LIPUTANHUKUM.COM: Dalam menjaga netralitas ASN, TNI, dan Polri termasuk Kepala Desa, Perangkat Desa, serta Anggota dan Ketua Badan Permusyawatan Desa (BPD) tidak dibenarkan berpolitik praktis termasuk menjadi Juru Kampanye dan atau Tim Sukses pada Pemilu (Pilpres dan Pileg) maupun Pilkada.
Larangan itu diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan antara lain diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada Pasal 2 huruf f dalam UU No 5 Tahun 2014 jelas tertera, asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku penyelenggaraan kebijakan, manajemen ASN yang salah satunya berdasarkan asas netralitas.
Bahkan dalam Pasal 280 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan, selain ASN, pimpinan MA atau MK sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan kampanye. Jika pihak-pihak disebutkan tetap diikutsertakan dalam kampanye maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.
Sanksi tersebut tertuang, dalam Pasal 494 UU 7 tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah siapa yang ditunjuk UU untuk melaksanakan peraturan terkait pelarangan tersebut ? Menurut UU bahwa yang paling berwenang untuk melaksanakan mandat pengawasan pelanggaran hukum terkait netralitas ini adalah Bawaslu.
Tugas Bawaslu ini pun mendapat bantuan dari pihak pengawas Ad Hoc (sementara) seperti Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/ Desa, Panwaslu LN, dan pengawas TPS.
Guna mewujudkan pengawasan ini secara maksimal, Bawaslu dapat meminta perwakilan dari TNI, perwakilan Polri, dan Perwakilan Komisi ASN melakukan penandatanganan MoU soal Netralitas Deklarasi Komitmen Bersama Menjelang Kampanye Rapat Umum dan Iklan Kampanye Pemilu baik Pilpres maupun Pileg.
Untuk mewujudkan pelaksanaan UU itu, maka partisipasi warga masyarakat luas sangat penting mengingat luasnya wilayah NKRI dengan jumlah populasi penduduk yang begitu besar di satu sisi, dan terbatasnya APH yang ditunjuk UU untuk melaksanakan pungsi pengawas ini. (Dewi)