YOGYAKARTA-LH: Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X untuk menutup pertambangan yang diduga ilegal di Lereng Merapi Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman mendapat dukungan penuh dari Dewan Pimpinan Rakyat (DPRD) DIY. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY Gimmy Rusdin saat dikonfirmasi LH (liputanhukum.com). ” Ini semua harus segera ditertibkan. Kami akan datangi sejumlah tempat penambangan liar dan mendesak Pemerintah DIY untuk segera menertibkan penambangan liar ini “ pungkas Gimmy Rusdin (Selasa, 14/09/2021).
Lebih lanjut Gimmy menyampaikan bahwa setelah Kawasan Merapi Cangkringan Sleman, Pihaknya juga mendesak agar Pemerintah DIY segera menindak tegas penambangan liar lainnya yang ada di Wilayah DIY seperti di Bantul, Gunungkidul dan Kulonprogo.
Masih menurut Gimmy, Komisi C DPRD DIY akan mengadakan kunjungan ke sejumlah lokasi penambangan. Oleh karena itu, maka Komisi C DPRD DIY telah mengagendakan akan melakukan Inspeksi Mendadak ke sejumlah Penambangan di DIY. ” Dalam waktu dekat kami akan segera turun ke lapangan “ tandasnya.
Senada dengan Gimmy Rusdin, Ketua Komisi C DPRD DIY Arif Setiadi dalam Keterangan Persnya menyampaikan bahwa Pihaknya sangat mendukung langkah tegas yang dilakukan Gubernur DIY Sri Sultan HB X tersebut karena sangat sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan DPRD DIY. ” Langkah Gubernur DIY ini sejalan dengan rekomendasi DPRD DIY ” tegas Arif Setiadi (Selasa, 14/09/2021).
Menurut Arif Setiadi, bahwa pada Maret 2021 yang lalu DPRD DIY telah membentuk Pansus Bahan Acara (BA) Nomor 9 Tahun 2021 yang tugasnya mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda DIY Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam dan Batuan. Yang mana Arif Setiadi kebetulan ditunjuk sebagai Ketua Pansus. Hasil kerja Pansus selanjutnya telah dilaporkan di depan Rapat Paripurna DPRD DIY pada 5 April 2021 yang lalu. ” Kami sangat menyayangkan pelaksanaan Perda tersebut (Nomor 1 Tahun 2018) belum cukup optimal ” ungkapnya.
Terkait temuan Pansus, menurut Arif, masih ditemuinya Penambangan Tanpa Izin (PETI). Penambangan tanpa izin itulah yang disebut dalam sidak Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Penambangan Ilegal. Ada 14 penambangan dengan lokasi terbagi di dua tempat. Sebanyak delapan penambangan dilakukan di lahan Sultan Grond (SG) dan sisanya memanfaatkan tanah warga dan tanah desa. ” Mestinya, sejak awal Penambang Tanpa Izin atau PETI ini ditindak ” kata Ketua Komisi C DPRD DIY itu.
Selain PETI, temuan Pansus lainnya adalah berhubungan dengan Penyimpangan Operasional Tambang seperti Daya Muat yang melebihi kapasitas. Truk bermuatan lebih dan alat penambang hingga bisa merusak lingkungan. Misalnya, pemanfaatan Alat Pertambangan yang tidak sesuai dengan Rekomendasi Teknis atau Izin yang diberikan. Pelanggaran lainnya, menurut hasil temuan Pansus adalah masih terjadinya penyimpangan pelaksanaan kerja sama operasi. “ Reklamasi Pasca Tambang dan Penanganan Ekses Pertambangan terhadap lingkungan hidup belum optimal ” kata Ketua Pansus itu.
Lebih lanjut, Arif Setiadi menjelaskan tentang temuan Pansus lainnya terkait pelaksanaan pengembangan pemberdayaan masyarakat yang belum optimal. Oleh karena itu, Pansus dipimpinnya mendesak agar Pemrov DIY segera menanganinya. ” Pemerintah Daerah harus lebih sigap bertindak, agar tidak berlarut larut ” lanjutnya.
Selain persoalan di lapangan tersebut, masih menurut Arif Setiadi, persoalan lainnya yang tidak kalah penting adalah dengan terbitnya UU Nomer 3 Tahun Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dimana Kewenangan Pertambangan ditarik ke Pemerintah Pusat. Masa transisi bagi sampai dengan 10 Desember 2020 yang lalu. Namun sampai dengan batas akhir masa transisi tersebut, peraturan pemerintah (PP) ataupun peraturan presiden (Perpres) belum terbit. Dampaknya tidak ada kejelasan pendelegasian wewenang dari pusat kepada gubernur dalam pengelolaan usaha pertambangan. Oleh karenanya, “ Pansus dalam rekomendasinya mendorong Pemprov DIY proaktif untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat. Dengan begitu ada kejelasan penanganan usaha pertambangan baik dari sisi Perizinan, Pelaksanaan, Pengendalian dan Pengawasan maupun Evaluasinya ” pinta Arif.
SEMENTARA ITU, menurut Lurah Kepuharjo Heri Suprapto bahwa di Kelurahan yang dipimpinnya tidak ikut dalam 14 Titik yang ditutup serta mendukung penuh tindakan tegas yang diambil Sri Sultan HB X. “ Kami mendukung penuh tindakan tegas Sri Sultan. Keempat belas titik yang ditutup itu tidak ada yang berada di Kelurahan Kami. Itu di Kelurahan Tetangga. Hal ini perlu kami jelaskan mengingat beberapa pemberitaan Media Massa yang hanya menulis Cangkringan tanpa merinci Wilayah Kelurahannya “ pungkas Heri Suprapto yang dikonfirmasi Wartawan LH di Coffe Merapi, Kelurahan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan (Selasa, 14/09/2021).
Lurah Kepuharjo tersebut menambahkan, “ Kami sangat mendukung pemortalan yang dilakukan Sri Sultan tersebut karena itu memang sudah kelewatan dan sudah meresahkan. Dan itu bukan berada di Kelurahan Kami. Kalau di Kelurahan kami resmi semua. Resmi itu kan punya izin, dan membayar pajak “ tambah Heri Suprapto.
HAL SENADA, juga disampaikan oleh Lurah Wukirsari Handung Tri yang ditemui di Coffe Petung. Lurah Wukirsari itu mendukung penuh tindakan tegas yang diambil Gubernur DIY Sri Sultan X. Handung mengakui bahwa di Kelurahan yang dipimpinnya ada 2 Titik yang diduga PETI yang turut diportal (ditutup). Namun menurutnya, hal-hal yang menyangkut operasional atas 2 lokasi yang diportal tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat sebagai Lurah Wukirsari. “ Kami mendukung sepenuhnya tindakan tegas yang diambil Sri Sultan. Namun, Saya perlu menjelaskan bahwa Saya tidak mengetahui tentang kebijakan sebelumnya terkait 2 lokasi yang ditutup tersebut mengingat Saya baru saja terpilih pada Pemilihan Lurah Serentak 2020 yang lalu “ jelas Lurah yang berhasil mengalahkan petahana pada Pemilihan Lurah Desember 2020 silam (Selasa, 14/09/2021). (RZ/Red)