JAKARTA-LH: Ratusan juta Warga Negara Indonesia (WNI) sedang menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI atas gugatan yang diajukan Paslon 01 (Anies-Muhaimin) dan Paslon 03 (Ganjar-Maffud) atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. Menurut situs mkri.id, pembacaan putusan tersebut akan dimulai pada pukul 09.00 WIB (Senin, 22/4/2024) di Gedung MK Jalan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusat.
Menurut Juru bicara MK Fajar Laksono, bahwa tidak ada deadlock dalam pengambilan keputusan sengketa Pilpres 2024 yang akan dibacakan pada 22 April 2024 besok Senin (22/04/2024). ” Enggak ada deadlock ” tandas Fajar kepada Para Awak Media (Jumat, 19/04/2024).
Lebih lanjut Fajar menjelaskan, bahwa mekanisme para hakim MK mengambil memutuskan suatu perkara dengan cara musyawarah. Hal itu juga tertuang dalam pasal 45 UU MK. Sebelum pengambilan keputusan, Para Hakim MK bakal melakukan mufakat. Jika belum dapat mengambil keputusan, maka para hakim akan istirahat sejenak. ” Kalau enggak tercapai udah, colling down dulu, itu kata UU, diendapkan dulu, bisa ditunda nanti sore atau besok, tunda dulu. Kalau sudah ditunda, mufakat lagi, upayakan untuk mufakat lagi. Dua kali mufakat di kedepankan “ paparnya menjelaskan.
Selanjutnya, lanjut Fajar, jika hasil mufakat tidak mencapai keputusan maka Para Hakim MK akan melakukan pemungutan suara terbanya (voting). ” Diputus dengan suara terbanyak, suara terbanyak itu berarti kalau 8 bisa jadi 5:3, 6:2 atau 7:1 atau akhirnya bisa jadi 8 bulat “ pungkas Jubir MK itu.
Masih menurut Jubir MK itu, apabila suara hakim berimbang, Ketua Sidang Pleno, yaitu Suhartoyo berhak menentukan. Artinya, kemana suara Ketua maka itu lah yang menang. ” Di Pasal 45 UU MK ayat 8 itu dikatakan kalau dalam hal suara terbanyak tidak bisa diambil keputusan itu dikatakanlah imbang 4:4, maka di mana suara ketua sidang pleno itulah keputusan MK. Jadi nggak ada cerita deadlock dalam pengambilan keputusan di lembaga pengadilan. Kacau kalau deadlock itu, nggak bisa memberikan kepastian ” ujarnya menjelaskan.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana, berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Jo Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 bahwa ada putusannya bisa berupa tidak dapat diterima, permohonan dikabulkan, atau permohonan ditolak. “ Saya meyakini, Mahkamah tidak akan memutuskan permohonan tidak dapat diterima, karena permohonan Paslon 01 dan 03 jelas memenuhi syarat formil untuk diputuskan pokok permohonannya “ kata Denny dalam keterangan resmi yang dirilis sejak Senin (16/04/2024) di Hukum Online.Com.
Setelah melihat jalannya persidangan serta segala bukti dan keterangan yang dihadirkan, lanjut Denny, menduga justru ada empat opsi putusan MK. Prediksinya ini termasuk termasuk setelah memperhatikan komposisi dan rekam jejak delapan hakim konstitusi yang menyidangkan perkara.
Opsi pertama adalah MK akan menolak seluruh permohonan dan hanya memberikan catatan perbaikan pilpres. MK akan menguatkan putusan KPU yang memenangkan Prabowo-Gibran. MK hanya memberikan catatan perbaikan penyelenggaraan pilpres utamanya kepada KPU dan Bawaslu. “ Melihat situasi kondisi politik hukum di tanah air, saya berpandangan opsi satu ini yang sangat mungkin menjadi kenyataan ” terangnya.
Opsi kedua, MK akan mengabulkan diskualifikasi Paslon 02 Prabowo-Gibran dan melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) hanya di antara Paslon 01 dan 03. Melihat situasi dan kondisi politik hukum di tanah air, termasuk rumit dan sulitnya proses pembuktian, Denny berpandangan opsi dua ini hampir muskil bin mustahil terjadi.
Sementara itu, Pengajar bidang studi hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Titi Anggraini mengatakan apapun putusan MK yang paling penting itu ratio decidendi dalam putusan karena pertimbangan dan argumentasi hukum yang solid dan kokoh membantu publik memahami latar belakang putusan MK. “ Jadi yang menjadi tantangan bagi MK itu bagaimana memformulasi putusan dengan pertimbangan hukum dan ratio decidendi yang solid dan kokoh serta mampu membuat publik memahami putusan itu,” ujar Dewan Pembina Perludem itu ketika dihubungi Hukumonline pada Rabu (17/04/2024).
Titi melihat banyak pengamat yang memprediksi putusan PHPU Pilpres 2024 dengan pilihan ditolak, dikabulkan, atau tidak dapat diterima. Mana amar putusan yang akan dipilih MK terkait dengan keseluruhan proses persidangan?
Dari proses persidangan yang dapat dipantau oleh publik bisa jadi amar putusan MK terhadap PHPU Pilpres 2024 nanti memberi kejutan dan terobosan. Indikasinya terlihat dalam persidangan majelis konstitusi cukup progresif (aktif) dengan meminta keterangan 4 Menteri dan DKPP. “ Saya optimis MK akan memberi kejutan (dalam putusan PHPU Pilpres 2024) ” ujarnya.
Masih menurut Titi, sebagaimana dikutif Hukum Online.com, “ tapi kejutan itu bukan dalam bentuk mendiskualifikasi salah satu pasangan calon atau Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka. Kendati dalam proses persidangan MK menunjukan ada perubahan paradigma, tapi lembaga berjuluk penjaga konstitusi itu tetap (berpikir) pragmatis “ pungkasnya.
Pragmatisnya paling mencolok, jelas Titi, dalam memutus perkara No.90/ PUU-XXI/ 2023 dan No.141/ PUU-XXI/ 2023. Sebab, intinya, MK tidak mengubah pendirian hukum tentang persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) untuk berlaku pada Pemilu 2024. Persyaratan Capres-Cawapres itu berlaku sebagai open legal policy setelah Pemilu 2024 atau pada Pemilu 2029. (Dessy)