JAKARTA-LH: Uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 perihal kemungkinan mantan terpidana korupsi maju lebih cepat menjadi calon anggota legislative yang diajukan oleh Indonesia Corruption Watch, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta dua mantan pimpinan KPK yaitu Saut Situmorang dan Abraham Samad akhirnya dikabulkan Mahkamah Agung (MA) seluruhnya. ” Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari para pemohon untuk seluruhnya ” bunyi Amar Putusan MA yang dipublis oleh Kabiro Hukum dan Humas MA Sobandi, dikutip Minggu (01/10/2023).
Atas putusan itu, MA memerintahkan KPU mencabut PKPU Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 yakni aturan yang memberi peluang bagi Mantan Terpidana Korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif disemua jenjang (DPR RI danDPRD) sebelum masa jeda habis. Sebagaimana diketahui bahwa dalam aturan itu (PKPU 10 dan 11), KPU tidak mewajibkan masa jeda 5 tahun bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk nyaleg.
Dalam Amar Putusannya, MA menyatakan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g UU 7/2017 tentang Pemilu jo Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Selain itu, masih menurut Amar Putusannya, MA juga menyatakan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU 10/2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g UU 7/2017 jo Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXI/2023 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Selanjutnya, Amar Putusan MA juga menyatakan seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh termohon (Ketua KPU RI) sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum. ” Memerintahkan kepada termohon untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 ” uja MA dalam putusannya.
MA memerintahkan kepada panitera MA untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada percetakan negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara. ” Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta ” putusnya.
Dasar Pertimbangan MA Dalam Putusannya
Dalam pertimbangannnya, MA menilai bahwa pada prinsipnya penormaan jangka waktu lima tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya. Hal tersebut sebagaimana Putusan MK Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXI/2023. Dengan jangka waktu tersebut, masyarakat dapat menilai calon yang akan dipilihnya secara kritis dan jernih.
Namun dalam PKPU Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 , KPU justru meniadakan masa jeda 5 tahun bagi eks terpidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif.
Oleh karena itu, dengan berpandangan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa, terang MA, maka pidana tambahan berupa pencabutan hak politik merupakan penambahan efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi. Atas dasar itu, menurut MA, seharusnya KPU menyusun persyaratan yang lebih berat bagi pelaku kejahatan yang dijatuhi pidana pokok dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.
Berdasarkan alasan tersebut, MA berpendapat objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g UU 7/2017 tentang Pemilu yang telah ditafsir dengan Putusan MK Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan Nomor: 12/PUU-XXI/2023. ” Oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum ” ujar MA dalam Amar Putusannya.
Tanggapan KPU dan KPK Atas Putusan MA ini
Terkait Putusan MA itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa Pihaknya belum menerima Salinan Putusan itu. Hal ini disampaikan Komisioner KPU Idham Holik. ” Sampai tanggal 30 September 2023, KPU belum menerima salinan Putusan MA No. 28 P/HUM/2023 tersebut ” ujar Idham kepada para awak media (Sabtu, 30/09/2023).
Menurut Idham, bahwa KPU ketika merumuskan Pasal 11 ayat 6 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 telah merujuk pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan MK No. 87/PUU-XX/2022 yang berada di halaman 29.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang memungkinkan mantan napi korupsi bisa maju lebih cepat menjadi calon anggota legislatif.
Menurut Juru bicara KPK Ali Fikri bahwa putusan MA ini selaras dengan pemberantasan korupsi dan diharapkan menimbulkan efek jera. ” Karena harapannya, pelaku ataupun masyarakat menjadi jera atau takut untuk melakukan korupsi ” ujar Ali (Sabtu, 30/09/2023). (Dewi).