921 views

Gubernur DIY Sri Sultan HB X: YOGYAKARTA DARURAT “KLITIH”

YOGYAKARTA-LH: Maraknya “Klitih” akhir-akhir ini di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya sudah sampai pada Tingkat Yang Sangat Meresahkan Masyarakat. Banyak Pihak yang menyayangkan Penomena ini. Tak ayal, Gubernur DIY Sri Sultan HB X meyatakan ” Seperti yang Saya utarakan Yogyakarta Darurat Klitih “ pungkas Raja Yogyakarta itu saat Melantik dan Mengukuhkan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DIY Ukik Kusuma Kurniawan di Bangsal Kepatihan Yogyakarta (Jumat, 07/02/2020-Red).

Menurut hasil Survey, bahwa salah satu penyebab maraknya “klitih” adalah karena anak kurang perhatian dalam keluarganya. Hal ini disampaikan Sri Sultan Hamengkubowono X pada saat yang sama. “ Dari survei itu, klitih karena anak kurang perhatian dari orang tua dan sebagainya. ” tambah Sri Sultan.

Masih menurut Gubernur DIY itu, bahwa faktor perhatian keluarga terutama orang tua sangat berpengaruh dan bahkan yang terpenting dalam kasus ini. Sebab, sebagian pelaku klitih berasal dari keluarga yang secara ekonomi cukup baik. Buktinya para pelaku klitih rata-rata melakukan aksinya dengan sepeda motor. Artinya kepemilikan Sepeda Motor sebagai sarana melancarkan aksi klitih di jalanan. ” Rata-rata kan pelaku klitih dengan sepeda motor. Jadi, pikiran Saya itu bukan orang miskin, tapi menengah ke atas ” ungkap Ngarsa Dalem sapaan lain untuk Sri Sultan.

Masih menurut Menurut Sultan, “ Orang Tua harus bisa menjaga dan mengontrol kebebasan anak. Bapak Ibu alasannya sibuk, padahal kan punya handphone untuk berkomunikasi. Semua sekarang punya handphone, untuk orang tua sekadar say hello, atau menanyakan kabar ke anak. Kan tidak pernah begitu, jadi ya ada kemungkinan dia lepas,” papar Gubernur DIY itu.

Lewat kesempatan itu, Sri Sultan meminta kepada BKKBN DIY untuk ikut berperan-aktif dalam menangani permasalah “klitih” di Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Gunung Kidul. BKKBN DIY diminta untuk bisa ikut mengambil peran dalam menangani permasalahan klitih atau kenakalan remaja di jalanan. BKKBN harus terjun langsung dan menggali akar masalah ke ranah keluarga, tidak sekadar di permukaan

Ditempat yang sama, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengaku sangat prihatin dengan kasus klitih di Yogyakarta yang seolah tidak pernah berakhir. BKKBN harus mengambil peran mewujudkan indeks pembangunan keluarga yang terfokus pada tiga keywords tentram, mandiri dan bahagia. Mantan Bupati Kulon Progo ini mengungkapkan membangun keluarga tidak terencana dengan baik menjadi sumber persoalan. ” Keluarga dengan jumlah anak banyak dan tidak terurus itu menjadi sumber malapetaka. Ya, sumbernya adalah keluarga yang tidak harmonis ” tutur Hasto (Jumat, 07/02/2020-Red).

Hasto Wardoyo menambahkan bahwa BKKBN juga harus memberi perhatian kepada anak dari keluarga broken home. “Jadi mereka ‘anak broken home’ harus kita tolong. Saya ingin sekali membangunnya dari hulu. BKKBN ini kan punya bina keluarga remaja, ini perannya sangat penting,” ujarnya.

