1,576 views

Kades Bangun Rejo ENP Dilaporkan Warganya Terkait Dugaan Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang Ke Beberapa Institusi Terkait

LABURA-LH: Kepala Desa (Kades) Bangun Rejo berinisial ENP dilaporkan oleh Warganya terkait dugaan korupsi atas Alokasi Dana Desa (ADD) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19. Puluhan (21 Orang) Warga yang mengatasnamakan Masyarakat Desa Bangun Rejo menandatangani Surat Pernyataan (03/09/2020-Red) sekaligus Surat Pengaduan yang telah diserahkan ke Polres Labuhanbatu sebagai Laporan Masyarakat dengan tembusan kepada Kejaksaan Negeri Rantauprapat, Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara, PMD Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kapolda Sumatera Utara, Tipikor Polda Sumatera Utara, Kemendes PDT, dan kepada Presiden RI . Surat tersebut ditandatangani Pada Tanggal 3 September 2020 di Bangun Rejo.

Adapun isi tuntutan Para Warga Bangun Rejo tersebut adalah meminta Polres Labuhanbatu untuk menindaklanjuti Laporan Masyarakat Bangun Rejo demi Kepastian Hukum atas dugaan penyalahgunaan jabatan oleh Oknum Kepala Desa Bangun Rejo. Dalam surat tersebut juga dilampirkan bukti-bukti berupa:

1. Bukti/Dokumentasi berupa Foto jalan IKM Dusun VII Aek Sordang oleh Inspektorat sedang Pemeriksaan/ Pengukuran Jalan (Dugaan Fiktif) TA 2019;
2. Foto copy Surat Pengunduran Diri Ketua BUMDES Desa Bangun Rejo dan foto copy Surat Kematian Ketua BUMDES;
3. Surat Pernyataan Masyarakat yang tidak pernah menerima Bantuan Covid-19 (BLT Dana Desa) 600.000/ bulan TA 2020;
4. Foto copy Lampiran Nama-Nama yang Menerima Bantuan BLT Dana Desa yang ditanda tangani Kepala Desa Bangun Rejo.

Terkait laporan masyarakat tentang dugaan Penyalahgunaan Wewenang dan atau dugaan korupsi Kades Bangun Rejo, Redaksi LH (liputanhukum.com) telah melakukan konfirmasi dan atau klarifikasi terhadap Kades yang bersangkutan melalui Telepon Selularnya Pada Hari Sabtu (05/09/2020-Red). Menurut keterangan dan penjelasan Kades ENP bahwa kasus proyek jalan Dusun VII Aek Sordang terkendala karena faktor alam. “ Ini faktor alam. Karena hujan datang sehingga bahan material tidak dapat dimasukkan “ pungkas Kades ENP menjelaskan dalam bahasa daerah (05/09/2020-Red).

Kemudian, terkait proyek yang lain yang menjadi obyek laporan warga masyarakat, Kades ENP menjelaskan “ adapun terkait proyek yang satu lagi, yang sama-sama dianggarkan pada saat yang bersamaan baik di APBD maupun di APBDes, itu memang saya akui bahwa dananya saya pakai untuk kepentingan keluarga dan saya berjanji akan mengembalikan seluruhnya paling lambat Tanggal 19-20 September (2020) ini “ ujar ENP.

Ketika dipertanyakan lebih jauh, berapa jumlah dana yang terpakai untuk kepentingan pribadi dan apakah sudah ada yang dikembalikan ? “ Total seluruh anggran yang terpakai dari 2 item pekerjaan itu, sesuai LHP Inspektorat sekitar Rp 143 Juta dan Saya sudah kembalikan 1 item (tanpa menyebut angka rupiahnya) “ tegas ENP mengakui bahwa dirinya benar telah menggunakan untuk kepentingan pribadi anggaran milik Negara yang berasal dari APBD dan APBDes itu.

TERKAIT DUGAAN PENYELEWENGAN DANA BLT

Terkait dugaan penyalahgunaan dan atau penyelewengan Dana BLT Covid-19 sebagaimana laporan tertulis Warga Masyarakat Bangun Rejo, Redaksi LH berhasil menghubungi salah seorang Tokoh Masyarakat Bangun Rejo yang turut menandatangani Surat Pernyataan dan Surat Pengaduan Warga itu berinisial RM menyatakan “ Saya sudah mengkonfirmasi 5 Orang Warga Penerima BLT mengaku tidak pernah menerima bantuan itu. Dan dari 5 Orang tersebut, salah satu Surat Pernyataanya sudah Kami kirim ke Redaksi LH Bang “ kata RM melalui Telepon Selularnya (09/09/2020-Red).

