LABURA-LH: Malam itu (Kamis, 05/03/2020-Red), Arloji di tangan menunjukkan Pukul 21.00 WIB, tiba-tiba terjadi suara keributan tidak jauh dari kediaman Wartawan LH Labura tepatnya di Desa Aek Korsik Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Propinsi Sumatera Utara. Wartawan LH awalnya menduga telah terjadi Penangkapan Maling oleh Warga. Untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi, Wartawan LH mendatangi tempat kejadian yang tidak jauh dari kediamannya. Betapa kagetnya setelah melihat ada Seorang Wanita Paro Baya yang dikenalnya berinisial RD diringkus oleh 4 Orang Personil yang mengaku dari Kepolisian Resot Labuhanbatu.
Instuisi Jurnalisme-nya spontan terpanggil dengan melakukan peliputan, konfirmasi dan atau klarifikasi terhadap Petugas yang melakukan Penggrebekan dan penangkapan. Namun sayangnya, Oknum Personil Kepolisian yang melakukan penggrebekan dan penangkapan itu tidak mau memberikan keterangan dan atau komentar apapun. Atas sikap 4 Personil ini, Wartawan LH berpikir positif dengan berasumsi bahwa masih akan dilakukan pengembangan kasus tersebut sehingga butuh tindakan senyap demi tercapainya target menangkap Pelaku dan atau Pihak lainnya yang masuk dalam sindikat barang haram ini.
Masih di Lokasi Kejadian, Ketika hal ini dikonfirmasi dan atau diklarifikasi LH Kepada Kepling Edi Syahputra Munthe yang turut diberitahu Pihak Kepolisian yang melakukan Penggrebekan dan Penangkapan menyampaikan “ Pihak Kepolisian memanggil Saya setelah mereka mengadakan penggrebekan “ ujar Edi Syahputra Munthe (Kamis Malam, 05/03/2020-Red).
Setelah mengambil dokumentasi kejadian, akhirnya Wartawan LH yang kebetulan berdomisili dekat dengan TKP, melaporkan kejadian ini Kepada Kepala Biro Bersama LH Labuhanbatu di Rantauprapt sekaligus mengirim Release Berita dan Dokumentasi kejadian ke Redaksi LH di Jakarta (Kamis, Pukul 21.30 WIB; 05/03/2020-Red).
Ketika hal ini coba dikonfirmasi dan atau diklarifikasi Redaksi LH kepada Kasat Narkoba Polres Labuhanbatu AKP I Kadek Hery Cahyadi keesokan harinya (Jum’at, Pukul 14.57 WIB; 06/03/2020-Red) melalui Telepon Selularnya yang bersangkutan belum menanggapinya. WhatsApp AKP I Kadek Hery Cahyadi pada posisi Of dan Telepeon Selularnya berkali-kali dihubungi tidak diangkat. Barulah sekitar Pukul 18.54 WIB (Jum’at, 06/03/2020-Red), Kasat Narkoba Polres Labuhanbatu itu menghubungi Redaksi LH. Dalam keterangannya melalui Telepon Selular, AKP I Kadek Hery Cahyadi menyampaikan “ bahwa tadi malam memang betul kita ada melakukan penangkapan, tapi kita masih mendalami dan mengembangkan kasus ini, apakah yang ditangkap itu seorang Bandar atau tidak kita masih dalami dulu “ pungkas Kasat Narkoba Labuhanbatu itu (Jum’at, 06/03/2020-Red).
Sesuai informasi yang didapatkan LH dari masyarakat sekitar, bahwa sudah menjadi rahasia umum kalau RD diduga sudah lama melakukan bisnis ini. Namun tidak ada satupun warga yang berani melaporkannya apatah lagi para warga di daerah yang termasuk masih kategori pelosok ini tidak ada yang bisa menemukan Barang Buktinya. “ Ya, sebenarnya sudah menjadi rahasia umum ini Bang, sudah lama kita mencurigai Ibu itu, tapi gimanalah kita ini takut juga dibalik pula nanti ke kita. Kita gak mungkin punya barang buktinya. Ya Alhamdulillah lah kalau Polisi akhirnya bisa menangkap dan membuktikannya “ pungkas tetangga RD yang tidak berani disebut namanya (Kamis, 05/03/2020-Red).
