MEDAN-LH: Pernikahan Putri “semata wayang” Presiden Jokowi Kahiyang (anak kedua dari tiga bersaudara kandung-Red) dengan Bobby Nasution mendapat perhatian yang begitu besar dan luas dari masyarakat Indonesia bahkan masyarakat Internasional. Khususnya pesta Adat Batak Mandailing yang dilakukan begitu sempurna dan meriah. Baik Pra Kondisi (Penabalan Marga Kahiyang menjadi Boru Siregar plus Orang Tua Kandungnya dalam hal ini Jokowidodo mendapatkan Marga Siregar-Red). Semua dilakukan sesuai aturan Hukum Adat Batak Mandailing.
“Horja Godang” (Pesta Agung) pernikahan adat Batak Mandailing pasangan Bobby-Kahiyang sangat mungkin adalah yang terbesar sepanjang sejarah Batak. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah kenapa banyak pihak mengatakan bahwa ini Pesta Terbesar Adat Batak ? Terbesar bukan dalam kemewahan, keramaian, dan biayanya. Kendati harus dilihat secara relatif, sudah jelas “horja godang” Bobby-Kahiyang itu mewah, ramai, dan mahal. Harus diingat, ini pernikahan putri tunggal Presiden RI. Lagi pula, di Jakarta misalnya, tidak sulit menemukan pesta nikah anak penguasa atau pengusaha yang hiper-mewah, super-ramai dan biaya super-mahal.
“Horja godang” pernikahan adat Batak Mandailing Bobby-Kahiyang menjadi sebuah peristiwa yang mungkin terbesar sepanjang sejarah Batak, bila dilihat dari segi kelengkapan pranata adat dan partisipasi organisasi adatnya.
Menurut hasil rangkuman Liputan Hukum, Fakta bahwa pernikahan Bobby-Kahiyang adalah pernikahan antar-etnik Batak-Jawa, menjadikan peristiwa “horja godang” itu menjadi sangat lengkap dari sisi pranata (kelembagaan) adat. Karena harus melibatkan pranata adat mem-batak-kan salah seorang mempelai, dalam hal ini Kahiyang. Bahkan orang tua kandungnya dalam hal ini orang nomor satu di Indonesia saat ini.
Menurut panitia, Sedikitnya ada 15 pranata adat Batak Mandailing yang harus digenapi Bobby-Kahiyang selama seminggu (20-26/11/2017-Red) di Medan, tempat tinggal keluarga Bobby. Upacara dimulai dari penyelenggaraan pranata adat “haroan boru” atau menerima mantu perempuan (20/11/2017). Lalu diteruskan ke upacara adat “mangalehon marga”, memberi marga pada Kahiyang, yaitu marga boru Siregar (21/11/2017-Red). Siregar adalah marga dari “tulang” (paman, saudara laki-laki ibu-Red). Dengan begitu secara adat Kahiyang telah menjadi “boru ni tulang” atau “pariban” (putri paman-Red) untuk Bobby. Karena Kahiyang asli Solo, maka dia bolehlah disebut “Pariban dari Solo. “Setelah resmi menjadi “boru Batak Mandailing” bermarga Siregar, maka barulah Bobby-Kahiyang melangkah ke pranata adat pernikahan Batak Mandailing selanjutnya, sebagaimana berlangsung pada Sabtu (25/11/2017-Red).
Secara kronologis, Pertama Bobby-Kahiyang menjalani upacara melepas masa lajang. Adatnya adalah “marpangir di tapian raya na martua” (mandi air jeruk purut di sungai pemandian yang penuh berkah), menghanyutkan semua kenangan lajang, siap menjalankan bahtera rumah tangga. Setelah itu mereka resmi secara adat menjadi suami-isteri, menjadi “orang dewasa” atau “matobang”. Karena itu mereka dianugerahi “gelar matobang” Sutan Kumala Abdul Rahman untuk Bobby dan Namora Pinayungan Hasayangan untuk Kahiyang. Selanjutnya, Kedua mempelai kemudian “diulosi” (diberi ulos) oleh orang tua Kahiyang (selaku “mora”, pemberi mempelai wanita), sebagai simbol berkat agar jiwa-raga pasangan mempelai nenjadi hangat, kuat, dan sehat-sejahtera.
