ketentuan syarat tambahan untuk menjadi Wakil Menteri itu muncul pada Peraturan Presiden, dan tidak ada dalam UU Kementerian Negara, maka Perpres terkait syarat tambahan wakil menteri itu dapat direvisi. Apalagi, pengangkatan dan pemberhentian menteri (dan wakil menteri) adalah hak prerogatif presiden, sehingga menjadi aneh kalau justru dibatasi sendiri melalui Peraturan Presiden.

Ke depan, memang harus dibangun mekanisme kerja agar ada waktu sesedikit apapun untuk memastikan keputusan presiden sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Itulah tugas jajaran Lembaga Kepresidenan di sekitar Presiden. Paling tidak, pada saat suatu rancangan keputusan sedang disusun, itulah window opportunity yang meski sedikit, harus dimaksimalkan untuk memastikan dan mengamankan dan keputusan yang diambil Presiden.

Kasus Arcandra Tahar, semoga kejadian yang sama tidak lagi terulang di masa depan. Meskipun mengkoreksi kesalahan tetap suatu tindakan yang tidak mudah dan wajib diapresiasi, tetapi tentu tidak diharapkan untuk kerap terjadi. Kepada jajaran Lembaga Kepresidenan saya turut berempati atas tantangan dan amanat berat untuk membantu kerja besar Presiden Jokowi. Selamat terus bertugas dan bekerja, kerja dan kerja tidak hanya dengan cepat, tetapi juga tepat dan cermat. (Rz/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.