3,483 views

TIDAK ADA AMPUN, Diduga Hutan Lindung Pun Sudah Mulai Dihajar Oleh Para Mafia Illegal Logging Di Bukit Barisan Labura

LIPUTANHUKUM.COM: Namanya Mafia termasuk Mafia Illegal Logging, tidak perduli larangan bahkan selalu melanggar larangan yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang dibuat Negara. Termasuk menabrak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan tanpa perduli konsekuensi hukumnya.

Keberanian Para Mafia ini, mungkin lebih tepat memakai istilah “kenekatan”, terbukti diduga kuat mereka sudah merambah hingga Hutan Lindung (HL). Hal ini sesuai hasil investigasi yang dilakukan Wartawan liputanhukum.com beberapa waktu yang lalu di Aek Sarula Desa Poldung Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labura Provinsi Sumatera Utara. Dimana tampak kondisi Hutan Lindung di Gugus Bukit Barisan ini sudah tereksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Bukti tentang adanya kegiatan illegal berupa perambahan hutan dan pengambilan kayu bulat (log) nampak dengan adanya pembuatan jalan menggunakan alat berat berupa Bego dan Bulldozer (Tracktor) di area yang menurut google maps sudah masuk kawasan Hutan Lindung.

Ancaman sanksi berat hingga hukuman seumur hidup dan denda hingga Satu Triliun rupiah yang ada di UU Nomor 18 Tahun 2013, tidak pernah membuat ciut nyali Para Pelaku Illegal Logging dan Perusak Hutan di Indonesia khususnya di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terbukti dimana mereka masih terus melakukan aktivitasnya.

Hukuman bagi Para Pelaku Illegal Logging dan perusak hutan, baik oleh Individu maupun Korporasi, dapat dilihat pada BAB X Tentang KETENTUAN PIDANA (Pasal 82 – Pasal 109) UU Nomor 18 Tahun 2013. Sanksi atau hukuman terberat bagi Para Pelaku Illegal Logging dan Perambah Hutan diatur pada Pasal 93 dan Pasal 94.

Pasal 93
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c;
b. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau;
c. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:
a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c;
b. menjual, menguasai, memiliki dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau;
c. membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

(3) Korporasi yang:
a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c;
b. menjual, menguasai, memiliki dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau;
c. membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 94
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
a. menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a;
b. melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c;
c. mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d; dan/atau;
d. mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

(2) Korporasi yang:
a. menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a;
b. melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c;
c. mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d; dan/atau;
d. mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama seumur hidup serta pidana denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) “ demikian bunyi Pasal 93 dan Pasal 94 UU No 18 Tahun 2013.

Berikut link lengkap UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pemberantasan Perusakan Hutan

Kalau merujuk kepada UU Nomor 18 Tahun 2013, maka siapapun termasuk Para Pejabat dan atau Para Aparat Penegak Hukum (APH) yang terbukti terlibat maka harus diberi sanksi agar menimbulkan efek jera terhadap para pelaku Ilegal Logging dan Perambahan Hutan. Hal ini bisa dilihat Pada Pasal 104, 105 dan 106 pada UU Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan itu.

Tindak Pidana terhadap kehutanan merupakan Kejahatan Kemanusiaan. Sehingga, permasalahan Kawasan Hutan dan sekitarnya bukan hanya masalah Labura atau Indonesia tetapi sudah menjadi permasalahan Dunia Internasional. Sehingga siapapun yang melakukan kejahatan terhadap Kawasan Hutan dapat dikategorikan sebagai Penjahat Kemanusiaan. Hukuman Seumur Hidup serta Pidana Denda paling sedikit Rp 20 Milyar dan paling banyak Rp 1 Triliun sebagaimana diatur dalam Pasal 94 UU Nomor 18 Tahun 2013 sangat pantas diterapkan bagi para pelakunya. Maka, salah satu tujuan utama dibuatnya Sanksi Berat bagi Para Pelaku sesuai amanah UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah agar terjadi Efek Jera bagi para pelakunya.

Sampai berita ini ditayangkan, belum dapat terkonfirmasi siapa dalang dan pelaku utama dibalik semua dugaan praktek illegal logging dan perambahan hutan ini, baik itu individu maupun korporasi. Untuk itu, hanya Pihak Berwenang lah yang paling bisa mengusut tuntas kasus ini. Baik itu dari Pihak Kementerian Kehutanan RI serta Para APH terkait lainnya sesuai kewenangan yang diberikan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku khususnya UU Nomor 18 Tahun 2013.  (Torang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.