849 views

ETIKA POLITIK

Oleh

***Alisyah Putra Harahap
Ketua KBPP POLRI
Resor KTT

DALAM KEHIDUPAN ini kita tidak bisa menghindari yang namanya politik. Disaat ada orang menyatakan “Saya tidak mau berpolitik”, disaat itu juga dia sebenarnya telah berpolitik tanpa dia sadari.

Apa sebenar politik itu??? Usaha yang ditempuh Warga Negara untuk menuju kebaikan bersama (Politik Klasik by Aristoteles). Keterlibatan Warga Negara dalam aktivitas berpolitik bisa kita bagi dua yaitu:
1. Aktivitas Politik Dalam Substansial, dan
2. Aktivitas Politik Dalam Pragmatisnya.

Berikut penjelasan lebih lanjut masing-masing Aktivitas Politik tersebut:
1. Aktivitas Politik Dalam Substansial;
Ini bisa kita lihat dalam sehari-hari. Sebenarnya kita kerja aja, baik profesi kita dokter, guru, pedagang dan lain lain sudah melakukan politik. Warga Negara tidak boleh menyatakan aku tidak mau politik, politik itu kotor dan culas. Pernyataan warga ini aja sudah bermuatan politik. Jadi Politik Substansial adalah Aktivitas Warga Negara yang sifatnya mengeluarkan ide, dan ide ini bisa mempengaruhi mint set orang lain, sehingga orang lain ikut ide itu lalu terpengaruh lagi ke orang lain sehingga ide bergulir bagaikan bola salju hingga jadi Opini Publik di masyarakat. Inilah dia tanpa disadari telah melakukan Aktivitas Politik dalam bentuk Substansial.

2. Politik Pragmatis;
Kecerdasan seseorang bisa juga kita lihat dari cara dia berpikir atau bertidak pragmatis, strategis dan futuristik. Hasil pemikiran Pragmatis ini didapat apa yang dia lihatnya aja tetapi kalau pemikiran strategis, pemikiran yang tidak hanya dilihatnya aja tapi selangkah atau dua langkah ke depan dia telah bisa menganalisa, hasil dari pengalaman, bacaan dan lain-lain sehingga dia telah bisa mengantisipasi langkah selanjutnya.

Pemikiran yang futuristic ini suatu pemikiran yang sempurna disebabkan oleh kemampuan seseorang memprediksi beberapa tahun ke depan akan begini atau begitu terjadi. Ini didapat dari pengalaman atau bacaan yang telah baca dari sejarah.

Sebenarnya kehidupan manusia itu berulang-ulang. Didalam Agama Islam, ini lah yang dikatakan Bisyaroh Nabi atau kabar baik. Contohnya, Nabi menyatakan latabtahunna konstantinia pala ni amal amiruha ,walani amal Jes wajalikal Jes yang artinya ” kamu pasti menaklukkan konstantinopel, pemimpinnya adalah pemimpin yang terbaik dan tentaranya adalah tentara yang terbaik.

Besarnya pemimpin itu di ukur dari ilmu futuristik yang dia punya, mampukah dia membaca suatu kebijakan yang dia keluarkan or yang dikeluarkan orang lain. Ini perlu, sebab agar bisa mengantisipasi untuk menghindari bahaya yang ditimbulkan dari kebijakan yang dikeluarkan tadi. Pemimpin ysng punya pemikiran futuristik maka pemimpin akan mampu dan dipastikan dia akan punya Etika Politik yang matang.

Pemimpin yang kharismatik adalah suatu kepribadian yang kuat yang telah menimpuh perjalanan politiknya dari Nol Besar sampai jadi Pemimpin disuatu Intansi, Daerah, Negara atau Dunia.

Etika Politik Pemimpin yang berpikir Futuristik akan mengakomodir semua kepentingan baik kawan politiknya dan lawan politiknya. Ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dia ambil. Sebab dia sadar Pemimpin terbaik adalah Pemimpin yang mampu menyatukan Visi, Misi dan Sistem yang ada pada Instansi, Daerah bahkan Negara yang dia pimpin. Kemampuan pemimpin seperti itu tidak mudah kita dapat karena perlu pengetahuan yang menghuni yang didapat dalam Pendidikan Formal atau Non Formal yang bisa diterapkan di Miniatur Kecil dalam kehidupan di Organisasi Kemasyarakatan, Partai Politik atau di Intansi Pemerintahan.

Organisasi Kemasyarakatan, Kepemudaan, Partai Politik dan Intansi Pemerintahan adalah wadah tempat untuk melahirkan Pemimpin-Pemimpin yang berpikir futuristik. Karena wadah inilah sebenarnya sebagai universitas kehidupan. Tapi sayang, banyak masyarakat tidak tahu atau salah persepsi. Mereka masuk politik langsung terbayang jadi anggota DPR atau Kepala Daerah sehingga begitu jadi DPR atau Kepala Daerah baru kelabakan mengakomodir kepentingan pendukungnya. Dia lupa, bahwa Dia telah jadi Kepala Daerah yang harus mengakomodir semua kepentingan karena dia bukan ketua organisasi, partai politik, bukan lagi kepala SKPD (Satuan Kerja Pimpinan Daerah).

Ini bisa terlihat dari kebijakan yang dia keluarkan, kebijakan yang gamang (plint plant) sehingga bisa menimbulkan riak politik yang akhirnya bisa membuat sakit hati atau kecewa sekelompok masyarakat akibat kebijakan yang gamang tadi. Yang paling berbahayanya lagi, lawan-lawan politiknya sudah pasti mengambil kesempatan untuk melakukan entrik-entrik politik yang dahsyat. Dalam politik kita, itu sudah menjadi tontonan yang biasa, sebab Cost Politik dengan sistem sekarang ini sangat tinggi sehingga ini yang membuat Pimpinan-Pemimpin kita yang akhirnya banyak masuk sekolah lagi “dipesantrenkan” oleh Polisi (APH) alias Penjara karena pendidikannya belum selesai.***

Tulisan ini merupakan **Disclaimer : Kanal Opini adalah Media Warga. Setiap Opini di kanal ini menjadi tanggung jawab Penulis. Jika ada Pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai Aturan Pers bahwa Pihak tersebut dapat memberikan Hak Jawabnya kepada Penulis Opini, dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.