Terkait Amanah Gubernur DIY prihal “klitih” yang sudah sangat meresahkan masyarakat, Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Ukik Kusuma Kurniawan mengaku siap menjalankan amanat Sri Sultan HB X untuk terjun langsung ke ranah keluarga dan masyarakat. Salah satu mengatasi masalah kekerasan jalanan yang melibatkan anak remaja memang menyelesaikan persoalan di dalam keluarga. Ukik mengatakan BKKBN harus bisa terjun langsung ke masyarakat. BKKBN punya ranah pembangunan keluarga dengan memberikan wadah konsultasi. ” Itu jadi obsesi saya. Harus disusur keluarganya. Sekarang yang harus dipikirkan bagaimana baiknya ke depan “ kata Ukik Kusuma Kurniawan (Jumat, 07/02/2020-Red).

Dari hasil pantaun LH di beberapa titik di DIY, ternyata mayoritas orang tua yang anaknya ikut “klitih” tidak mengetahui sebelum ditangkap Aparat. Mereka baru tau anakbya ikut “klitih” stelah diberitahu oleh Pihak Kepolisian. Ini satu bukti bahwa apa yang disampaikan Sri Sultan bahwa salah satu penyebab utama kejahatan remaja di jalanan ‘klitih” adalah karena kurangnya perhatian dan atau tidak perdulinya Para Orangtua-nya.

Ketidakperdulian Orang Tua terhadap anak sebagai sumber maraknya “klitih” di DIY juga disampaikan oleh Ketua Fraksi PDIP DPRD DIY RB Dwi Wahyu. “ Orang Tua kaget mendapati anaknya ditangkap Polisi. Orang tua atau keluarga sudah kecolongan dalam melakukan pengawasan kepada anak-anaknya. Bahkan Orang Tua Pelaku-pun tidak tahu kalau anaknya melakukan tindakan kejam ” pungkas Dwi Wahyu (06/02/2020-Red).

Hal yang hampir senada juga disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DIY, Rany Widayati. “ Kasih sayang keluarga yang semula diberikan dalam bentuk pengasuhan, pendidikan, kasih sayang, dan perhatian bergeser pada bentuk materialistis ” ujar Rany.

Sebagaimana sudah banya diberitakan berbagai Media, baik Media Massa maupun Media Sosial bahwa korban kejahatan “klitih” sudah banyak terutama di Wilayah Hukum DIY. Mulai dari Mahasiswa/i, Ojek Online, Para Pengguna Jalan Raya, dan Warga Lainnya.

Salah satu Pengemudi Ojek Online bernama Enriko (40Tahun) dibacok bagian wajah oleh Penjahat Jalanan “klitih”. Korban terpaksa menjalani Rawat Intensi di RS UGM Yogyakarta. Belum lagi seorang Mahasiswa Muhammad Awan Saktiyananto, diserang tanpa motif yang jelas oleh “klitih” di Jalan Balirejo, Kelurahan Muja Muju, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Masih banyak yang sudah menjadi korban kejahatan jalanan “klitih” di Wilayah Hukum DIY.

Kapolda DIY Irjen Pol Asep Suhendar memastikan bahwa Pihaknya serius menindak kasus “klitih” atau kejahatan jalanan di wilayah hukumnya. ” Hari ini kami mengadakan FGD (Focus Group Discussion-Red) tentang penanganan klitih dan mengundang seluruh stakeholder untuk sama-sama merumuskan, memberikan masukan, ide-ide bagaimana penanganan klitih ini secara komprehensif ” pungkas Asep Suhendar (04/02/2020-Red).

APA ITU “KLITIH” DAN BAGAIMANA SEJARAHNYA

Klitih merupakan Salah Satu Fenomena Sosial yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Sekitarnya terutama Klaten dan Magelang. Fenomena ini terjadi pada umumnya terhadap Anak Muda Usia 14-19 Tahun yang merupakan Pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pada umumnya, Pelaku Klitih akan mengincar target yang merupakan Siswa Pesaing atau Anggota Geng Pesaing di daerah yang dianggap sepi kemudian pelaku melakukan Perundungan (Bullying) secara fisik terhadap pelaku. Terkadang Pelaku juga mengambil barang milik korban bahkan termasuk harta benda sehingga terkadang kejahatan ini termasuk perampokan. Tidak jarang juga korban klitih juga meninggal dunia akibat menderita siksaan fisik yang cukup kuat.

