742 views

Masyarakat Alang-Alang Lebar ‘Geruduk’ BPN Sumsel

Dedek Chaniago : “Konflik Agraria/Lahan32 Hektar Di Wilayah Labi-Labi 4 Orang Vs 521 KK”

PALEMBANG-LH: Sengketa Lahan seluas 32 Hektare antara Masyarakat Labi-labi Kelurahan Alang-alang Lebar, Kecamatan Alang Lebar, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Sealatan sebayak 521KK dengan Pihak PT TIMUR JAYA GRUP menimbulkan reaksi keras dari Masyarakat yang diduga menjadi Korban Penggusuran yang diorganisir oleh Organisasi Persatuan Masyarakat Pejuang Tanah Alang-Alang Lebar Untuk Rakyat. Selasa (07/07/2020-Red), Warga melakukan aksi turun ke jalan untuk memperjuangkan hak-haknya. Mereka Long March mendatangi Kantor BPN Propinsi Sumsel di Kota Palembang. Aksi dimulai Pukul 10:00 WIB.

Berbagai “Poster Huruf” diusung Para Peserta Aksi secara rapi dan tertata sehingga dapat dibaca “LABI-LABI MELAWAN”. Aksi ini diisi dengan Orasi dan Pembacaan Tuntutan yang berisi Meminta Hak-Hak Para Warga Tergusur untuk diberikan.

Salah Seorang Penanggung Jawab Aksi yang juga sebagai Sekjend Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS) Dedek Chaniago menyampaikan kepada Wartawan liputanhukum.com (LH) melalui Teleconference (Selasa, 07/07/2020-Red). Kepada LH, Dedek Chaniago menyampaikan bahwa “ Tanah 32 hektar di Daerah Labi-Labi, Kelurahan Alang-Alang Lebar, Kecamatan Alang Alang Lebar Kota Palembang, dikuasai dan ditanami oleh 521 KK telah digusur tanpa ada Putusan Pengadilan oleh 5 Orang yang mengaku memilki tanah yang tidak punya Sertifikat atas nama TIMUR JAYA GRUP. Kasus ini sudah dibawa ke BPN Kota Palembang, tapi indikasi/dugaan masuk angin karena tidak menepati janji untuk memediasi dan membiarkan tanah masyarakat tersebut digusur secara paksa. Untuk lebih jelasnya tentang risalah duduk persoalan kasusnya nanti Saya kirim Press Release-nya “ pungkas Dedek Chaniago (Selasa, 07/07/2020-Red).

Berikut adalah Press Release yang dikirim ke Wartawan LH.

” Menggusur lahan 521 KK tanpa Putusan Pengadilan dan Mereka melanggar Pembukaan UUD 1945, Pancasila Sila 2 dan Sila ke-5, UUD 1945 PASAL 33 AYAT 3, UUPA 5 TAHUN 1960 Pasal 2 ayat 3, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9 ayat 2, Pasal 10 ayat 1, Pasal 15, Pasal 17 ayat 3, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 27, PP No 36 Tahun 1998 Tanah Terlantar Pasal 3, PP No 11 Tahun 2010 Tentang Tanah Terlantar Pasal 2, Pasal 10, Pasal 15, TAP MPR No.9 Tahun 2001 Tentang Pembaharuan Agraria, PP Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria, UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 2, Pasal 4, Pasal 14, Pasal 15 Ayat b, Pasal 19, Pasal 23.

Tanah yang berada di daerah Labi-labi dan Taman Murni Kelurahan Talang Kelapa dulunya dan sekarang Alang-Alang Lebar Kecamatan Alang-alang Lebar Kota Palembang ±32 Hektar dikuasi oleh 521 KK Digusur Paksa Tanpa Ada Putusan Pengadilan yang diamankan/dijaga oleh 700 Personil Kepolisian dan Dipimpin Langsung oleh Kapolrestabes Palembang Pada Tanggal 12 Januri 2020 pada saat penggusuran berlangsung. Penggusuran dimotori oleh yang mengaku memiliki lahan atas nama 4 orang (Fenny Suryanto, Rusdiana Suryanto, Laily Suryanto, dan Triyana Suryanto).

Tanah ini, sejarahnya adalah tanah hutan yang tidak ada Tuan Mengelola (Tanah Terlantar) dengan dibuktikan pohon-pohon yang besar tumbuh tidak beraturan serta penduduk atau rumah pun belum ada serta sering terbakar tiap tahunnya. Tanah ini berada diwilayah Kabupaten Musi Banyuasin awalnya, kemudian Banyuasin dan sekarang masuk Kota Madiya Palembang (Saksi Orang Pertamakali yang tinggal di wilayah tersebut RT Pertama kali Pak Hermanto Satar).

Menurut pengakuan Rt Pertama kali di sana, bahwa selama dia menjabat 12 Tahun, tidak pernah ada yang datang mengakui lahan tersebut, baik waktu terbakar ataupun tidak terbakar yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang bertahan hidup dari orang sedikit dan sampailah sekarang 521 KK.

Sesuai dengan isi dari UUPA No 5 Tahun 1960 Pasal 6 yang berbunyi “Semua Hak Atas Tanah mempunyai fungsi sosial. Dan Pasal 9 ayat 2 berbunyi Tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik Laki-Laki maupun Wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu Hak Atas Tanah serta untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Dan Pasal 20 berbunyi Hak Milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6 (Ayat 1), Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada Pihak Lain (ayat 2) “.