Ketika dipertanyakan berapa jumlah Penerima BLT di Desa Bangun Rejo dan berapa jumlah yang sudah menerima serta berapa pula jumlah Peserta BLT yang belum menerima ? “ Total Jumlah Penerima BLT di Desa Bangun Rejo adalah 145. Kalau berapa jumlah yang sudah menerima kita belum dapat data otentik. Namun kalau yang belum menerima masih lumayan banyak. Paling tidak, yang sudah kami  konfirmasi ada 5 Orang yang menyatakan belum menerima dan kami akan terus melakukan konfirmasi kepada Warga Peneroma BLT lainnya di Desa ini “ jawab RM.

Sampai berita ini ditayangkan, Redaksi LH belum berhasil melakukan konfirmasi dan atau klarifikasi terkait hal ini baik terhadap Kades ENP maupun terhadap Instansi/Institusi terkait. Namun, paling tidak jika berdasarkan data dan dokumen yang dikirim ke Redaksi LH, ditambah keterangan RM melalui Telepon Selularnya, maka bahwa kasus dugaan penyelewengan ini wajar serta wajib dipertanyakan. Sebab, terjadi perbedaan antara Jumlah Daftar Penerima BLT untuk Desa Bangun Rejo dengan Jumlah yang telah menerima BLT. Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Pernyataan Tertulis dari Warga yang namanya masuk Daftar Penerima BLT namun menyatakan tidak pernah menerima bantuan Pemerintah itu padahal menurut informasi yang diperoleh bahwa Desa Bangun Rejo sudah 3 Kali (Tahap) pencairan Dana BLT.

Andaikata, laporan Warga Masyarakat terkait BLT Covid-19 ini benar dan dapat dibuktikan secara hukum, maka sesuai Statement Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri (Rabu, 29/04/2020-Red) yang juga diikuti oleh Kapolri Jenderal Idham Azis (Senin, 15/06/2020-Red) maka kepada Orang yang bersangkutan dapat diterapkan Pasal 2 Ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 Ayat (2) tersebut berbunyi “ Dalam hal Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, Pidana Mati dapat dijatuhkan “.

Pada Penjelasan Pasal 2 (2) dijelaskan apa yang dimaksud dengan keadaan tertentu. “ Yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi apabila Tindak Pidana Tersebut dilakukan Pada Waktu Negara Dalam Keadaan Bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Pada Waktu Terjadi Bencana Alam Nasional, sebagai Pengulangan Tindak Pidana Korupsi, atau Pada Waktu Negara Dalam Keadaan Krisis Ekonomi dan Moneter “ begitu bunyi penjelasan dari Pasal 2 ayat 2 UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut.

Pertanyaan berikutnya adalah Apa Dasar Hukum yang dapat dipakai untuk meyatakan Wabah Pandemi Virus Corona (Covid-19) ini sebagai Keadaan Tertentu (Negara Dalam Keadaan Bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Pada Waktu Terjadi Bencana Alam Nasional, sebagai Pengulangan Tindak Pidana Korupsi, atau Pada Waktu Negara Dalam Keadaan Krisis Ekonomi dan Moneter) sebagaimana yang dimaksudkan UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut ? Hal ini terjawab dengan telah terbitnya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. Artinya, dengan terbitnya Kepres No 12 tahun 2020 tidak ada alasan lagi bagi Penegak Hukum untuk tidak dapat menerapkan Hukuman Mati bagi Para Koruptor yang menyalahgunakan Dana Bantuan Covid- 19.

Kalau yang melakukan itu Penyelenggara Negara dan atau ASN (PNS) setidak-tidaknya dapat dijerat dengan Pasal 12 UU Tipikor yang berbunyi: “ Pasal 12; Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); Huruf (e): Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri “ demikian kutipan Pasal 12 Huruf (e) UU UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah menjadi UU no 20 Tahun 2001.

Salah satu contoh Oknum Penyelenggara Negara yang sudah dijerat dengan Pasal 12 ini oleh Penyidik Polres Musirawas Provinsi Sumatera Selatan adalah Oknum Kadus dan Anggota DPD Desa Banpres Kecamatan Tua Negeri Kabupaten Musirawas. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.