Dari hasil pantauan LH pada saat terjadi penggrebegan yang dilanjutkan dengan penangkapan malam itu (Kamis Malam, 05/03/2020-Red), Selain mengamankan RD, Pihak Personil Kepolisian yang turun juga mengamankan 10 Bungkus Plastik Kecil yang diduga berisi Narkoba jenis Sabu Siap Edar serta 2 Alat Penghisap yang lazim disebut Bong dari Kamar Rumah RD.
Pada penggrebekan itu, Pihak Kepolisian juga melibatkan Kapala Lingkungan (Kepling) VI Dusun Parlabian Desa Aek Korsik Edi Syahputra Munthe. Selain Pak Kepling, kejadian itu juga disaksikan Warga sekitar yang kebetulan masih ramai dekat kediaman RD mengingat ada RAM (Tempat Pengumpulan Buah Kelapa Sawit). Sampai berita ini ditayangkan, belum dapat terkonfirmasi lagi bagaimana status RD serta hasil pengembangan dan atau pendalaman kasus ini. Sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika bahwa Pelaksanan Kewenangan Penangkapan diberi total waktu maksimal 6 X 24 Jam.
Pasal 76;
” (1) Pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf g dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) Jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik.;
(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) Jam. ”
Adapun bunyi Pasal 75 yang dimaksud Pada Pasal 76 tersebut berbunyi;
Pasal 75;
” Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:
a. melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b. memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
d. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
e. memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g. menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h. melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional;
i. melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;
j. melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan;
k. memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
l. melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya;
m. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
n. melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman;
o. membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
p. melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita;
q. melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika;
r. meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
s. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.”
Sebagai CATATAN, walaupun Para Ahli Hukum masih berdebat tentang adanya Perbedaan Dasar Hukum yang digunakan dalam melakukan Penyelidikan dan Penyidikan antara BNN dan Polri Namun secara Logika Hukum sama-sama bisa menerapkan Pasal 76 Tersebut karena secara Normatif juga diatur Pada Pasal 81 UU Narkotika yang berbunyi “ Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini “ demikian bunyi Pasal 81 UU No 35 Tahun 2009 tersebut.
Adanya kata kunci Pada Pasal 81 UU No 35 Tahun 2009 “ Penyidik Kepolisian dan Penyidik BNN berwenang… berdasarkan UU ini “. Artinya, tidak perlu dipersoalkan adanya perbedaan Hukum Acara-nya karena secara otomatis terikat selama khusus mengenai pelaksanaan UU ini. Hal ini juga sebagai ciri khusus bahwa Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika adalah Lex specialis dari Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Para Ahli Hukum yang coba membedakan dan memetakan kewenangan antara BNN dan Polri termasuk penerapan Pasal 76 UU No 35 Tahun 2009 tersebut berpendapat bahwa Penyidik BNN dan Penyidik Polri mendapati dua perbedaan pengaturan waktu dalam hal penangkapan tersangka tindak pidana narkotika. BNN secara tegas diberikan kewenangan oleh Pasal 75 huruf (g) jo. Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. BNN diberikan waktu penangkapan paling lama 3 x 24 jam dan dapat diperpanjang paling lama 3 x 24 jam. Sedangkan dalam kewenangan penyidik Polri yang tertuang dalam Pasal 16 jo. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yaitu penangkapan dilakukan paling lama satu hari (1X24 Jam). Perbedaan kewenangan terkait dengan batas waktu penangkapan tersebut, menjadi suatu pertanyaan akan perbedaan penggunaan dasar hukum yang digunakan oleh BNN dan Kepolisian Republik Indonesia dalam menyelesaiakan suatu Tindak Pidana Narkotika. (Julhadi/Red)