Barulah pada bulan Desember 2019, Pihak Lain datang ke lahan atas nama TIMUR JAYA GRUP, mengatakan dan mengakui memiliki tanah tersebut lewat Penasehat Hukumnya. Awalnya, masyarakat tidak ambil pusing, sebab memang ada lahan di wilayah itu yang tidak digarap oleh masyarakat, sebab sudah ada batas pagar betonya. Namun, ketika Penasehat Hukum tersebut bilang, bahwa semua lahan ini punya TIMUR JAYA GRUP dengan memperlihatkan tampak depan Serifikat.

Namun ketika masyarakat ingin memegang dan membaca serta memoto Surat Tersebut, tidak diperbolehkan. Makin jelas kecurigaan warga. Akhirnya cek-cok mulut terjadi dan lalu Pihak Penasehat Hukum TIMUR JAYA GRUP menawarkan Ganti Rugi kepada masyarakat. Tidak ditanggapi oleh masyarakat. Kelang waktu 1 Minggu berlalu, datang lagi Penasehat Hukum yang mengaku klainnya punya lahan tersebut, bukan menanyakan lagi soal ganti rugi, tapi membawa alat berat dan surat pangilan kepolisian bagi warga yang dilaporkannya.

Sontak saja, masyarakat menghalangi alat berat itu untuk menggusur lahannya. Takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Penasehat hukum itu pergi dari lahan.

Melihat dari peristiwa tersebut, mengambarkan bahwa tidak jelas kepemilikan lahan yang mengatasnamakan TIMUR JAYA GRUP tersebut. Melanggar UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 10 ayat 1 yang berbunyi setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu Hak Atas Tanah Pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Dan bagi Masyarakat dikuatkan oleh Pasal 15 yang berbunyi memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban Tiap-Tiap Orang, Badan Hukum atau Instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomi lemah.

Kemudian, Tanggal 12 Febuari 2020, dengan alasan mau mengukur tanah yang mengaku punya miliknya dilahan tersebut, TIMUR JAYA GRUP malah menggusr lahan kebun-kebun Masyarakat dan hutan yang masih tersisa pohonya. Masyarakat tak berdaya karena dijaga/diamankan oleh Aparat Kepolisian dengan jumlah Personil 700 Orang dan dipimpin langsung oleh Kapolrestabes Palembang.

Sungguh, tanpa Putusan Pengadilan, lahan tersebut digusur. Dan UU No.2 Tahun 2002 Pasal 14 tentang Tugas dan Wewenang Ayat i berbunyi melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Dan serta Pasal 15 Ayat b yang berbunyi membantu meyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum. Dikuatkan dengan Pasal 19 berbunyi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma Agama, Kesopanan, Kesusilaan, Serta Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia.

Pasca digusur, masyarakat mendatangi Kantor BPN Kota Palembang dengan berunjuk rasa, untuk memperjelas keberadaan TIMUR JAYA GRUP yang mengakui memiliki lahan yang sudah dimanfaatkan, dikelola dan ditanami oleh masyarakat, pada tanggal 14 Febuary 2020. Hasil pertemuannya adalah: BPN Kota Palembang tidak pernah mengeluarkan sertifikat surat atas nama TIMUR JAYA GRUP, melainkan ada 4 orang atas nama Fenny Suryanto, Rusdiana Suryanto, Laily Suryanto, Triyana Suryanto. Namun BPN Kota Palembang tidak memperlihatkan sertifikatnya dan Lokus-nya letak lahan tersebut. Dibuatkan dalam berita acara hasil pertemuan dan akan melanjutkan mediasi di Tanggal 17 Febuary 2020. Dari penjelasan tersebut, 4 orang yang mengaku memiliki lahan melanggar Pasal 7 yang berbunyi untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan dan Pasal 27 berbunyi Hak milik dihapus bila tanahnya diterlantarkan. ” Demikian bunyi Press Release yang dikirim Dedek Chaniago (07/07/2020-Red)

Ditambahkan oleh Dedek Chaniago dalam wawancaranya dengan Wartawan LH bahwa “ Sampai hari ini, janji untuk ada mediasi menghadirkan kedua belah pihak 4 orang vs 521 Kk, yang akan difasilitasi oleh BPN Kota Palembang, hilang ditelan bumi. Entah apa yang terjadi sampai dengan lahan tersebut sudah rata dengan tanah, dipagar keliling pakai beton dan dijaga oleh Aparat Kepolisian. Maka dari itu kami mengadukan atau melaporkan BPN Kota Palembang berunjuk rasa dengan tuntutan: Proses, Evaluasi atau beri teguran dan bahkan Pecat Kepala BPN KOTA PALEMBANG yang tidak melanjutkan perjanjian dengan akan mefasilitasi mediasi di tanggal 17 Febuary 2020, serta Oknum BPN Kota Palembang yang memihak 4 orang yang mengakui punya lahan tersebut. Meminta Kanwil BPN Propinsi Sumatera Selatan ambil alih persoalan ini untuk memediasi atau memproses pelanggar hukum atas tanah tersebut. Segera wujudkan dan jalankan Reforma Agraria Sejati sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, UUPA No 5 Tahun 1960, TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001, PP. 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria “ jelas Sekjend KRASS itu. (Awang/Red)

VIDEO TERKAIT:

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.