Kemudian, Dilanjutkan dengan upacara “mangupa-upa”, pemberian restu oleh pihak “mora” ( Siregar) tang disimbolkan oleh “indahan na las dohot dengke sitio-tio” (nasi hangat dan lauk ikan). Dalam adat Mandailing, makanan ini ditambah dengan rendang ayam utuh, telur ayam rebus, udang, jahe, garam. Ini semua òadalah simbol berkat agar keluarga pasangan Bobby-Kahiyang selalu hangat, kompak, bijak, bahagia, sukses, dan sejahtera.
Banyak Pihak juga yang mengibaratkan pernikahan ini bagaikan Pernikahan Pangeran dan Putri. Kenapa ? Dengan penabalan gelar Sutan Kumala Abdul Rahman untuk Bobby dan Namora Pinayungan Hasayangan untuk Kahiyang, maka pasangan itu resmi secara adat sebagai pasangan “pangeran” dan “putri”. Kendati konteksnya bukan kerajaan yang punya wilayah dan rakyat seperti Sultan pada Keraton Yogyakarta, tapi “Raja Huta” atau marga pertama yang membuka dan memimpin kampung asal di masa lalu. Dalam kasus Bobby, berarti Raja Gunung Baringin Nasution. Artinya, pernikahan adat Bobby-Kahiyang adalah pernikahan “pangeran” dan “putri” dari “harajaon” Gunung Baringin.
Penabalan gelar itu, sejatinya bukan untuk gagah-gagahan, tapi pernyataan penghargaan komunitas hukum adat Gunung Baringin Nasution kepada “mora” mereka, dalam hal ini Presiden Jokowi. Dan ini memang bagian dari rangkaian adat yang wajib dilakukan.
Sisi lain yang menjadikan ini dianggap besar dan sempurna secara adat adalah karena dilaksanakan dengan “Horja Godang”. Melalui “horja godang”, yang melibatkan seluruh raja adat Batak Mandailing, dan organisasi sosial adat Mandailing, maka upacara pernikahan adat “Pangeran-Putri” Bobby Kahiyang telah menjaga pamor kedua belah pihak, yaitu keluarga besar Pak Jokowi selaku Presiden dan keluarga Raja Gunung Baringin Nasution khususnya, masyarakat hukum adat Batak Mandailing umumnya.
Maka tidak berlebihan untuk menduga “horja godang” pernikahan adat Bobby-Kahiyang, sebagaimana diumumkan oleh bunyi “gordang sembilan”, adalah pesta adat nikah terbesar sepanjang sejarah Batak. Sebab inilah untuk pertama kalinya sebuah pernikahan putra Batak dijalankan dengan pranata terlengkap, dukungan organisasi masyarakat hukum adat terlengkap, dan dengan durasi terlama.
Hal lain yang bisa disoroti sebagai elemen yang dianggap membuat pesta adat ini besar adalah rangkaian pesta dilakukan ala kerajaan yaitu dengan kirab. Rangkaian upacara akan ditutup dengan kirab pengantin keliling Medan(26/11/2017-Red) , menggunakan kereta kencana. Pesta menjadi pesta rakyat, dan ini untuk pertama kalinya terjadi dalam sejarah Batak. Kereta Kencana bukan perangkat pernikahan adat raja-raja Batak. Mengingat “horja godang” nikah adat Bobby-Kahiyang ini adalah peristiwa terbesar sepanjang sejarah Batak, maka ada baiknya didokumentasikan dengan baik. Terlalu sayang jika hanya menjadi tontonan sesaat saja. Setidaknya, saya berharap ada yang bisa membukukannya, sebagai sebuah rujukan budaya pernikahan adat Batak Mandailing.
Pesta akbar ini cukup membawa pengaruh besar baik ke dalam nmaupun ke luar negeri. Sebagai bangsa besar, Indonesia cukup terangkat dimata Internasional khususnya disektor parawisata. Banyak wisata asing yang terkesimak dengan pesta adat batak yang cukup pantastis ini. Demikian pula masyarakat dalam negeri semakin menyadari begitu kayanya budaya bangsa Indonesia. Semoga dapat semakin kita lestarikan. (Raza/Red)