846 views

Novel Baswedan Dkk Resmi Dikeluarkan Dari KPK, Kepergian Mereka Diwarnai Tangisan

JAKARTA-LH: Kamis (30/09/2021) merupakan hari bersejarah khususnya buat Novel Baswedan dkk. Dimana secara resmi mereka dikeluarkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat tes alih status ASN. Kepergian mereka pun sempat diwarnai tangis haru perpisahan dari kolega mereka yang masih jadi pegawai KPK.

Tampak sejumlah tokoh menjemput mereka dari Gedung Merah Putih itu antara lain Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Bambang Widjojanto, dan Abraham Samad. Keempatnya berasal dari Tiga Periode yang berbeda sebagai pimpinan KPK.

Saut Situmorang dan Busyro Muqoddas datang langsung ketika Novel Baswedan dkk keluar dari Gedung Merah Putih. Saut ikut berjalan bersama rombongan menuju Gedung KPK lama di Kavling C1 Rasuna Said, Jakarta Selatan. Di sana, sudah menunggu Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.

Pada kesempatan itu, Saut Situmorang dengan tegas mengatakan bahwa mereka yang menganggap KPK saat ini dalam kondisi baik-baik saja adalah bohong besar. Apalagi dengan adanya pemecatan pegawai yang sudah terbukti kerja dan integritasnya. ” Kalau ada yang bilang bahwa pemberantasan korupsi hari ini berjalan pada jalan yang benar, orang itu pasti bohong besar. Nyatanya perilaku-perilaku di bawah saat ini sampai ke atas sampai saat ini masih kita lihat ” tandas Saut (Kamis, 30/09/2021).

Sementara itu, ditempat yang sama, Mantan Pimpinan KPK Busyro Muqoddas menyatakan bahwa KPK telah kehilangan aset terbaiknya dengan memecat 57 Pegawai itu. Menurut Busyro, ke-57 Pegawai KPK yang dipecat itu justru merupakan modal sosial dan moral penting bagi kondisi bangsa yang menurutnya saat ini sedang tidak baik-baik saja. ” Saya ingin menyampaikan secara terbuka, bahwa teman-teman 57 yang sekarang ini, adalah teman-teman yang sesungguhnya menjadi modal sosial, modal moral, kultural, politik, bagi negeri yang sekarang sedang semakin berat di tubir kehancuran moral. 57 ini dengan keluarganya adalah orang-orang yang sudah memberikan record sesuai dengan kebangsaan yang otentik ” pungkas Busyro.

Lewat kesempatan itu, Busyro juga mengkritisi sikap pimpinan yang terus menerus mengekspose kepalsuan di hadapan masyarakat. ” Sebaliknya, mereka pimpinan KPK yang sekarang ini, yang menista mereka ini, itulah yang menentukan kepalsuan-kepalsuan tentang kemanusiaan. Kedua, sejak kemarin siang saya berada di gedung KPK yang ideologis ini, menyatu dengan teman-teman ini, saya mengambil kesimpulan bahwa mereka sedih, saya juga sedih ” lanjut Busyro.

Busyro meyakini bahwa awal mula dari kehancuran KPK pada rezim Firli Bahuri Cs. ” Di balik kesedihan itu, mereka berbangga karena diuji dengan ujian yang otentik dari langit. Dan kami bangga. Saya yakin bahwa rezim KPK tidak akan lama ” tungkas Busyro menutup orasinya.
Pemberhentian dan atau pemecatan 57 pegawai KPK itu termaktub dalam Surat Keputusan Nomor 1354 Tahun 2021 yang diteken Ketua KPK Firli Bahuri pada 13 September 2021. Pemecatan 57 pegawai KPK itu menjadi puncak polemik tes wawasan kebangsaan yang berlangsung sejak April 2021.

Secara kronologis, dalam rapat 25 Mei 2021, diputuskan dari 75 pegawai sebanyak 51 orang dianggap tak bisa dibina. Sedangkan 24 lainnya, bisa dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara asalkan mau mengikuti pelatihan wawasan kebangsaan. Sebagian diantara 24 orang tidak mau dilantik, sehingga total pegawai yang dipecat berjumlah 56 pegawai, plus 1 orang yang sudah memasuki masa pensiun yaitu, Sujanarko.

Dalam perkembangannya, jumlah pegawai yang akan dipecat bertambah satu orang, yaitu Lakso Anindito.

Kemudian, Para pegawai yang tidak lolos TWK sempat melaporkan pelaksanaan tes itu ke Ombudsman RI dan Komnas HAM. Ombudsman menyatakan terjadi pelanggaran prosedur berlapis dalam tes itu. Adapun Komnas HAM menyatakan terjadi 11 jenis pelanggaran HAM dalam tes yang dilaksanakan oleh KPK dan Badan Kepegawaian Negara serta sejumlah lembaga lainnya itu.

Selanjutnya, Para pegawai KPK telah berupaya menggugat persoalan tes kebangsaan itu ke Mahkamah Agung. Namun, MA menolak gugatan materiil tersebut. Menurut MA, TWK yang diatur dalam Perkom 1 Tahun 2021 tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Permohonan Uji Materiil juga telah dilayangkan kepada Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, MK menyatakan bahwa pelaksanaan TWK adalah konstitusional.

Pegawai KPK yang mengajukan gugatan itu, Yudi Purnomo, mengatakan putusan MA hanya menyatakan bahwa secara formal TWK bisa dilaksanakan. Dia mengatakan problem utama TWK adalah pelaksanaannya yang diduga melanggar HAM dan Cacat Prosedur. (Dessy/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.