Klitih sendiri berasal dari Bahasa Jawa yang berarti suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Ada juga yang menyebut klitih merupakan penyebutan terhadap Pasar Klitikan Yogyakarta di mana artinya adalah melakukan aktivitas yang tidak jelas dan bersifat santai sambil mencari barang bekas dan Klitikan.

Klitih, menurut Sosiolog Kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto mempunyai makna yang positif. Klitih merupakan kegiatan untuk mengisi waktu luang. Namun, makna itu kemudian Menjadi Negatif ketika kegiatan mengisi waktu luang itu diisi dengan melakukan tindak kejahatan di jalan, menyerang orang lain secara acak tanpa motif yang jelas. Sementara istilah “Nglitih” digunakan untuk menggambarkan kegiatan jalan-jalan santai.

Akan tetapi, makna klitih kemudian Mengalami Pergeseran (Peyorasi) menjadi aksi kekerasan dengan senjata tajam atau kegiatan kriminalitas anak di bawah umur di luar kelaziman. Dimulai dari keributan satu remaja berbeda sekolah dengan remaja yang lain kemudian berlanjut dengan melibatkan komunitas masing-masing. Aksi saling membalas terus terjadi dan sengaja dipelihara turun temurun (Menjadi Tradisi). Permasalahannya, motif klitih amat beragam dan yang mengerikan, korban mereka bisa jadi amat acak. Permusuhan Antar Geng, hanyalah salah satunya.

Pada awalnya, klitih hanyalah berupa kegiatan perundungan Antar Geng Sekolah yang terjadi di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Namun, semakin lama, klitih berkembang menjadi kegiatan perampokan yang dilakukan oleh Sekelompok Geng (Premanisme) yang targetnya Berkembang Dari Geng Musuh Menjadi Masyarakat Awam. Yang paling umum, klitih dilakukan di tempat sepi dan terjadi pada malam hari.

Kasus klitih pada dasarnya merupakan fenomena anak muda di Yogyakarta yang awalnya hanya Ingin Mencari Jati Diri atau Pengakuan terutama dari lingkungan persahabatan mereka. Untuk membuktikan itu, terkadang mereka membutuhkan Barang Bukti berupa Barang Milik Geng Pesaing atau setidaknya melakukan perundungan terhadap geng pesaing

Selain itu, ada juga pendapat yang mengkaitkan Secara Politis, dimana bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya merupakan daerah yang merupakan Basis Persaingan Politik yang Penting di Indonesia, terutama oleh Aliran Politik Nasionalis dan Agamis.

Budaya kekerasan yang dilakukan oleh Pelajar di Yogyakarta sudah ada sejak Era 1980-an dan 1990-an. Kekerasan yang dilakukan pelajar pada masa itu dilakukan oleh Dua Geng Besar yang Legendaris yaitu QZRUH dan JOXZIN. QZRUH sendiri merupakan kepanjangan dari ‘Q-ta Zuka Ribut Untuk Tawuran (atau Hiburan)’. QZRUH sendiri memiliki daerah kekuasaan di Kota Yogyakarta Bagian Utara terutama di kawasan Terban dan Sekitar Jalan Magelang.

Sementara JOXZIN, merupakan singkatan dari Joxo Zinthing atau Pojox Benzin (Pojokan SPBU Kantor Pos Besar) atau Jogja Zindikat. Geng ini “menguasai” kawasan Jalan Malioboro hingga Yogyakarta Bagian Selatan. Qzruh sendiri dalam sejarahnya selalu didukung oleh Kelompok Politik yang Cenderung Nasionalis sedangkan Joxzin sendiri didukung oleh Kelompok Politik yang cenderung Bernuansa Agamis. Tidak jarang pula, Kedua Kelompok Ini memiliki Afiliasi dengan beberapa Geng Sekolah yang ada di kawasan kekuasaan mereka. (TIM/Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.